Mega Ganjar
Sudah lama saya meyakini hal ini akan terjadi. Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada akhirnya akan menetapkan Ganjar Pranowo menjadi calon presiden dalam Pemilu 2024 oleh partai berlambang kepala banteng moncong putih ini.
Yakin?
Ya. Inilah keyakinan dengan dasar analisis yang masuk akal tentang dinamika politik di Indonesia belakangan ini. Juga atas dasar trend elektabilitas Gubernur Jawa Tengah yang terus memimpin dalam setiap survei sejak tahun lalu.
Apa pun yang dikatakan orang, sejak awal saya yakin Mbak Mega –demikian sejumlah kawan perjuangannya memanggil– akan sangat rasional dalam menentukan masa depan bangsa ini. Apalagi menyangkut pilihan tentang calon pemimpin yang akan menakhodai Indonesia dengan warga yang sangat beragam ini.
Sejak saya mengenal Mbak Mega sebelum menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan, ia tergolong politisi yang teguh dengan konstitusi dan selalu mengedepankan kepentingan bangsa. Ia selalu memilih mengambil keputusan politik yang rasional dalam setiap momen genting dalam perjalanan politiknya.
Tentu, ada aspek-aspek spiritual yang menyertai setiap pengambilan keputusan penting tentang bangsa ini. Namun demikian, ia tetap mengedepankan pertimbangan rasional untuk itu. Termasuk pilihannya menjadi oposisi ketika ia kalah dalam pemilihan presiden di tahun 2004. Dia pun tak tergoda menjadi koalisi pemerintah selama dua periode kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pilihan itu antara lain menghasilkan kemenangan PDI Perjuangan dalam dua periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Demikian pula pilihan rasional saat ia harus mengusung kader PDI Perjuangan yang sebelumnya menjadi Walikota Solo dan Gubernur Daerah Istimewa Jakarta ini. Saat itu, ia lebih memilih Jokowi ketimbang anaknya sendiri Puan Maharani yang sangat ingin menjadi calon presiden.
Peristiwa sepuluh tahun lalu itu kembali terjadi saat ini. Mbak Mega lebih memilih Ganjar ketimbang Puan. Namun, bukan berarti dia tidak memberikan kesempatan kepada putrinya tersebut untuk berebut tiket calon presiden.
Menurut orang di sekitar Mbak Mega, Puan sempat diberi kesempatan untuk menaikkan elektabilitasnya sampai batas waktu tertentu. Ternyata, Ketua DPR RI tersebut tak berhasil mendongkrak keterpilihannya.
Jika Mbak Mega lebih mengedepankan emosionalitasnya, bukan hal sulit untuk memaksakan Puan sebagai calonnya. Bukankah power di partainya sepenuhnya ada di tangannya?
Harus diakui, apapun titah Mbak Mega saat ini pasti akan diikuti oleh semua kader partai. Tidak akan ada yang berani berseberangan dengannya sampai sekarang. Harus diakui bahwa PDI Perjuangan kini menjadi partai besar tersolid –bukan tersulit, he…he…– sampai sekarang.
Di sisi lain, pilihan terhadap Ganjar bukan tanpa ada proses pengujian. Meski tren elektabilitas dalam survei selalu unggul, Ketua Umum Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) tidak serta merta Mbak Mega mendukungnya.
Beberapa kali, Gubernur Jateng yang juga digadang-gadang Presiden Jokowi itu harus menjalani ujian. Baik dalam hal loyalitas terhadap partai maupun ideologi yang menjadi platformnya. Yang paling terakhir adalah perintah partai untuk bersikap terhadap kesertaan Timnas Israel dalam Piala Dunia U-20.
Tentu, perintah partai itu sangat tidak menguntungkan bagi Ganjar. Sebab, event internasional tersebut sangat ditunggu-tunggu oleh publik bola Indonesia. Ganjar ternyata menjalankan perintah partai dengan resiko elektabilitasnya melorot karena kekecewaan para gila bola Indonesia.
Talent politik Ganjar kali pertama ditemukan almarhum Prof Dr Cornelis Lay. Dia adalah salah satu thing tank Mbak Mega sejak menjadi Presiden RI ke 5 menggantikan Presiden KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Conny –demikian dosen UGM itu biasa dipanggil– menjadi guru sekaligus rujukan moral dan etika berpolitik.
Ia memulai aktif di partai dengan bergabung di Badan Penilitian dan Pengembangan (Balitbang) DPP PDI Perjuangan yang didirikan Heri Ahmadi. Mantan aktifis mahasiswa ITB ini sekarang menjadi Duta Besar RI di Tokyo dan tetap dipercaya Mbak Mega memimpin badan litbang partai tersebut.
