Melihat Revitalisasi Warisan Budaya Candi Muaro Jambi
Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sedang berupaya revitalisasi warisan budaya Indonesia Candi Muaro Jambi. Situs peninggalan sejarah ini terletak di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muaro Jambi, Provinsi Jambi, yang telah mendapat status warisan budaya nasional, kini menjadi salah satu fokus dan prioritas revitalisasi pemerintah Indonesia.
Plt. Kepala Biro Kerjasama dan Humas Kemendikbud Ristek Anang Ristanto mengatakan untuk menggaungkan Candi Muaro Jambi. Ia bersama Kepala Balai Perlindungan Kebudayaan Wilayah V, mengundang forum wartawan pendidikan (Fortadik) termasuk ngopibareng.id, melihat langsung upaya pemerintah untuk menyelamatkan situs bersejarah Muaro Jambi.
Kunjungan ke kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muaro Jambi, dimulai hari ini Sabtu 3 Februari 2024, hingga Minggu 4 Februari 2024. Kepala Balai Perlindungan Kebudayaan Wilayah V, Agus Widiatmoko memandang pentingnya mengoptimalkan program Merdeka Belajar. Melalui revitalisasi ini. pemerintah berharap dapat menghidupkan kembali semangat pendidikan yang telah ada sejak abad ke-8.
Pengungkapan temuan arkeologis di KCBN Muaro Jambi pada garis besarnya menunjukkan bahwa kawasan ini bukan hanya sekadar candi bersejarah. Sebaliknya, ia adalah pusat pendidikan Buddhisme tertua dan terluas di Asia Tenggara pada masa lampau. Candi Muaro Jambi, kompleks percandian agama Hindu-Buddha terluas di Asia Tenggara yang diduga peninggalan kerajaan Sriwijaya atau kerajaan Melayu, kini menjadi saksi bisu dari sejarah gemilang Indonesia.
Dengan luas 3.981 hektar, Candi Muaro Jambi terletak di Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Indonesia. Kompleks candi ini, diperkirakan berasal dari abad ke-7 hingga ke-12 M, menjadi situs candi terbesar dan terawat dengan baik di Pulau Sumatra. Sejak tahun 2009, kompleks ini telah dicalonkan ke UNESCO untuk menjadi Situs Warisan Dunia.
Pertama kali dilaporkan pada tahun 1824 oleh seorang letnan Inggris bernama S.C. Crooke, kompleks percandian Muaro Jambi baru mulai mendapatkan perhatian serius pada tahun 1975. Pakar epigrafi Boechari menyimpulkan bahwa peninggalan ini berasal dari abad ke-7 hingga ke-12 Masehi. Dalam kompleks percandian ini, sembilan bangunan telah dipugar dan menampilkan corak Buddhisme. Antara lain adalah Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano.
Selain sebagai warisan budaya, kompleks percandian Muaro Jambi memiliki struktur dan tinggalan sejarah lainnya. Dengan gundukan tanah (menapo) yang belum dikupas, parit atau kanal kuno, kolam penampungan air, serta gundukan tanah dengan struktur bata kuno, kompleks ini menjadi bukti kehidupan dan pertemuan berbagai budaya pada masa lalu.
Oleh masyarakat setempat, gunung kecil di kompleks tersebut disebut sebagai Bukit Sengalo atau Candi Bukit Perak. Gunung kecil tersebut bukan hanya sebuah gundukan tanah buatan manusia, tetapi juga saksi bisu perjalanan sejarah kompleks percandian Muaro Jambi.
Dengan revitalisasi yang sedang dilakukan, harapannya adalah Candi Muaro Jambi akan terus menjadi pusat pendidikan, bukan hanya di tingkat nasional tetapi juga di tingkat Asia Tenggara. Sebagai situs bersejarah dan warisan budaya yang berharga, Candi Muaro Jambi akan terus menjadi tempat pembelajaran dan inspirasi bagi generasi masa depan.
Di kawasan Muara Jambi ini, disebutkan terdapat ribuan pohon buah duku yang dikelola oleh masyarakat sekitar, dan hasil panennya masuk ke kas negara. Pernah menghasilkan jutaan kilogram. Ini menjadi sejarah, karena baru KCBN yang bisa menambah uang kas negara dari hasil panen kebun duku.
Agus mengingatkan untuk memasuki kawasan cagar budaya nasional Muaro Jambi, ada aturan yang harus ditaati, salah satunya tidak boleh membawa botol plastik, saat berkeliling kawasan dilarang menggunakan kendaraan bermotor.