Memahami Sejarah, Jangan Lupakan Strategi
Saya sedang membaca tulisan tentang kekhawatiran ekspansi militer RRC terhadap Indonesia. Tentu saja pendapat semacam itu kecil kemungkinan terjadi karena secara historis RRC atau Tiongkok belum pernah melakukan invasi ke negara kita.
Memang pada zaman Kerajaan Kediri, Kaisar Khubilai Khan menyerbu Kerajaan Kediri, tetapi kemudian dipukul mundur oleh pasukan yang dipimpin oleh Aria Wiraraja, seorang bupati Madura yang loyal kepada Raden Wijaya, menantu Kartanegara yang kemudian mendirikan Majapahit.
Namun perlu digarisbawahi bahwa Kaisar Khubilai Khan bukan bangsa Tiongkok, tetapi bangsa Mongol yang ketika itu menjajah daratan Tiongkok. Dalam sejarah Jenggis Khan, Kaisar Mongol menyerbu dan berhasil menguasai kawasan Timur Tengah dan sebagian Eropa.
Jika ingin menguasai Indonesia, strategi yang paling mungkin bagi RRC adalah melalui “subversi" yakni memobilisasi para Hoakiau yaitu warga keturunan Tionghoa yang secara turun temurun tinggal di Indonesia. Sejak zaman Orde Baru potensi tersebut mendapat perhatian dari pemerintah Orde Baru.
Strategi Orde Baru pada waktu itu adalah dengan membentuk organisasi yang terkenal dengan nama INTI. Esensi dari strategi itu adalah menanamkan jiwa atau nilai Pancasila ke dalam diri warga keturunan sehingga menjadi bagian tak terpisahkan dari bangsa Indonesia.
Ketika saya menjabat Waka-BIN, hubungan BIN dengan INTI sangat intens. Suatu kenangan yang tidak terlupakan adalah teman teman INTI menerjemahkan buku karangan saya “Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa" ke dalam bahasa Mandarin dan disebarluaskan keseluruh anggotanya.
Melupakan Strategi
Esensinya adalah jadikan mereka bagian dari bangsa Indonesia melalui internalisasi nilai nilai Pancasila dan memperlakukan mereka secara adil sebagai warga bangsa.
Sayang dalam satu dekade terakhir, strategi tersebut dilupakan. Bahkan yang terjadi kemudian adalah strategi mendatangkan tenaga kerja dari Cina daratan secara massif tanpa dibarengi dengan peningkatan kualitas tenaga kerja dalam negeri, sehingga timbul kecemburuan dengan berbagai dampak negatifnya.
Saya yakin, pemerintah baru dibawah pimpinan Presiden Prabowo Subianto telah mempersiapkan "Strategy Yang Tepat" terhadap masalah ini. Hubungan baik dan saling menguntungkan antara dua negara besar tersebut akan menjadi jaminan atas stabilitas kawasan Laut Cina Selatan yang merupakan jalur perdagangan antar negara strategis dan paling penting di dunia.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat sosial politik, Mustasyar PBNU periode 2022-2027, tinggal di Jakarta.
Advertisement