Melacak Sekilas Seni Rupa di Pasuruan
Oleh : Wahyu Nugroho
(Menyongsong “GANDHENG-RENTENG #11, PECUT DISEBLAKNO")
Kehidupan seni rupa di Pasuruan, baik kota maupun di kabupaten, pada kurun waktu 2008 ke belakang sangat gersang. Sangat menyolok perbedaannya dibanding dengan kota-kota terdekat Pasuruan - terutama Malang, Batu,apalagi Surabaya. Tiga kota tersebut begitu semarak aktifitas seni rupa dengan berbagai macam dinamikanya.
Penulis pernah mencoba menggali informasi aktifitas seni rupa di Pasuruan Raya. Sejak 1970 sampai 2008, atau dalam jangka waktu hampir 40 tahun, pameran seni rupa yang dilakukan di Pasuruan Raya lebih kurang sekitar 10 kali perhelatan saja. Itupun semuanya pameran bersama.
Perhelatan-perhelatan pameran tersebut di antaranya dilakukan oleh kelompok atau sanggar seni rupa yang ada di Pasuruan, misalnya : Sanggar Putih (Bangil), Sanggar Alit (Gempol), Sanggar Asri (Kota Pasuruan), Sanggar Mahardhika (Purwosari) kebetulan penulis salah satu pendirinya (1984), dan ada satu sanggar lagi dari Grati (penulis lupa namanya) yang merupakan ekstrakurikuler di suatu lembaga pendidikan setingkat SMP.
Pameran seni rupa pertama di Pasuruan Raya pada 1972. Tapi yang menyelenggarakan bukan komunitas atau perupa yang berasal dari Pasuruan, mereka adalah siswa-siswa SMSR Jogyakarta, yang kebetulan sedang melakukan pameran keliling. Kelompok siswa tersebut berpameran di Pasuruan selama 5 hari bertempat di Gedung Bayangkara Kota Pasuruan.
Ada juga kelompok mahasiswa seni rupa, kali ini berasal dari Pasuruan, menyelenggarakan pameran seni lukis dan patung pada 1989. Mereka berjumlah 6 orang, penulis salah satu di antaranya. Tempat penyelengaraannya juga di Gedung Bayangkara. Memang di Pasuruan saat itu nyaris tidak ada gedung yang cukup representatif atau harga sewanya terjangkau untuk penyelenggaraan suatu perhelatan seni rupa.
Selain pameran yang diselenggarakan oleh sanggar-sanggar, ada juga pameran bersama perupa Pasuruan bersifat insidental, yang tidak terikat suatu organisasi. Pameran tersebut misalnya diadakan di Pandaan dengan tajuk ‘Pasuruan Dalam Ihktiar’ (1997), di Gedung DPRD Kota pasuruan bertajuk ‘Tidak sekedar Numpang Lewat’ (2000), pameran ‘Ruang Ekspresi’, yang diselenggarakan oleh EO dari Yogyakarta ‘Mur Baut’.(2001)
Keberadaan sanggar atau komunitas seni rupa di Pasuruan sebelum 2008 juga tidak banyak. Sanggar-sanggar yang pernah ada di antaranya : Sanggar Asri, Sanggar Putih, Sanggar Alit, Sanggar Mahardhika, Kelompok seniman bernama Kasurupan, mungkin masih ada lagi tapi tidak populer. Rata-rata usia dari sanggar dan kelompok seni rupa tersebut relatif pendek. Kalaupun masih hidup hanyalah sekedar nama, namun aktitifasnya tidak ada. Yang masih hidup adalah Sanggar Putih, meski akhir-akhir ini geliatnya juga mulai surut.
Kebanyakan anggota sanggar di Pasuruan adalah siswa sekolah, hanya Sanggar Asri, kelompok seniman Kasurupan, dan Mahardhika, anggotanya ada yang sudah dewasa. Namun Sanggar Asri dan Kasurupan, belum penulis dengar secara rutin menyelenggarakan perhelatan pameran. Sanggar Mahardika hanya dua kali, Sanggar Asri pernah satu kali, sedang Sanggar Kasurupan belum pernah.
