Melirik Usaha Ayam Petelur Rumahan di Cepu
Butuh keberanian untuk mengambil risiko gagal saat hendak memulai usaha. Terlebih, modal yang dirogoh cukup besar. Uang itu berasal dari kredit perbankan. Di lahan berukuran 6x20 meter, kandang ayam petelur berbahan kayu berdiri dengan kapasitas 800 ekor.
Dari ratusan ekor ayam petelur itu, setiap harinya mampu memproduksi 35 kilogram (kg) telur siap jual. Mampu mencukupi kebutuhan telur warga sekitar kandang. Selebihnya dijual di pasaran.
Tidak terpengaruh pandemi Covid-19, meskipun usaha tersebut dimulai saat pandemi masih berlangsung di tahun 2021 lalu. Usaha bisa bertahan hingga saat ini.
Usaha ayam petelur skala rumah tangga ini digeluti oleh Wiji, warga Desa Nglanjuk Kecamatan Cepu. Ketertarikannya untuk memulai usaha ini, saat dia diajak rekannya untuk melihat usaha sejenis di wilayah Kecamatan Jiken.
Dengan harga telur yang relatif stabil dan banyak dibutuhkan masyarakat, usaha ini cukup menjanjikan. Meskipun skala rumah tangga. “Kebutuhan harian untuk rumah tangga bisa tercukupi,” ceritanya kepada Ngopibareng.id, Senin 13 Juni 2022.
Setelah beberapa kali melakukan konsultasi dan diskusi dengan pelaku usaha yang telah lama berkecimpung, dia memantapkan diri untuk memulai. “Dengan lahan terbatas, saya ambil kredit dari bank. Ditambah modal sendiri,” jelas Wiji.
Mendapat bimbingan dari ahlinya, pria yang juga menjabat kepala desa ini, sempat ketar ketir dengan tingkat keberhasilannya. Namun, keraguannya terjawab, bertahan dan bisa menjadi penghidupan.
Dalam mengelola usahanya, dia hanya dibantu satu orang. Ini pun melakukan semua pekerjaan. Mulai membuat pakan, membersihkan kandang, dan memanen telur setiap harinya. “Memang idealnya, seribu ekor ayam dipegang satu orang,” jelasnya.
Dari awal mulai usaha, usia ayam 16 minggu sampai sekarang ini, tingkat kematian ayam tergolong rendah. Sebab, daya tahan tubuh ayam tetap terjaga. Total baru 60 ekor ayam yang mati. Namun, sudah diisi kembali 70 ekor untuk mengganti ayam yang mati.
“Untuk menjaga produksi telur tetap stabil,” jelas Wiji.
Dibeberkannya, untuk menjaga daya tahan dari penyakit, kebersihan kandang harus tetap terjaga. Termasuk menjaga lantai dan kandang tetap kering. Rutin melakukan penyemprotan. Setiap pemberian makan, selalu dicampur dengan ramuan herbal untuk menjaga daya tahan tubuh.
Yang lebih penting, kata dia, suara musik dengan volume cukup tinggi harus tetap didengarkan. “Supaya ayam tidak stres. Karena tingkat produktivitas akan terganggu. Juga ancaman kematian,” ujarnya.
Dari sisi ekonomi, Wiji menjelaskan, usaha ini cukup menjanjikan. Untuk menjualnya tidak terlalu sulit, karena banyak yang butuh. Didukung adanya pelanggan tetap. “Setiap empat hari sekali, sekira satu kuintal sampai satu setengah kuintal diambil sales. Dengan harga rata-rata sekarang ini Rp24.000 per kilogram,” ujarnya.
Tidak terlalu terpengaruh, meskipun banyak telur dari luar wilayah Blora masuk di pasaran. “Kita ada paguyuban. Sehingga bisa tahu informasi perkembangan terbaru untuk mengambil langkah bisnis selanjutnya,” tandasnya.
Wiji menambahkan, bakal membuat satu kandang lagi untuk mengembangkan usahanya. Karena melihat potensi pasar yang cukup menjanjikan. “Kisaran untuk 500 sampai 800 ekor,” tambahnya.