Memahami Tradisi Maulid dan Menghidupkan Islam di Masyarakat
Perayaan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW) tak hanya diperingatan tepat pada hari lahir Sang Rasul pada 12 Rabiul Awal. Ternyata, sepanjang bulan, bahkan sepanjang tahun, kelahiran Rasulullah SAW dirayakan.
Tarekat Qadiriyah wa-Naqsyandiyah yang tergabung dalam jemaah Al-Khidmah merayakannya terkait haul dan Maulidurrasul.
Seiring dengan itu, masih ada sekelompok orang yang kurang memahami soal kecintaan umat Islam kepada Rasulullah SAW itu. Dengan menghujat dan membid'ah-bid'ahkan amalan tradisi yang menghidupkan nilai-nilai Islam di masyarakat, khususnya di Bumi Nusantara ini.
Untuk memahami lebih dalam, catatan KH Husein Muhammad ini patut menjadi renungan kita bersama:
"Jangan kau tolak perubahan-perubahan yang datang kepadamu. Biarkan kehidupan mengalir di dalam dirimu. Dan jangan galau manakala hidupmu akan mengalami guncangan yang membuatmu jatuh. Bagaimana kau bisa tahu bahwa kehidupan yang biasa kau jalani lebih baik daripada kehidupan yang akan datang. (Syams Tabrizi)
Tradisi Sepanjang Masa
Peringatan Maulid Nabi adalah tradisi umat Islam di seluruh dunia sepanjang sejarah sejak Salahuddin al Ayyubi (1193) menggagasnya sekaligus menyelenggarakannya. Salahuddin pada kesempatan itu juga mengadakan sayembara penulisan sejarah Nabi. Salah seorang pemenangnya adalah Syeikh Al-Barzanji. Sejak saat itu, Maulid diselenggarakan di berbagai belahan dunia.
Para ulama memandang perayaan ini sebagai ekspresi kegembiraan atas kelahiran manusia kekasih Tuhan yang selalu dirindukan. Perayaan atas kelahirannya menjadi syiar Islam dan bentuk kecintaan kepada Nabi Saw. Ini adalah sesuatu yang amat manusiwi. Dalam dunia paling secular dan tak beragama sekalipun kelahiran atau kematian orang besar dan berjasa bagi kemanusiaan juga diperingati. Kuburannya diziarahi sambil diletakkan bunga di atasnya dan didoakan.
Sungguh sangat naif, jika ada orang yang membidahkannya (menganggapnya praktik keagamaan yang sesat) hanya semata-mata karena Nabi tidak menyelenggarakannya atau karena ia tidak ada pada masa Nabi. Ini adalah pandangan orang-orang yang pikirannya amat sederhana dalam memahami agama. Mereka yang cerdas, terpelajar dan memiliki pengetahuan yang tinggi dan berkebudayaan, niscaya akan memberikan apresiasi yang tinggi atas tradisi ini. Tanpa kecerdasan pikiran seperti ini, peradaban Islam akan berhenti, tenggelam, lalu mati. Ketiadaan masa lalu tidak selalu harus tidak boleh ada pada masa yang lain dan di ruang lain. Pandangan yang cerdas adalah ketika segala hal dipahami dan dimengerti makna dan signifikansinya. Bentuk dan cara adalah profan. Kita bisa membuatnya sesuai dengan tradisi dan kebudayaan kita masing-masing. Maka upaya-upaya segolongan orang untuk menghentikan tradisi ini sama artinya dengan “membunuh” tradisi baik yang telah mengakar berabad-abad, menghapus kebudayaan dan peradaban umat manusia yang baik dan manusiawi. Nabi adalah kekasih Tuhan. Tuhan serta Malaikat-malaikat-Nya mememberikan penghormatan atas sang Nabi Saw.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Sesungguhnya Allah dan para Malaikat Allah memberikan penghormatan kepada Nabi Muhammad. Wahai orang-orang yang beriman, hormati, muliakanlah dan doakan keselamatan atasnya sungguh-sungguh".(Q.S. al-Ahzab [33]:56.
Akhirnya, Taufik Ismail, penyair terkemuka Indonesia, menulis syair amat elok dan menghunjam dan menggetarkan kalbu. Ia menulisnya untuk group musik Bimbo yang kemudian mendendangkannya dengan penuh rindu dan menderu-deru:
Rindu kami padamu Ya Rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu Ya Rasul
Serasa dikau di sini
Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya suwarga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja
Burdah:
RINDU AL MUSTHAFA
أمِنْ تذَكُّرِ جيرانٍ بذي سلمِ
مزجتَ دمعاً جرى من مقلة ٍ بدمِ
أمْ هبَّتِ الريحُ من تلقاءِ كاظمة ٍ
وأوْمَضَ البَرْقُ في الظلْماءِ مِنْ إضَمِ
فما لعينيكَ إن قلتَ اكففا هَمَتا
ومَا لِقَلْبِك إنْ قُلْتَ اسْتَفِقْ يَهِمِ
أَيَحْسَبُ الصَّبُّ أنَّ الحُبَّ مُنْكتِمٌ
ما بَيْنَ مُنْسَجِم منهُ ومضطَرِمِ
لولاَ الهَوَى لَمْ تُرِقْ دَمْعاً عَلَى طَلَلٍ
ولا أرقتَ لذكرِ البانِ والعَلم ِ
فكيفَ تُنْكِرُ حُبَّا بعدَ ما شَهِدَتْ
بهِ عليكَ عدولُ الدَّمْعِ والسَّقَم
Apakah karena rindu
pada tetangga di kampung Dzi Salam
Air bening menetes satu-satu
Dari sudut matamu
Bercampur darah
Ataukah karena semilir angin
yang berembus dari Kazhimah
Dan kilatan cahaya
Pada pekat malam
Apakah kekasih mengira
Api cinta yang membara di dada
Dapat dipadamkan oleh air mata?
Andai bukan karena cinta
Puing-puing tak mungkin basah air mata
Andai bukan karena cinta
Matamu tak mungkin jaga sepanjang malam
Membayangkan keindahan gunung gemunung
Dan semerbak wangi pohon kesturi
Dan tinggi semampai pohon pinus
Mana mungkin kau ingkari cintamu
Padahal ada saksi menyertaimu
Demikian catatan KH Husein Muhammad. Semoga bermanfaat. (07.10.22/HM)