Dengan minimnya jumlah jumlah pameran dan keberadaan sanggar atau kelompok seni rupa yang ada di Pasuruan berkonsekuensi minimnya jumlah perupa yang intens berkarya. Rata-rata baru berkarya jika akan menyelenggarakan pameran.
Geliat aktifitas pameran seni rupa di Pasuruan baru terasa sejak 2008, yaitu sejak berdirinya organisasi seni bernama KGSP. Organisasi ini sejak berdirinya secara aktif setiap tahun menyelenggarakan perhelatan seni bertajuk GANDHENG-RENTENG. Selain perhelatan tahunan juga menyelenggarakan pameran dalam kelompok- kelompok kecil.
Sejak adanya perhelatan GANDHENG-RENTENG inilah mulai bermunculan kelompok-kelompok seni rupa baru di Pasuruan, di kota dan kabupaten, entah karena pengaruhnya secara langsung atau tidak dari perhelatan tersebut. Atau mungkin karena ada yang belajar seni di luar kota, kemudian membentuk kelompok di Pasuruan. Selain itu, juga mulai bermunculan perupa-perupa muda. Sebelumnya hanya perupa-perupa tertentu saja yang muncul di permukaan, itupun jumlahnya tidak sampai 10 jari yang tersebar di seluruh wilayah Pasuruan Raya.
Sejak adanya GANDHENG-RENTENG itu pulalah seni rupa di Pasuruan mulai mendapat perhatian di tingkat regional maupun nasional. Di tingkat regional, seringkali perhelatan seni rupa yang diselenggarakan oleh lembaga seni tingkat propinsi, misalnya DKJT (Dewan Kesenian Propinsi Jawa Timur) dan Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Jawa Timur, mengundang para perupa Pasuruan. Termasuk juga perhelatan dua tahunan Biennale Jatim.
Sedangkan di tingkat nasional, dua kali Galeri Nasional Indonesia (GNI) menggandeng KGSP menyelenggarakan pameran tingkat nasional di Kota Pasuruan, yaitu pada 2013 dan 2019. Selain itu pada perhelatan rutin GNI ‘Seni Rupa Nusantara’ atau yang lain mengundang perupa dari Pasuruan sebagai peserta. Tidak hanya mendapat undangan dari lembaga-lembaga seni yang berkaitan dengan pemerintahan, para perupa Pasuruan sering juga pendapat undangan sebagai peserta pada perhelatan-perhelatan yang diadakan komunitas seni yang ada di di dalam mauupun luar Jawa Timur, termasuk termasuk galeri komersial.
Maka, diterima atau tidak, suka atau tidak suka, GANDHENG-RENTENG telah menjadi ikon penting perhelatan seni rupa di Pasuruan. Perhelatan ini telah menjadi semacam etalase tentang perkembangan seni rupa di Pasuruan secara umum. Hal ini karena perhelatan GANDHENG-RENTENG berusaha mengajak atau melibatkan perupa aktif dari berbagai pelosok di Pasuruan Raya.
Setelah tertunda beberapa bulan karena pandemi covid, 13-17 Nopember 2021 GANDHENG-RENTENG akan diselenggarakan lagi bekerjasama dengan FDI (Forum Drawing Indonesia), bertajuk : "GANDHENG-RENTENG #11, PECUT DISEBLAKNO". Tema yang diusung ‘Membaca Pasuruan’. Bertempat di gedung UNIWARA, Universitas PGRI Wiranegara Pasuruan, Jl. Ki Hajar Dewantara Kota Pasuruan – Jatim. Pada perhelatan periode ke 11, sebagai upaya untuk mengetahui seberapa besar minat dan aktifitas perupa Pasuruan di masa pandemi, penjaringan peserta dilakukan melalui open call dan seleksi.
* Wahyu Nugroho, Perupa yang tinggal di Pasuruan
Advertisement