Memahami Islam, Memahami Teks dan Konteks
oleh: M. Cholil Nafis, Lc., Ph D.
Saat kaum bani Qurayzhah melakukan pembangkangan terhadap pemerintahan Rasulullah Muhammad saw di negara Madinah, maka Rasulullah saw. mengutus beberapa sahabat untuk berdialog dan mengajak mereka ke pangkuan pemerintahan yang sah.
Lalu Nabi saw. berpesan kepada beberapa delegasi sahabat Nabi saw. akan yang berangkat ke kampung Bani Qurayzhah: Sungguh janganlah kalian shalat kecuali di kampung Bani Qurayzhah.
Di tengah perjalanan tibalah waktu ‘Ashar. Sebagian rombongan sahabat bergegas untuk melaksanakan shalat ‘Ashar. Sedangkan sebagian sahabat yang lain mengikuti perintah Rasulullah saw. untuk tidak melaksanakan shalat ‘Ashar kecuali di kampung Bani Qayzhah.
Setelah para sahabat Nabi saw. menjalankan tugasnya untuk melakukan negoisasi dan mengembalikan Bani Quraizhah ke dalam pangkuan pemerintahan Rasulullah saw. maka mereka melaporkan keberhasilan misinya kepada Rasulullah saw.
Selesai laporan misi persatuan, kemudian ada sahabat yang menyampaikan masalah shalat ‘Ashar, bahwa sebagian mereka ada yg shalat ‘Ashar tepat waktu di perjalanan dan ada yg mengqadha’nya di kampung Bani Qurayzhah. Rasulullah saw. tak menyalahkan salah satu dari keputusan mereka. (HR. Bukhori).
Kiai Hasyim Asy’ari mengomentari hadits ini dalam kitab Risalatu Ahlissunnah waljamaah, bahwa seseorang dapat dan sah mengamalkan syariah sebatas dan sesuai dengan apa yang dipahaminya dengan catatan bukan karena dorongan hawa nafsunya.
Ilustrasi hadits Bani Qarayzhah ini menunjukan bahwa sesuai latar belakang dan kemampuan berpikir manusia pasti berbeda-beda meskipun dalam memahami teks dan kondisi yang sama.
Ada yang punya pola pikir tektual dan ada pula yang punya pola pikir kontektual, bahkan substasial. Yang memahami tekstual berfokus pada isi teks saja dan kadang mengabaikan pada kondisi dan kenyataan yang di sekitarnya.
Bagi yang berpola pikir kontekstual maka memahami perintah Nabi saw. disesuai demgan keadaan. Bahwa perintah jangan shalat ‘Ashar kecuali di kampung Bani Qurauzhah ialah agar rombongan segera sampai di tempat sebelum tiba waktu Maghrib, sehingga tetap melaksanakan shalat tepat pada waktunya.
Selama penafsiran agama itu dilakukan dengan kerangka pikir keagamaan dan semata-mata mencari kebenaran maka Nabi saw. pun tak menyalahkan salah satu dari dua pendapat para sahabat yang berlawanan. Pendapat keagamaan yang dilarang manakala dimotivasi oleh kebohongan dan kepentingan duniawi.
Ada pelajaran berharga dalam perbedaan para sahabat dalam satu rombongan yang mengemban misi perdamaian namun berbeda dalam mengimplementasikan sabda Nabi saw. Bahwa di antara para sahabat ada yang meyakini pemahamannya sendiri dan menajalankannya tanpa menyalahkan kepada pemahaman orang lain dan praktik keagamaannya yang berbeda dengan dirinya. Mereka rukun dalam satu misi yang diemban dari Rasulullah saw. sampai tuntas
Biang persoalan keagamaan antarumat Islam yang kadang mengacu pada konflik dan perpecahan adalah ego kelompak. Ia merasa benar sendiri dan cenderung menyalahkan pemahaman orang, bahkan mengganggu praktik ibadah orang yang berbeda dengan dirinya.
Umat yang memahami Islam wasathi (umatan wasatha) adalah memahami Islam yang tengah dan moderat. Yaitu berpijak kepada teks yang secara bersamaan menggapai konteks dan substansinya.
"Bagi yang berpola pikir kontekstual maka memahami perintah Nabi saw. disesuai demgan keadaan. Bahwa perintah jangan shalat ‘Ashar kecuali di kampung Bani Qurauzhah ialah agar rombongan segera sampai di tempat sebelum tiba waktu Maghrib, sehingga tetap melaksanakan shalat tepat pada waktunya."