Melihat Produksi Patola, Kue Khas Ramadan Dari Banyuwangi
Banyuwangi memiliki beragam jajanan khas yang hanya ada di bulan Ramadan. Salah satunya adalah kue Patola.
Kue berbahan dasar tepung beras ini merupakan takjil favorit warga Banyuwangi khususnya masyarakat suku Using, suku asli Banyuwangi. Kue ini sudah dikonsumsi masyarakat Banyuwangi secara turun temurun
Di bulan Ramadan, kue patola sangat mudah ditemukan. Hampir semua pedagang takjil Ramadan menyediakan kudapan yang satu ini. Biasanya pedagang takjil mematok harga satu porsi patola sebesar Rp5.000.
Salah satu pembuat kue Patola di Banyuwangi adalah Maslekah, 47 tahun, warga Gang Syafaat, Lingkungan Krajan, Kelurahan Singonegaran Banyuwangi. Perempuan ini sudah puluhan tahun menjadi pembuat kue patolah.
“Saya sudah sejak tahun 2.000 membuat kue patola,” jelasnya, Jumat, 31 Maret 2023.
Perempuan berhijab ini menuturkan, sejak kecil sudah dikenalkan kue patola untuk menu buka puasa oleh orang tuanya. Berdasarkan cerita orang tuanya, kue patola ini sudah menjadi menu buka puasa sejak zaman buyut-buyut-buyutnya.
“Dari nenek dan buyut kue patola ini sudah ada untuk buka puasa. Memang kue khas masyarakat Banyuwangi yang hanya ada di bulan puasa,” bebernya.
Eka, panggilan perempuan ini, mengatakan, setiap hari dirinya mulai memasak kue patola sejak pukul 03.00 WIB. Dia memasak dengan dibantu enam orang. Dia memproduksi kue patola lengkap dengan kuah santan manis yang nikmat. Biasanya, proses memasak kue patola ini tuntas sekitar pukul 01.00 WIB.
Proses pembuatan kue patola ini cukup mudah dan sederhana. Pertama-tama, tepung beras dikukus sampai mengeras. Setelah mengeras, kemudian disiram dengan air panas. Selanjutnya tepung beras diberikan pewarna makanan dan garam secukupnya.
Di tempat Eka, kue patola hanya dibuat tiga warna saja. Yakni putih, hijau dan merah muda. Selanjutnya, tepung beras yang sudah diberi pewarna dan garam diaduk hingga mendapatkan kekenyalan yang diinginkan.
“Setelah itu, tinggal dibentuk dengan cetakan lalu dikukus lagi hingga masak,” bebernya.
Untuk kuahnya, menurut Eka, dibuat dari santan kelapa, gula merah, sedikit gula putih, garam dan juga daun pandan untuk menambah aromanya. Setelah semuanya matang, kua patola dan kuah santannya ini kemudian dikemas dalam plastik mika. Satu porsi berisi tiga buah kue patola.
“Dari saya, satu bungkus ini harganya cuma Rp4 ribu,” katanya.
Dalam sehari, Eka bisa memproduksi 1.250 bungkus kue patola. Dia tidak perlu susah-susah memasarkan, karena pedagang atau reseller yang berjualan di pasar takjil atau pasar tradisional sudah siap membeli daganganya. Ada puluhan reseller yang setiap hari membeli kue patola buatan Eka.
Sejak tahun 2022 lalu, usaha kue patolanya kembali ramai. Begitu juga tahun ini. Berbeda dengan saat pandemi covid-19 melanda di tahun 2020-20221. Omset penjualannya menurun jauh. Namun dia tetap bertahan untuk terus menghidupi keluarga dan menyekolahkan anaknya. Di luar bulan Ramadan, dia melayani pesanan berbagai makanan.
“Kalau pas musim corona itu omset turun lebih dari 50 persen, Alhamdulillah mulai tahun kemarin sudah ramai lagi,” ungkapnya.
Penjualan kua patola ini, sambungnya akan semakin meningkat pada 10 hari terakhir bulan Ramadan. Apalagi pada saat malam-malam ganjil di akhir bulan Ramadan. Biasanya semakin banyak pesanan yang datang.
“Banyak yang pesan untuk acara di kantor-kantor, terakhir malam lebaran itu,” terangnya.
Salah seorang reseller pelanggan Eka, Betty Prasetyo mengatakan, setiap tahun dirinya selalu kulakan di tempat itu. Dia langganan di tempat ini karena memang kue Patola buatan Eka sangat enak dan produksinya cukup banyak.
Setiap hari, Betty mengaku kulakan puluhan bungkus kue patola. Kue tersebut kemudian dia jual lagi kepada pelanggannya.
“Alhamdulillah laris, harganya juga terjangkau,” bebernya.
Advertisement