Ganjar yang memulai karir politiknya sebagai anggota DPR RI ini ternyata berkembang menjadi kader andalan PDI Perjuangan. Ia sepertinya memegang teguh moral dan etika politik seperti seperti yang ditunjukkan para senior dan gurunya. Ia tetap ngugemi fatsun partai maupun moralitas politik dalam setiap langkahnya.
Misalnya, ia tak tergoyahkan ketika didesak untuk menyampaikan visi misinya tentang Indonesia masa depan sebelum dipastikan ditunjuk sebagai bakal calon presiden. Meski dengan sikapnya ini ia dituduh sebagai calon pemimpin yang miskin gagasan.
“Sudah banyak yang saya pikirkan tentang masa depan bangsa ini. Tentu berangkat dari landasan yang telah dibangun Pak Jokowi. Pada saatnya pasti akan saya sampaikan ke publik,” kata Ganjar suatu saat dalam perbincangan khusus di Bali, tahun lalu.
Jadi, kalau pun selama ini ia tak mengungkapkan visi dan misi –apalagi janji-janji politik– sebagai orang yang digadang-gadang sebagai calon presiden, itu bukan karena ia miskin gagasan. Tapi lebih karena memegang teguh etika politik. Ia tak mau nggege mongso (mendahului kehendak) sebelum diputuskan oleh parpol, khususnya Mbak Mega sebagai pemegang otoritas untuk menentukan calon presiden dari PDI Perjuangan.
Sebagai gubernur, ia juga tidak layak menyampaikan gagasan-gagasan sebagai calon presiden. Karen defacto masih menjadi bawahan Presiden Jokowi yang masih menjabat sampai tahun depan. Komitmen atas etika dan sopan santun politik ini menjadi penting pada saat hal itu tak lagi menjadi pedoman bagi kebanyakan politisi kita sekarang.
Akankan loyalitasnya ke partai sekaligus komitmen kebangsaan dia mampu mengantarkannya menjadi pemimpin bangsa di tengah peta politik ekonomi dunia yang berubah dengan cepat? Tentu kita masih harus menunggu hasil pemilihan presiden yang akan berlangsung Februari 2024 mendatang. Jika terpilih, kita juga masih harus melihat bagaimana pria asal Kutoarjo ini mengelola negara ini. Juga penting juga menunggu siapa kelak pasangannya?
Yang menarik dari deklarasi pencalonan Ganjar ini dilakukan sehari menjelang lebaran. Saya tidak tahu siapa yang memilih momentum ini. Bisa saja, ini adalah pilihan Mbak Mega untuk menggunakan momentum 21 April sebagai Hari Kartini. Hari yang menjadi simbol dari perjuangan emansipasi perempuan. Padahal, sebelumnya santer disebutkan bahwa deklarasi akan dilakukan setelah lebaran.
Entah mana yang benar. Yang pasti, pilihan waktu deklarasi tersebut merupakan pilihan cerdas. Sebab, pencalonan Ganjar akan menjadi perbincangan orang sampai ke berbagai pelosok. Ia akan menjadi salah satu tema perbincangan dari jutaan orang yang sedang mudik lebaran. Saat mereka bertemu para keluarganya di kampung halaman. Pilihan momentum yang cerdas.
Deklarasi yang terkesan tiba-tiba itu menjadi tambah istimewa dengan kehadiran Presiden Jokowi. Padahal, presiden yang selama ini “dilabeli” sebagai petugas partai oleh PDI Perjuangan ini sudah berada di Solo untuk berlebaran bersama keluarga. Kehadirannya menjadikan deklarasi pencalonan Ganjar di Istana Batutulis menjadi lebih istimewa.
Kehadiran Presiden Jokowi ini menegaskan bahwa partai ini menginginkan keberlanjutan dalam pemerintahan Indonesia. Apa pun, pencapaian Jokowi selama dua periode telah menapakkan dasar yang kuat bagi bangsa ini untuk lebih maju lagi. Karena itu, di mata banyak orang, saat ini bukan perubahan yang diperlukan. Tapi keberlanjutan dengan percepatan.
Akankah deklarasi pencapresan Ganjar ini akan menjadi gelombang Mega Ganjar dalam pemilu 2024? Tentu ini tidak akan sama dengan fenomena Mega Bintang yang begitu populer di awal reformasi politik akhir tahun 1990-an. Gelombang Mega Ganjar akan menjadi terwujud jika kekuatan soliditas partai dibawah kepemimpinan Mbak Mega menyatu dengan kekuatan politik Jokowi sebagai King Maker.
Tampaknya perlu terus mencermati kejutan-kejutan dari dua tokoh sentral ini. Sebab, meski secara personal pengaruhnya tak begitu besar terhadap perubahan peta elektoral, penentuan cawapres dari masing-masing calon presiden akan sangat menentukan jalannya pilpres mendatang. Setidaknya ikut menentukan cukup satu putara atau perlu dua putaran.
Advertisement