Melatih Kejujuran, Seperti Beribadah di Hadapan Kambing
Berbagai problematika kehidupan masyarakat kita mengalami penurunan dalam hal akhlak yang baik (akhlakul karimah). Ya, di antara unsur yang selama ini menjadi perhatian serius, tak lain adalah masalah moral. Termasuk di dalamnya, adalah masalah kejujuran dan keikhlasan.
Melatih kejujuran dan keikhlasan memerlukan berbagai ikhtiar dalam beribadah. Ulil Abshar-Abdalla, pengampu Pengajian Kitab Ihya Ulumiddin karya Imam al-Ghazali, memberi catatan penting:
Dalam acara tahlilan untuk Haul Kiai Bisri Mustofa (ayahanda Gus Mus), Sabtu 2 November 2019 sore, Kiai Muaz Tohir (guru saya waktu di Madrasah Mathaliul Falah, Kajen, dulu), menyampaikan mauizhah hasanah yang menarik sekali.
Salah satu hal yang beliau kemukakan berkenaan dengan bagaimana kita bisa melatih diri untuk ikhlas, jujur-tanpa-pamrih dalam laku ibadah.
Kata beliau, jika kamu bisa beribadah di hadapan manusia seperti engkau beribadah di hadapan kambing, maka itulah tanda-tanda (baru tanda saja!) bahwa engkau ikhlas.
Beribadah di hadapan manusia, sangatlah mudah. Ada insentif sosial di sana. Berbuat baik di hadapan manusia bisa mendatangkan decak kagum, tepuk tangan, pujian, suit-suit ketakjuban dari orang-orang sekitar. Ini semua adalah insentif sosial yang membuat kita menjadi semangat beribadah.
Tetapi, persis di situ masalahnya: jika kita beribadah demi suit-suit dan tepuk tangan khalayak, maka kita tak lagi beribadah demi Tuhan. Kita beribadah demi "istihla' nadzaril khalqi" (nikmatnya dilihat orang ramai; the joy of being seen by others), meminjam istilah pensyarah Ihya', Syekh Murtada al-Zabidi (w. 1790), dalam kitab "Ithaf al-Sadat al-Muttaqin."
Tetapi beribadah di hadapan binatang seperti kambing jelas tidak mendatangkan insentif sosial apapun. Kambing tak akan merespon apapun yang kita perbuat - - baik perbuatan mulia atau jahat. Karena itu, jarang seseorang tertarik berbuat baik di hadapan segerombolan binatang, karena binatang-binatang itu toh tak akan menepuk-tangani perbuatan baik kita.
Jika kita bisa beribadah kepada Tuhan seperti di hadapan kambing, dan tak peduli kepada komentar siapapun di sekitar (artinya: kita hanya peduli pada Tuhan saja), di situlah kerohanian kita naik kelas.
Selamat menikmati...
*) Naskah dipetik dari akun facebook Ulil Abshar-Abdalla, Minggu, 3 November 2019.
Advertisement