Melihat Kembali Catatan Proses Penetapan Hari Jadi Kota Surabaya
Sebentar lagi kota Surabaya memperingati Hari Jadinya, yang jatuh pada 31 Mei. Tahun ini bisa diprediksi bahwa peringatannya tidak akan seperti tahun lalu dan tahun tahun sebelumnya karena dampak pandemic Covid 19. Namun bagaimana pun tanggal 31 Mei mendatang akan tetap diingat sebagai hari jadi kota Surabaya, yang tahun 2020 ini genap 727 tahun.
Siapakah tokoh walikota Surabaya yang berjasa dalam mempertimbangkan hingga akhirnya menetapkan 31 Mei 1293 sebagai hari jadi kota Surabaya. Setidaknya ada dua walikota. Pertama, diawali oleh walikota Soekotjo (1973) dan selanjutnya dipungkasi oleh walikota Soeparno (1975).
Walikota Soekotjo (1965-1974)
Menurut penulis HM Yousri Nur Raja Agam, awalnya kota Surabaya memperingati hari jadinya pada 1 April. Namun, peringatan yang sudah berjalan sejak tahun 1906 itu dirasakan kurang sesuai dengan kearifan lokal.
Sebab, tanggal 1 April 1906 yang dijadikan pedoman peringatan hari jadi atau hari ulang tahun, adalah tanggal pembentukan Pemerintah Kota Surabaya yang di zaman Hindia Belanda disebut Gemeente Surabaya.
Setelah menerima berbagai saran, usul dan bahkan kritik dari warga kota yang disampaikan baik secara langsung, melalui surat dan menulis opini di media massa, tentang Hari Jadi Surabaya, akhirnya Pemerintah Kota Surabaya, melalui Walikotamadya Surabaya, Soekotjo (1973) memutuskan membentuk sebuah tim untuk mengkaji ulang hari jadi kota Surabaya.
Sebelum memutuskan untuk membentuk tim peneliti, Walikota Soekotjo mendapat masukan dari Kepala Kantor LKBN saat itu, Wiwiek Hidajat. Sejumlah artikel pada buletin dan surat kabar, yang bersumber pada dan memuat sejarah Surabaya, diberikan kepada walikota sebagai bahan pertimbangan.
Di antaranya adalah cerita tentang peringatan hari jadi kota Surabaya yang jatuh pada 1 April 1906. Tim peneliti mengangap bahwa tanggal 1 April 1906 berbau kolonial dan tidak mengandung kearifan lokal. Karenanya tanggal itu perlu dikaji.
Walikota Soekotjo, yang menjabat mulai 1965 hingga 1974, benar benar bersemangat dengan gagasan mengkaji ulang hari jadi kota Surabaya yang selama itu diperingati setiap tanggal 1 April.
Menurut Wiwiek Hidajat, Walikota Soekotjo langsung mengajak Wiwiek bertemu di ruang kerjanya. Bahan-bahan berupa kliping berita dan tulisan tentang Sejarah Surabaya itu dibawanya untuk dipelajari bersama.
Setelah berdiskusi, Walikota Soekotjo memanggil ajudan agar menelepon beberapa orang staf. Hadir empat orang. Salah satu stafnya adalah Pakiding. Ia diserahi tugas untuk mempersiapkan pembentukan Tim Peneliti Sejarah Surabaya, khususnya untuk menentukan tanggal yang pantas untuk hari jadi kota Surabaya, menggantikan tanggal 1 April 1906.
Sehari setelah peringatan Hari Jadi atau HUT (Hari Ulang Tahun) ke-67 Kota Surabaya, yakni tanggal 2 April 1973, Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surabaya R Soekotjo mengeluarkan Surat Keputusan No.99/WK/73 tentang perlunya diadakan kaji ulang penentuan Hari Jadi Kota Surabaya.
Untuk melengkapi SK Walikota Surabaya No.99/WK/73 itu, Walikota Surabaya, R. Soekotjo kemudian menerbitkan SK No.109/WK/73 tanggal 10 April 1973 tentang Pembentukan Tim Penelitian Hari Jadi Kota Surabaya. Susunan tim sebagaimana disebut pada poin di atas (3.3.2. Tim Peneliti Hari Jadi Kota Surabaya).
