Megawati Gak Boleh Menekan Jokowi
Saat membuka Kongres PDI Perjuangan di Bali 8 Agustus lalu, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri blak-blakan saat menyinggung jatah kursi kabinet untuk partainya. Mega bahkan minta jatah menteri partainya haruslah yang terbanyak.
Apakah Megawati Soekarnoputri dinilai salah menekan Presiden Jokowi soal jatah kursi menteri tersebut?
Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira (Unwira) Kupang, Dr. Marianus Kleden menilai Megawati Soekarnoputri dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum DPP PDI Perjuangan telah melakukan kesalahan dengan menekan Jokowi dalam meminta jatah menteri untuk partai berlambang banteng gemuk dalam lingkaran itu.
"Menurut saya, Megawati telah melakukan kesalahan dengan menekan Jokowi dalam kongres di Bali, saat beliau terkesan guyon meminta jatah kursi menteri, karena partai yang dipimpinnya menang dalam hajatan politik Pemilu 2019," kata dia.
Joko Widodo sebagai orang Solo yang dibesarkan PDIP mungkin agak salah tingkah, tetapi Jokowi juga punya gaya sendiri untuk menunjukkan kekuasaannya sebagai presiden saat menjawab permintaan Megawati.
Pengamat politik lainnya, Mikhael Rajamuda Bataona, dari Unwira Kupang malah menilai bahwa permintaan Megawati soal jatah menteri itu membuktikan bahwa Megawati Soekarnoputri sendiri tidak bisa mendikte Presiden Joko Widodo.
"Jika dibaca secara semiotik, pernyataan Megawati justru mengonfirmasi sebuah anomali komunikasi. Jika selama ini semua orang berpikir bahwa Megawati bisa mendikte Jokowi, maka ini menjadi bukti bahwa Jokowi ternyata tidak bisa didikte, bahkan oleh Megawati sekalipun," kata dia.
Akibat kesulitan dalam mendikte Jokowi itulah, yang membuat Megawati lalu sengaja membuka permintaan soal jatah menteri untuk PDIP secara terbuka dalam forum kongres PDIP.
Apa yang dikatakan Megawati itu bisa dinilai sebagai sebuah konfirmasi psikologis, akan kerisauan Megawati tentang derasnya arus tekanan ke Jokowi dari semua ketua umum partai soal jatah menteri untuk anggota koalisi.
"Inilah yang membuat Megawati membuat semacam contra opinion untuk mengimbangi manuver partai-partai tersebut. Caranya adalah dengan menggunakan guyon sarkastis di hadapan para tamu, termasuk para ketua umum partai, bahwa PDIP sebagai partai pemenang harusnya punya jatah menteri lebih banyak," kata Rajamuda Bataona.
Artinya secara semiotik, bisa dibaca bahwa permintaan jatah menteri dari Megawati adalah semacam konfirmasi bahwa Jokowi justru sulit ditekan bahkan oleh Mega sekalipun. Dengan demikian, Megawati yang adalah bos partai di mana Jokowi adalah petugas partai pun harus menggunakan forum kongres untuk mengunci Jokowi.
Pengajar Ilmu Komunikasi Politik dan Teori Kritis Fakultas Ilmu Sosial Politik Unwira itu, mengatakan Megawati hanya mau memberi pesan tegas ke Jokowi bahwa Jokowi harus memperhatikan PDIP karena partai ideologis itu sudah berdarah-berdarah berjuang memenangkan Jokowi.
Namun, sikap politik yang ditunjukkan Megawati itu justru dinilai hanya merusak watak sistem pemerintahan yang menganut presidensial.
"Ramai-ramainya parpol meminta kursi menteri, ini sesungguhnya sikap merusak watak presidensial dari kabinet kita," kata Marianus Kleden.
Menurut dia, kekuasaan parpol sesungguhnya confined within the boundaries of parliament.
"Kalau parpol melanggar justru dia merusak tatanan negara," katanya.
Dan, apakah hanya karena kondisi ini, Ibu Mega kemudian dinilai salah dalam meminta jatah kursi menteri?
Di sinilah Jokowi diminta harus tampil sebagai strong president layaknya Bung Karno dan Soeharto yang tidak mau dirinya diintervensi oleh partai.
Indonesia pernah punya pengalaman buruk dengan kabinet parlementer, dan Jokowi akan kesulitan mengendalikan kabinetnya bila partai-partai terus merengek minta kursi kabinet. (an/ar)
Advertisement