Memahami Ratib, Perlukah Ijazah Mengamalkan Ratib Kubra?
Pada dasarnya ratib adalah kumpulan doa dan dzikir ma’tsurat bersumber dari hadits Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (Saw) yang kemudian dirangkai oleh ulama shalih -yang diyakini sebagai waliyulah- dalam suatu susunan tertentu berdasarkan besarnya fadhilah yang terkandung, tapi tetap ringan dan mudah diamalkan.
Belakangan kumpulan doa dan dzikir yang rangkaiannya berbeda-beda tersebut dinamakan oleh para pengamalnya dengan nama sang penyusun. Ratib sendiri berasal dari segi kata berarti “susunan” atau “urut-urutan yang tertib”.
Misalnya seperti rangkaian dzikir dan doa yang disusun oleh al-Habib Abdullah Bin Alawi Al Haddad, dikenal dengan Ratib Al Haddad. Yang disusun oleh Al Habib Abu Bakar Alaydrus disebut Ratib Alaydrus. Dan susunan Habib Umar Bin Abdurrahman Al-Aththas disebut Ratib Al-Aththas. Ada juga Ratib Kubra susunan Habib Thoha Bin Hasan Bin Thoha Bin Yahya.
Dari sejak awal penyusunannya semua pembacaan ratib, termasuk Ratib Kubra, telah diijazahkan secara umum oleh para waliyullah penyusunnya kepada seluruh umat Islam. Meski begitu, jika anda meminta ijazah lagi secara khusus kepada ulama yang memiliki sanad bersambung kepada penyusunnya tentu lebih baik lagi. Jadi membaca ratib tanpa ijazah itu tetap fadhal (utama). Dan jika membacanya dengan ijazah, afdhal (lebih utama).
Demikian penjelasan Habib Luthfi bin Yahya pernah disampaikan dalam rubrik Al-Kisah.
Membaca Ratib Kubro Apajah Perlu Ijazah?
Ada beberapa pertanyaan serupa kepada Habib Luthfi bin Yahya terkait apakah perlu ijazah dahulu baru boleh membaca Ratib?
Habib Luthfi pernah menjawab masalah ini pada Rubrik Al-Kisah:
"Dari sejak awal penyusunannya semua pembacaan ratib, termasuk Ratib Kubra, telah diijazahkan secara umum oleh para waliyullah penyusunnya kepada seluruh umat Islam. Meski begitu, jika anda meminta ijazah lagi secara khusus kepada ulama yang memiliki sanad bersambung kepada penyusunnya tentu lebih baik lagi.
Jadi membaca ratib tanpa ijazah itu tetap fadhal (utama). Dan jika membacanya dengan ijazah, afdhal (lebih utama)." Habib Luthfi bin Yahya.