Melebarkan Kembali Dunia Politik
Dunia politik itu sejatinya sangatlah lebar nan luas. Ia bicara masalah yang besar-besar, sedang orang-orang yang terlibat dalam dunia politik pikirannya juga besar-besar. Tapi kini dunia politik itu dibuat sangat sempit oleh orang-orang yang jiwanya memang sempit akibat berfikir pendek. Karena politik hanya dianggap kendaraan mencari posisi, lalu korupsi hingga dirinya berada dalam terali besi.
Padahal politik adalah lahan yang lebar untuk berlomba-lomba berbuat kebajikan bagi semua. Muhammadiyah mengenal tradisi ini dengan fastabiqul khairat. Berlomba dalam menuju kebaikan dan takwa, dan bukan bergotong-royong dalam keburukan dan dosa.
Sedemikian pentingnya dunia politik itu maka, politik haruslah diperjuangkan. Mengapa? Agar jangan sampai politik itu diurus oleh orang yang tidak mengerti apa hakikat politik itu sendiri. Jangan sampai politik itu mereka pahami seperti praktik bisnis perusahaaan yang bicara untung dan rugi.
Politik akan bicara soal adil dan tidak adil, soal beradab dan tidak beradab, soal pentingnya kesejahteraan sosial, pentingnya menjaga kesehatan masyarakat hingga pentingnya kecerdasan warganya. Oleh sebab itu adalah kesalahan besarlah bagi orang yang mendirikan partai politik lalu mereka jadikan partai politik itu sebagaimana perusahaan. Salah total, dan itu salah alamat.
Namun faktanya, akhir-akhir ini partai politik itu mereka paksa sebagai pseudo company agar terhindar dari pajak. Mereka menggunakan seluruh instrumen partai untuk memacu produktivitas pengaruh politik untuk menjadi uang. Oleh karena itu suatu jabatan dalam birokrasi dikenakan tarif sesuai dengan tingkat produktivitas mesin birokrasi itu dalam mencetak uang. Jabatan kepala daerah harus dibeli dengan puluhan milyar begitu jabatan seorang menteri biasanya disodorkan oleh kelompok oligarki yang dananya disediakan para Taipan.
Harap dimaklumi jika terjadi kemenangan atas kandidat tertentu, maka akan banyak orang yang berkeinginan untuk membeli suatu jabatan politik tertentu dengan nilai tarif tertentu pula. Di sinilah titik krusialnya karena politik dimaknai secara sempit dan naif.
Sejak reformasi bergulir, para taipan itu selalu berada di sekeliling kandidat presiden tertentu agar jika kelak mereka menang merekalah yang akan memperoleh konsesi ekonomi nasional. Sedang rakyat hanya dimobilisasi sebagai alat legitimasi politik.
Bagaimana dengan elit politik? Biasanya mereka diselesaikan terlebih dahulu oleh agen-agen politik di parlemen. Politik diatur sedemikian rupa sehingga dunia politik semakin sempit. Sebab secara praktis dilapangan dunia politik diseret masuk dari urusan publik menjadi urusan privat atau orang perorang.
Dengan demikian, mesin birokrasi politik negara bekerja dengan sangat lambat, tertatih-tatih. Tidak ada konsistensi antara pikiran, sikap dan perbuatan. Mesin birokrasi itu menjadi lemot, kadang ngadat karena pelumasnya kering disedot para lintah darat si pembeli posisi dan kewenangannya.
Kondisi seperti itu terus terulang karena birokrasi politik itu bekerja tanpa kontrol yang jelas sebagai mesin politik yang modern. Walhasil, karena kerjanya terseok-seok, maka mesin itu menjadi boros, dan berbiaya tinggi. Mesin-mesin itu pun lama-lama mangkrak seperti onggokan besi tua yang hanya laku jika ditimbang kiloan. Begitulah kira-kira nasib mesin politik yang dilumuri oleh oli palsu buatan para Taipan penghisap itu.
Berharap Kondisi Berubah
Kondisi ini jelas akan berubah, apakah direncanakan atau tidak direncanakan, semua ini akan berubah. Namun jika perubahan itu dibiarkan secara alamiah maka tentu butuh waktu yg relatif panjang. Menunggu rakyat marah, lalu terjadi perubahan tentu jalan yang sebaiknya dihindari. Harus ada kesadaran dari seluruh pemangku kekuasaan untuk bersama berubah. Menjadikan urusan negara adalah urusan yang lebar dan besar.
Jika negara hanya mengabdi pada kepentingan Taipan, maka negeri ini akan segera hancur secara alamiah. Mengapa, karena secara sosial ada proses pemiskinan struktural yang akan berbuah protes sosial, bahkan kerusuhan hingga revolusi sosial. Fenomena penyempitan medan perjuangan politik akan mengerucut menjadi perubahan sosial besar yang meruntuhkan bangunan material para kapitalis itu sendiri.
Kebencian rakyat terhadap rezim berkuasa akan mudah tercipta dan termobilisasi untuk ngamuk secara bersama. Apalagi di masa Covid-19 ini masyarakat mayoritas dalam keadaan sangat susah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya setiap hari.
Hal ini jangan sekali kali dianggap remeh karena menyangkut hidup dan mati jutaan manusia yang saling terhubung.
Lalu bagaimana mengubah kondisi politik yang buruk itu. Kita tidak bisa berharap sepenuhnya dari pemerintah pusat yang sudah dikelilingi oligarki yang sudah buta dan tuli. Sebaiknya kita berharap pada pemerintah daerah yang dalam langsung beehubungan dengan masyarakat. Bantulah kepala daerah agar mereka bisa menjalankan tugasnya dengan lebih baik. Bantu mereka agar kekuasaan ditangannya tidak direcoki oleh kepentingan kelompok oligarki pusat yang merugikan bangsa dan negara.
Jika gerakan kesadaran dari Pemerintah Daerah sudah kembali pada jalan yang benar, maka perubahan pada tingkat nasional akan lebih mudah untuk dilakukan. Selamat mencoba!!
Fathorrahman Fadli
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang)
Advertisement