Memahami Anekdot dan Humor: Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus
Sama-sama menghadirkan kisah lucu. Anekdot dan humor memiliki persamaan, yakni karena lucu dan menghibur. Namun, ada beberapa hal yang membedakan antara anekdot dengan humor. Keunikan cerita anekdot dengan cerita humor terdapat pada isinya yang lucu dan mampu menghibur pembacanya. Karena keunikan inilah, cerita anekdot dan humor sedikit berbeda dengan jenis teks lainnya.
Pengertian Anekdot dan Humor
Pengertian cerita anekdot dan humor adalah: Pengertian anekdot.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), anekdot adalah cerita singkat yang menarik karena lucu serta mengesankan, biasanya mengenai orang penting atau terkenal dan berdasarkan kejadian yang sebenarnya.
Taufiqur Rahman dalam bukunya yang berjudul Teks dalam Kajian Struktur dan Kebahasaan (2018), menuliskan bahwa teks anekdot sering dibuat untuk melakukan kritik terhadap orang atau tokoh yang dimaksudkan dalam cerita tersebut.
Pengertian humor
Menurut KBBI, humor adalah sesuatu yang lucu, keadaan (dalam cerita dan sebagainya) yang menggelikan hati, kejenakaan, dan kelucuan.
Teks humor merupakan teks yang memuat humor untuk bersenda gurau atau bercanda. Perbedaan anekdot dan humor Perbedaan utama cerita anekdot dan humor terletak pada isinya. Cerita anekdot tidak hanya mengibur, tetapi juga mengkritik.
Sedangkan humor hanya menghibur para pembacanya, tanpa pesan atau tujuan tertentu. Dalam buku Cermat Berbahasa Indonesia (2019) karya Sutarno, dituliskan bahwa anekdot lebih menekankan penyampaian kritik sosial dalam cerita lucunya. Sementara humor hanya bertujuan menghibur.
Selain isi, berikut beberapa perbedaan lain antara cerita anekdot dan humor:
Pembeda Anekdot dan Humor
Tujuan:
Anekdot bertujuan menyindir.
Humor bertujuan menghibur.
Struktur:
Anekdot punya struktur yang jelas, yakni abstrak, orientasi, krisis, reaksi, dan koda.
Humor hanya punya struktur orientasi.
Subjek
Subjek dalam teks anekdot adalah orang penting atau orang terkenal.
Subjek dalam humor berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Ide cerita Ide cerita teks anekdot berasal dari peristiwa nyata. Ide cerita humor mayoritas berasal dari cerita rekaan.
Contoh:
Gus Dur dalam Obrolan Gus Mus
Percakapan-percakapan dalam buku karya KH Husein Muhammad, tentu saja menjadi semacam oase yang menyejukkan. Cerita-cerita yang dihadirkan merupakan inspirasi bagi kita untuk senantiasa “ngakak” di tengah zaman yang semakin ruwet, sebagaimana Gus Dur dan Gus Mus yang “enteng-enteng saja” menjalani kehidupan dengan segala macam persoalannya.
Hubungan dua sahabat yang sama-sama memiliki “keistimewaan” ini ditulis dengan sangat brilian oleh K.H. Husein Muhammad, yang juga sahabat sekaligus pengagum berat Gus Dur dan Gus Mus.
“Gus Dur adalah orang yang cerdik, sangat cerdas, dan menguasai banyak ilmu agama dan ilmu umum. Pengetahuannya sangat luas dan terbuka. Tetapi, boleh jadi Gus Dur juga dianugerahi keistimewaan ilmu weruh sak durunge winara (mengetahui sebelum terjadi) sebagaimana orang-orang menyebutnya. Atau, kalau dalam tradisi pesantren disebut ilmu laduni, atau ilmu adiluhung,” tutur Gus Mus.
Gus Mus bercerita bahwa Gus Dur, manakala menerima undangan untuk diskusi, seminar, simposium, dialog, atau konferensi dan sejenisnya, beliau lebih dulu mencari tahu siapa saja pembicaranya.
