Megawati: Perempuan Jangan Takut Terjun ke Politik
Konstitusi Indonesia tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan. Dalam konstitusi kedudukan perempuan sama dan sederajat. Karenanya, sekarang saatnya kaum perempuan untuk menyamakan perannya dengan kaum laki-laki.
Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidatonya dalam peringatan Hari Ibu yang diselenggarakan BPIP di Jakarta, Minggu 22 Desember 2019.
Hadir pada acara yang bertema “Perempuan Hebat Indonesia Maju” yakni Wakil Ketua Dewan Pengarah BPIP Try Sutrisno, jajaran BPIP, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, sejumlah pengusaha perempuan dan undangan lainnya.
“Para perempuan jangan takut masuk ke dunia politik,” kata Megawati.
Ia lantas mencontohkan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang beberapa kali menduduki jabatan politik. Tak hanya itu, saat ini Ketua DPR juga dipimpin perempuan, Puan Maharani, yang tak lain merupaan putri Megawati Soekarnoputri.
Kepemimpinan tersebut setelah 22 kali dipimpin oleh kaum laki-laki. Selain itu, lanjut Megawati, dirinya juga pernah menduduki jabatan Presiden ke-5 RI dan wakil presiden.
Semua capaian Megawati tersebut bukan untuk pamer melainkan bisa menjadi inspirasi bagi kaum perempuan lainnya. “Semua capaian itu kita lakukan dengan perjuangan,” ujarnya.
Megawati bercerita, sebenarnya peran dalam perjuangan bangsa ini sudah dilakukan oleh para pendahulu. Ada RA Kartini,Tjut Nyak Dien, Dewi Sartika. Jangan lupa juga, kata dia, Indonesia juga punya Fatmawati.
“Dia seorang perempuan pemberani yang mau membuat bendera kita yang saat itu masih dijajah," ujarnya.
Bahkan, kata Megawati, beberapa pihak yang berpikir bahwa Fatmawati hanyalah penjahit bendera Merah Putih, namun menjadi pahlawan. Padahal, kala itu sangatlah susah mecari kain merah untuk menjahit bendera pusaka.
"Waktu itu mencari kain putih sangat mudah, tapi merah sangat sulit," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui masih banyak hambatan bagi perempuan untuk bisa berkiprah dipanggung nasional dan internasional. Di antaranya konstruksi sosial dan kultural yang menempatkan perempuan tidak boleh lebih maju dari laki-laki. “Perempuan dianggap konco wingking (teman di belakang atau dapur),” katanya.
Padahal, kata dia, semua peran itu bisa dilakukan jika antar pasangan saling komunikasi dan berbagi peran.
Yenni Wahid, putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sependapat dengan Sri Mulyani. Menurutnya, komunikasi dengan pasangan itu sangat penting agar tidak terjadi keributan di belakang hari.
Ia mencontohkan, misalnya suami merelakan istrinya kerja sementara ia mau mengambil peran urusan rumah tangga. “Itu tidak menjadi masalah asal keduanya sudah komunikasi dan bersepakat,” ujarnya.