Salah satu alasan dibentuknya tim, diungkap pada dasar SK tersebut, yaitu: bahwa hari ulang tahun Kota Surabaya pada tanggal 1 April, adalah saat peresmiannya sebagai Gemeente Surabaya pada tanggal 1 April 1906 oleh Pemerintah Belanda.
Tanggal hari ulang tahun Kota Surabaya tersebut di atas (1 April) selain berbau kolonial juga tidak sesuai dengan kenyataan, karena Surabaya sudah ada jauh sebelum tanggal tersebut. Nama ‘Surabaya’ tersebut dalam beberapa literatur kuno (prasasti).
Selanjutnya, Tim Peneliti Hari Jadi Kota Surabaya mulai melaksanakan tugasnya. Dengan berselang waktu sekitar lima bulan (10 April 1973 - 27 September 1973), Tim Peneliti Hari Jadi Kota Surabaya menyampaikan laporan hasil kerja kepada Walikota Surabaya, R. Soekotjo.
Laporan ini ditulis secara resmi dengan surat No.36/II/73/TP.HJKS tanggal 27 September 1973. Surat itu intinya meminta Pemerintah Kota Surabaya agar menetapkan satu di antara tiga alternatif tanggal dan satu "minderheids nota".
Tanggal-tanggal yang diajukan itu adalah:
1. Tanggal, 31 Mei 1293 Masehi,
Yaitu: saat kemenangan tentara Raden Wijaya atas tentara Tartar. (berdasarkan laporan penelitian ilmiah Drs Heru Soekadri, Kol Laut Dr Sugiyarto dan Wiwiek Hidayat).
2. Tanggal, 11 September 1294Masehi,
Yaitu saat penganugerahan tanda jasa kepada kepala desa dan rakyat desa Kudadu atas jasanya menyelamatkan Raden Wijaya.
3. Tanggal, 7 Juli 1358Masehi,
Yaitu suatu tanggal pada Prasasti Trowulan, di mana disebutkan untuk pertamakalinya nama Surabaya dengan tulisan SURABAYA (menurut transkripsi dari huruf Jawa kuno ke huruf Latin). Surabaya dinyatakan selaku naditira pradeca sebagai salah satu tempat penambangan ke pulau-pulau Nusantara atau pelabuhan intersuler. (laporan ilmiah itu disampikan oleh Issatrijadi dan Soenarto Timoer).
4. Tanggal, 3 November 1486 Masehi,
Yaitu tanggal pada Prasasti Jiu di mana Adipati Surabaya menurut pakem melakukan pemerintahan (Laporan dari Soeroso).
Setelah menerima laporan dari panitia bersama, selanjutnya Walikota Surabaya, R.Soekotjo dengan suratnya No.0.104/20 tanggal 27 Desember 1973, mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) Kota Surabaya, dengan tidak mengurangi kebebasan mengeluarkan pendapat dari pihak legislatif, agar dapatnya dipilih tanggal 31 Mei 1293 Masehi sebagai Hari Jadi Kota Surabaya, sebagai pengganti 1 April 1906, dengan alasan bahwa kemenangan Raden Wijaya atas tentara Tartar (tentara kolonial Khu Bi Lai Khan) merupakan suatu kebanggaan (pride) rakyat Surabaya khusunya dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Karena apabila dihubungkan dengan peristiwa 10 November 1945, membuktikan kepada kita bahwa sejak dari dahulu bangsa Indonesia bertekad untuk tidak mau dijajah.
Namun, DPRD Kota Surabaya, yang menerima usulan perubahan peringatan Hari Jadi Surabaya dari tanggal 1 April 1906 menjadi tanggal 31 Mei 1293, tidak sertamerta menyetujui. Pimpinan DPRD menugaskan Komisi A untuk melakukan kajian dan pembahasan.
Beberapa kali diselenggarakan rapat khusus untuk menentukan tanggal yang dapat ditetapkan atau dipilih. Jalannya kajian dan pembahasan ini berjalan alot dan membutuhkan waktu. (Bersambung…)