Lalu, mempelajari pikiran-pikirannya, perspektifnya, dan gagasan-gagasan yang pernah disampaikannya, baik dalam karya-karya tulisnya maupun dalam ceramah-ceramahnya. Nah, dari membaca semua itu, Gus Dur menangkap apa yang akan dibicarakan dan disampaikan para pembicara/narasumber itu kelak. Paling-paling tak jauh dari itu juga.
Suatu waktu, dalam sebuah acara ketika salah seorang pemimpin Negara Islam Iran mau bicara dan berdialog, Gus Dur justru tidur, ngorok lagi. Banyak tokoh yang menganggap tindakan Gus Dur ini tidak sopan.
Namun, betapa menakjubkan, begitu pidato atau ceramah petinggi Iran itu selesai dan Gus Dur bangun, dia justru segera angkat tangan lebih dulu meminta berbicara untuk merespons.
Kebijaksanaan Para Ulama, Sufi dan Filsuf
KH. Husein Muhammad menulis sebuah buku berjudul Kebijaksanaan Para Ulama, Sufi dan Filsuf. Buku ini didorong oleh kegelisahan hati membaca realitas manusia di dunia dewasa ini yang tengah kehilangan ruh spiritual. Hingga seakan tak ada hari tanpa ledakkan emosi kemarahan, dengki dan permusuhan, arogansi, egois, perendahan martabat manusia dan sejenisnya.
Dunia Islam telah kehilangan para ulama, kaum bijak bestari dan para filsuf yang membawa lilin guna menerangkan hati dan pikiran manusia.
Maulana Jalal al-Din Rumi, sufi besar, menggambarkan dengan indah keadaan tersebut dengan kata-katanya: "Dunia tengah tenggelam dalam lara dan penuh luka dari ubun-ubun hingga telapak kaki. Tak ada harapan untuk sembuh kecuali melalui sentuhan tangan cinta".
Sementara itu Prof. Dr. Sayyed Hossen Nashr menyatakan : "Krisis eksistensial yang terjadi di dunia kontemporer merupakan manifestasi dari krisis spiritual manusia modern. Ketika manusia meninggalkan Tuhan demi mengukuhkan eksistensi dirinya, dia sejatinya telah bergerak ke luar dari pusat eksistensinya sendiri menuju ke arah eksistensi pinggiran"
Seorang filsuf, sejarawan dan dokter muslim terkemuka Syams al-Din al-Syahrzuri (w. 1288 M) dalam pendahuluan bukunya "Nuzhah al-Arwah wa Raudhah al-Afrah", mengatakan:
"Zaman telah sepi dari kehadiran manusia-manusia seperti para tokoh besar kemanusiaan. Umat manusia diliputi oleh kebodohan (ketidakmengertian). Bila kau seorang intelektual yang serius dan pemikir yang memperoleh petunjuk Tuhan, seyogyanya mengikuti jejak mereka dan mencari-cari dengan sungguh-sungguh kabar tentang mereka". (Syahrzuri, Nuzhah, hlm.3).
Dari situ Kiai Husein Mhammad berusaha mencari dan membaca buku-buku kebijaksanaan dan filsafat. Dan saat saya mencarinya, saya membaca hadits Nabi Saw, yang diriwayatkan Imam al-Salhawi, seorang sejarawan, ahli hadits dan tafsir dalam bukunya "Ambillah kebijaksanaan, dari manapun berasal. Ia tak akan merugikan". Beliau juga mengatakan : "Hikmah (Kebijaksanaan) adalah sesuatu yang hilang dari tangan orang beriman. Di mana pun dia menemukannya, maka dia lebih berhak mengambilnya".
22 Ulama, Sufi dan Filsuf:
1. Hermes
2. Sokrates
3. Plato
4. Aristoteles
5. Iskandar Agung
6. Lukman Hakim
7. Epictetus
8. Marcus Aurelius
9. Plotinus
10. Umar bin Khattab
11. Ali bin Abi Thalib
12. Rabiah al Adawiyah
13. Fudhail bin Iyadh
14. Abu al Haris al Muhasibi
15. Dzun Nun al Mishri
16. Abu Yazid al Busthami
17. Imam al Ghazali
18. Ibnu Rusyd
19. Ibnu Arabi
20. Syamsi Tabrizi
21. Maulana Rumi
22. Ibnu Ataillah