Milenial Diminta Membumikan Kebaya Warisan Budaya Indonesia
Masyarakat yang mengatakan bahwa berkebaya itu kuno, ndeso, hanya pantas untuk dipakai emak emak, pemikiran semacam itu harus diluruskan.
Kebaya adalah identitas budaya asli Indonesia. Boleh dipakai oleh siapa saja. Untuk pesta
dan ke kantor sekalipun, kebaya tidak memalukan bahkan tampak anggun.
Hal itu disampaikan penggiat perempuan berkebaya, Tantri Relatami dalam diskusi upaya membumikan kebaya sehubungan dengan Pekan Budaya Nasional di Gelora Bung Karno, Senayan, Senin, 7 Oktober 2019.
Tantri yang merangkap sebagai dewan pengawas RRI, bangga menjadi bagian dari perempuan berkebaya. "Tidak ada rasa minder sedikit pun dan tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam yang saya anut, karena semua aurot tertutup. Kan itu yang penting," kata Tantri meyakinkan peserta diskusi.
Dengan alasan tersebut, Tantri mengingatkan, perempuan Indonesia jangan ragu-ragu memakai dan membumikan kebaya.
Ketua komunitas perempuan berkebaya Indonesia Rahmi Hidaya, dalam diskusi di ruang terbuka di bawah sinar matahari, berbicara tentang upaya mensosialisasikan berkebaya bagi perempuan Indonesia.
"Alhamdulillah responnya cukup baik. Banyak perempuan profesionsional yang berkebaya waktu ke kantor," kata Rahmi.
Bahkan, khabar baru yang menggembirakan, di beberapa perguruan tinggi sudah ada komunitas mahasiwi berkebaya. "Ini berita yang menyenangkan untuk membumikan kebaya," katanya.
Melihat respon yang cukup besar terhadap kebaya, Rahmi optimis upaya memperoleh pengakuan dari UNISCO yang sedang diperjuangkan oleh pemerintah melalui Dirjen Kebudayaan Kemendikbud akan berhasil.
Tapi, kata rahmi, semuanya itu tergantung pula pada kesungguhan perempuan Indonesia dalam membumikan kebaya sebagai warisan budaya asli Indonesia. (asm)