Memahami Wahdatul Wujud, dalam Pandangan Kaum Sufi
Seorang teman bertanya tentang Wahdatul Wujud, sebagaimana keyakinan Syekh Siti Jenar di Jawa.
Aku menjawab sebisanya sebagaimana yang aku pahami.
“Wahdah al-Wujud”, adalah sebuah tema yang rumit sekaligus kontroversial dipahami para pengkajinya. Ia sering diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai “Kesatuan Eksistensi”. Atau “Unity of Being” dalam bahasa Inggris. Penerjemahan ini tidak selalu tepat sekaligus tak mudah dipahami.
Kata itu menyimpan misteri makna, sebagaimana rumitnya memahami The One atau To Hen dalam Neoplatonisme. Para pengkaji gagasan ini, menyebutkan bahwa “Wahdah al-Wujud” mengarah pada dua sisi. Pertama menunjuk kepada Tuhan, dan kedua menunjuk pada alam semesta, selain Tuhan.
“Wahdah al-Wujud”, dalam pengertian pertama adalah bermakna ““Wujud Hakiki” (Wujud Sejati), “al-Wujud al-Haq”, “Wajib al-Wujud”. Kata-kata ini pada intinya menegaskan bahwa hanya Tuhanlah Satu-Satunya Eksistensi yang Real dan Absolut. Al-Wujud (Keber-Ada-an-Nya) tidak membutuhkan yang lain. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir. Singkatnya adalah "semua yang ada adalah Allah".
Syeikh Hasan Ridwan, sufi dari Mesir dalam Antologi Puisi Sufistiknya yang memukau mengatakan :
Seluruhnya, selain Dia adalah bintang yang lenyap
Dalam pandangan mata para bijakbestari ia adalah tiada
Tak ada eksistensi pada semesta selain Allah
Fenomena-fenomena semesta adalah Dia
Apa pun di alam semesta tak ada
Karena ia sendiri tak mungkin mengada
Seluruh fenomena semesta
Adalah embusan ruh dari nama-nama indah-Nya
Al-Jili bilang:
Engkau menyingkapkan Diri
Dalam segala
Ketika Engkau menciptakannya
O, lihatlah
Cadar-cadar itu kini tersingkir
Sudut Pandang Ibnu Athaillah
Ibnu Athaillah bicara tentang Wahdatul Wujud.
Bagaimana mungkin terbayangkan Tuhan tertutup tirai, padahal Dialah Yang membuka tabir segala.
Bagaimana mungkin terbayangkan Dia terhalang tirai, padahal Dia Hadir bersama segala.
Bagaimana mungkin terbayangkan Dia terhalang tirai, padahal Dia Hadir dalam segala.
Bagaimana mungkin terbayangkan Dia terhalang tirai, padahal Dia Hadir untuk segala.
Bagaimana mungkin terbayangkan Dia terhalang tirai, padahal Dia Hadir sebelum segala.
Bagaimana mungkin terbayangkan Dia terhalang tirai, padahal Dia lebih benderang dari segala.
Bagaimana mungkin terbayangkan Dia terhalang tirai, padahal Dialah Satu-Satunya Yang Ada yang tanpa-Nya segalanya tak akan ada.
Oh, Betapa menakjubkan, bagaimana mungkin segala keberadaan muncul dalam ketiadaan.
Atau bagaimana mungkin keberadaan baru hadir bersama Dia Yang Ada, Yang tak Diciptakan.
KH Husein Muhammad
(Purwoasri , 03.08.22)