Melihat Remisi Pembunuh Jurnalis dari Perspektif Hukum dam HAM
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Abdul Wachid Habibullah, menyoroti kebijakan pemerintah yang memberikan remisi terhadap I Nyoman Susrama, otak pembunuh jurnalis Jawa Pos Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
Ia menduga, pemberian remisi yang tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 29 Tahun 2018 terhadap 124 terpidana, dan salah satu di antaranya adalah Susrama, tak betul-betul diteliti oleh Jokowi.
"Jangan-jangan Jokowi tidak baca keppres itu, bahwa dari 124 orang salah satunya adalah pelaku pembunuhan terhadap jurnalis, Susrama, ini ketidak telitian," kata Wachid, saat ditemui di Kantor KontraS Surabaya, Senin, 4 Februari 2019.
Pemberian remisi kepada Susrama itu, membuat si oembunuh jurnalis dari yang tadinya mendapat hukuman penjara seumur hidup, menjadi hanya 20 tahun penjara saja.
Bagi Wachid, ada kejanggalan terhadap pemberian remisi tersebut, sebab prosedur memberikan remisi terhadap terdakwa hukuman seumur hidup sebenarnya sebagaimana diatur dalam Keppres 174 tahun 1999 pasal 9, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi.
"Salah satu syaratnya adalah dia sudah menjalani hukuman 5 tahun. Dan kedua adalah dia berkelakuan baik dan mengakui perbuatannya," kata dia.
Syarat yang kedua itulah yang, menurut Wachid belum bisa dipertanggungjawabkan. Sebab ia masih belum tahu, kejelasan apa yang didapat oleh pemerintah sehingga memberikan remisi tersebut.
"Proses seperti ini masyarakat tidak diberi penjelasan dan dugaan Susrama tidak berkelakuan baik dan sama sekali tidak mengakui perbuatannya dalam membunuh wartawan Prabangsa," kata dia.
Sementara itu, Ketua Pusat Studi Hak Asasi Manusia (HAM) Herlambang P Wiratman, bila dikaji dari sudut pandang human right, Susrama tentu tak layak mendapatkan remisi atau impunitas.
Sebab menurutnya, perbuatan Susrama sudah terbukti mencederai kebebasan pers dan melanggar hak masyarakat untuk memperoleh keterbukaan informasi di media.
Seperti diketahui, Prabangsa dibunuh usai menukis kasus korupsibproyek Dinas Pendidikan Bangli yang dilakukan Susrama di Bali.
Ditambah lagi, Susrama tidak pernah mengaku bersalah. Apalagi mengakui dirinya sebagai otak pembunuhan Prabangsa, sepuluh tahun silam.
"Padahal pengakuan bersalah ini menjadi salah satu syarat pemberian remisi," kata Herlambang, di lokasi yang sama.
Di sebuah media nasional, kata Herlambang, kakak Susrama, I Nengah Arnawa, yang juga mantan Bupati Bangli ini malah menyebut pemberian remisi terhadap adiknya ini sudah tepat, sebab menurut dia Susrama hanya kambing hitam dalam perkara ini. (frd)