Melly Goeslaw Layangkan Gugatan ke MK, Ada Masalah Apa?
Melly Goeslaw merupakan musisi produktif. Banyak karyanya dinyanyikan sendiri dan penyanyi lainnya jadi lagu hits. Ditambah lagi, Melly Goeslaw dan suami, Anto Hoed, berkolaborasi menggarap banyak soundtrack film.
Namun sayangnya, Melly Goeslaw dibuat kecewa lantaran banyak pihak tak bertanggung jawab memakai hasil karyanya secara ilegal. Hak ciptanya banyak yang dilanggar oleh pihak yang asal comot tanpa izin atau bayar royalti ke musisinya.
Masalah tersebut membuat Melly Goeslaw bersama perusahaan rekaman Aquarius Pustaka Musik, dan Aquarius Musikindo menggugat UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Melly Goeslaw dkk menggugat UU 28/2014 tentang Hak Cipta karena tidak bisa menjerat digital service platform (platform layanan digital) yang dipakai oleh user generated content (UGC).
"Padahal kerusakan yang ditimbulkannya terhadap hak cipta sangatlah dahsyat," demikian bunyi salah satu alasan pemohon berdasarkan berkas gugatan yang dilansir website MK.
Melly Goeslaw menggugat Pasal 10 dan Pasal 114 UU Hak Cipta. Pasal 10 itu berbunyi:
"Pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya".
Sedangkan Pasal 114 menyatakan:
"Setiap Orang yang mengelola tempat perdagangan dalam segala bentuknya yang dengan sengaja dan mengetahui membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Cipta dan/ atau Hak Terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)".
Melly Goeslaw dan Aquarius meminta MK memberikan penafsiran lebih luas terhadap Pasal 10 menjadi:
"Pengelolaan tempat perdagangan dan/atau platform layanan digital berbasis user generated content (UGC) dilarang membiarkan penjualan, penayangan, dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan dan/atau layanan digital yang dikelolanya".
"Dengan dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 4 miliar," demikian permohonan Melly Goeslaw dan Aquarius.
Alasan Melly Goeslaw dan Aquarius mengajukan gugatan itu:
Rentannya teknologi yang dipergunakan dalam Platform Layanan Digital terhadap terjadinya pelanggaran hak cipta, maka beberapa penyedia/pengelola/pembangun Platform Layanan Digital telah menyadari dan meminta izin penggunaan lagu-lagu milik Pemohon | untuk disediakan di dalam perpustakaan suara (audio/sound library) di aplikasi milik aplikator tersebut agar dapat dipergunakan ole penggunanya sebagai materi atau bahan pembuatan video yang akan di-upload/diunggah sebagai UGC ke dalam aplikasi yang bersangkutan.
Kendati demikian, beberapa pengelola Platform Layanan Digital dengan sengaja berlindung di balik SE Kominfo Nomor 5/2016 untuk tidak bersedia mengurus perizinan hak cipta dan/atau memperoleh persetujuan penggunaan lagu-lagu dari pencipta atau pemegang hak cipta.
Penyelenggara Platform Layanan Digital itu dengan akal licik membenturkan pencipta atau pemegang hak cipta dengan pengguna, yang nota bene anggota masyarakat yang kurang 'melek' hukum, padahal keberlanjutan dari suatu aplikasi sangat bergantung pada penggunanya.
Kenyataan seperti itu ternyata tidak terakomodasi dalam UU Hak Cipta sebagai akibat pesatnya perkembangan teknologi di satu sisi dan lambannya hukum dalam menyikapi fenomena-fenomena yang terjadi di dalam masyarakat.
Terlebih lagi, konsep hukum sering kali tertinggal jauh dari praktik-praktik bisnis yang diciptakan dengan mengeksploitasi kekinian teknologi. Kendati pun teknologi itu akan memberikan imbas negatif terhadap pelaku-pelaku industri hak cipta, seperti halnya yang dialami Aquarius, Di mana secara nyata pengelola Platform Layanan Digital berbasis USC dengan sengaja menghindari tanggung jawab hukum sekalipun mengetahui adanya materi pelanggaran hak cipta yang di-posting, diumumkan dan ditampilkan bahkan dapat dibagikan dan terhadapnya telah diperingatkan.