Melangkahi Kuburan, Ternyata Begini Hukumnya
Belum lama ini, ada salah seorang yang kebetulan namanya mulai dikenal masyarakat, melakukan ziarah ke Makam Tokoh Islam di Jombang. Sayangnya, dia melangkahi makam tersebut. Sehingga menimbulkan heboh, karena melangkahi makam tokoh yang dihormati masyarakat, merupakan tindakan tidak sopan atau kurang adab.
"Ustadz, bagaimana sesungguhnya hukum melangkahi kuburan itu?" tanya Harmansyah, warga Buduran Sidoarjo pada ngopibareng.id. Pertanyaan serupa beberapa masuk ke Redaksi ngopibareng.id.
"Salah satu cara untuk menghormati orang yang telah meninggal adalah merawat dan menziarahi makamnya berikut menjaga adab-adab di dalamnya. Karena bagaimanapun, orang yang telah meninggal statusnya sama dengan orang yang masih hidup dalam hal kewajiban untuk menghormatinya," tutur Ustad M. Ali Zainal Abidin.
Berikut penjelasan lengkapnya:
Dalam berbagai kitab fiqih dijelaskan:
حرمة الميت كحرمة الحي
“Menghormati mayit sama halnya dengan menghormati orang yang masih hidup.”
Oleh sebab itu perilaku kita dalam menyikapi mayit atau orang wafat mestinya sama persis dengan cara kita dalam berperilaku pada orang yang masih hidup. Manusia sangat dimuliakan dalam Islam, tak hanya ketika hidup tapi juga ketika meninggal dunia. Tidak bernyawa bukan berarti setara dengan benda mati: kita boleh merendahkan jenazah dan kuburannya. Apalagi bila jasad yang bersemayam adalah dari kalangan orang-orang saleh.
"Ketika mendapati orang yang melakukan tindakan ini, alangkah baiknya pula kita tidak tergesa-gesa menghina dan menebar kebencian padanya. Hal yang dipandang tepat dan bijak adalah mengingatkannya bahwa perbuatan yang dilakukan menyalahi adab serta akan menyakiti mayit yang ada di kuburan tersebut, sehingga perbuatan yang sama tak terulangi lagi di kemudian hari."
Lalu apakah melangkahi kuburan termasuk merendahkan mayit?
Rasulullah ﷺ dalam salah satu haditsnya menjelaskan:
لأن أمشي على جمرة أو سيف أو أخصف نعلي برجلي أحب إلي من أن أمشي على قبر مسلم
“Sungguh aku berjalan di atas bara api atau pedang, atau aku menjahit sandalku menggunakan kakiku, lebih aku sukai daripada aku berjalan di atas kuburan orang Muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Kandungan makna yang terdapat dalam hadits di atas salah satunya bahwa melangkahi kuburan atau berjalan di atasnya merupakan bentuk perilaku yang tidak beretika. Kesimpulan ini bisa ditangkap dari redaksi “berjalan di atas bara api dan pedang” sebagai sesuatu yang niscaya tidak diinginkan oleh siapa pun.
Hal yang telah dijelaskan di atas ketika ditinjau dari sudut pandang adab. Berbeda halnya ketika permasalahan melangkahi kuburan ini kita kaitkan dengan hukum fiqih. Melangkahi kuburan secara fiqih adalah makruh untuk dilakukan oleh seseorang. Hukum makruh ini selamanya tetap kecuali ketika tidak ada jalan alternatif sama sekali untuk menuju tempat tujuan. Dalam kondisi terpaksa seperti ini status melangkahi atau berjalan di atas kuburan menjadi boleh.
Keterangan ini seperti yang terdapat dalam kitab Fiqih 'ala Mazahib al-Arba’ah:
ويكره المشي على القبور إلا لضرورة كما إذا لم يصل إلى قبر ميته إلا بذلك باتفاق
“Makruh berjalan di atas kuburan kecuali dalam keadaan darurat, seperti seseorang yang tidak bisa sampai pada kuburan mayatnya kecuali dengan cara melangkahi kuburan. Hukum ini telah menjadi kesepakatan para ulama.” (Abdurrahman Al-Jaziri, al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-Arba’ah, juz 1 hal. 841)
Meski secara fiqih hukumnya makruh, namun hendaknya seseorang tidak menganggap remeh hal ini dalam ranah etika serta dalam hal akibat yang ditimbulkan pada mayit yang dilangkahi kuburannya. Mayit akan merasa tersakiti jika terdapat orang yang bersikap tidak baik pada kuburannya, seperti yang terdapat dalam hadits Amr bin Hazm:
رَآنِي رَسُولُ اللهِ صَلى الله عَليه وسَلم مُتَّكِئًا عَلَى قَبْرٍ فَقَالَ: لاَ تُؤْذِ صَاحِبَ هَذَا الْقَبْرِ
“Rasulullah ﷺ melihat padaku bersandar pada kuburan. Lalu ia menegurku, ‘Jangan kau sakiti mayit yang ada di kuburan ini!’” (HR Hakim)
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menjaga adab di kuburan adalah tidak berjalan di area sekitar kuburan dengan menggunakan sandal atau sepatu. Meski jalan yang ditapaki tidak sampai melangkahi kuburan, namun jika dengan menggunakan sandal atau sepatu seseorang dianggap kurang begitu menjaga adab pada mayit yang ada di kuburan tersebut. Hal ini dikarenakan Rasulullah pernah melarang seseorang yang memakai sandal di sekitar kuburan dan memerintahkan padanya untuk melepasnya.
Berikut hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Basyir bin Khashasiyah:
أَنّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم رَأَى رَجُلا يَمْشِي بَيْنَ الْمَقَابِرِ فِي نَعْلَيْهِ ، فَقَالَ : يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ أَلْقِهِمَا
“Sesungguhnya Rasulullah ﷺ melihat lelaki yang berjalan di antara kuburan dengan memakai sandal. Lalu Rasulullah ﷺ menegurnya “Wahai orang yang memakai dua sandal, buanglah dua sandalmu itu!”
Demikian penjelasan tentang materi ini, secara umum dapat disimpulkan bahwa meski hukum melangkahi kuburan hanya sebatas makruh, namun di samping kemakruhan ini, orang yang melakukan tindakan ini dianggap sebagai cacat etika, sebab tidak menghormati mayit yang ada di kuburan. Bahkan banyak para ulama hadits menjadikan bab tersendiri dalam menjelaskan larangan berjalan di atas kuburan ini, hanya untuk menegaskan betapa perbuatan ini adalah perbuatan yang tidak baik.
Ketika mendapati orang yang melakukan tindakan ini, alangkah baiknya pula kita tidak tergesa-gesa menghina dan menebar kebencian padanya. Hal yang dipandang tepat dan bijak adalah mengingatkannya bahwa perbuatan yang dilakukan menyalahi adab serta akan menyakiti mayit yang ada di kuburan tersebut, sehingga perbuatan yang sama tak terulangi lagi di kemudian hari. Wallahu a’lam. (adi)
Advertisement