Mbah Kasimen, 41 Tahun Jualan Minyak Tanah di Kediri
Di usianya yang hampir 80 tahun, tidak membuat Mbah Kasimen bisa beristirahat menikmati masa tuanya dengan berdiam diri di rumah. Bapak tiga anak ini masih menghabiskan waktunya berjualan minyak tanah keliling kampung setiap hari.
Rutinitas seperti ini dilakoni oleh Kasimen sejak 41 tahun yang lalu hingga sekarang. Sedangkan, kebijakan pemerintah tentang peralihan penggunaan bahan bakar minyak tanah ke tabung gas elpiji membuat usaha Kasimen semakin sulit berkembang.
Bahkan di era milenial seperti saat ini konsumen yang menggunakan bahan bakar minyak tanah untuk memasak sudah jarang ditemui.
"Saya kalau ambil minyak tanah dari agen biasanya 30 liter, itu pun gak langsung habis. Biasanya habis satu minggu sekali, beda tidak seperti dulu sebelum ada gas elpiji, " terang pria bertempat tinggal di Bandar Lor gang 2 tersebut Rabu 08 Desember 2021.
Setiap hari penghasilan yang didapat dari hasil menjual minyak tanah tidak menentu, tidak sebanding dengan jerih payah keringat yang sudah ia lakukan. Kasimen mengaku setiap hari bisa menjual minyak tanah maksimal 5 liter. Bahkan pernah mendapat uang hanya Rp 10 ribu.
Namun semua itu, tidak lantas membuatnya mengeluh. Ia merasa sangat bersyukur, karena masih diberi kesehatan oleh Tuhan dikala usianya yang sudah senja. "Dibuat olahraga saja dari pada ngantuk di rumah, hahaha," ujarnya sambil tertawa.
Karena jumlah pelanggannya kian hari semakin berkurang, Kasimen memilih rute berjualan hanya di sekitaran Kelurahan Bandar Lor dan Kelurahan Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri.
Setiap harinya, ia berangkat dari rumah sekitar pukul 07.00 WIB dengan mendorong gerobak besi, berkeliling jalan kaki tanpa memakai sandal. Menginjak pukul 10.00 WIB ia balik pulang ke rumah. "Setiap kali kulakan minyak tanah 30 liter, modal uangnya Rp 315 ribu. Untungnya hanya cukup untuk beli wedang (minuman kopi), " kelakarnya.
Sementara itu, Paimi istri dari kakek Kasimen menjelaskan, jika suaminya berjualan minyak tanah sejak tahun 1977. Harga minyak tanah per liter sekarang dijual Rp 13 ribu.
"Kalau dulu, bisa kulakan sampai 100 liter per hari. Sekarang sulit jualnya. lakunya tidak tentu, kadang hanya laku ukuran satu botol air mineral. Bahkan sampai tidak laku, pokoknya buat olahraga saja sekarang," Papar Paimi.
Lebih lanjut perempuan yang dulunya bekerja sebagai buruh pabrik rokok ini menuturkan, konsumen yang membeli minyak tanah pada umumnya karena masih takut menggunakan tabung gas elpiji.
"Itu pemilik depot makanan di Kelurahan Bandar Lor sampai sekarang masih menggunakan bahan bakar minyak tanah untuk memasak," tuturnya.
Di samping itu ada juga konsumen yang terpaksa membeli minyak tanah hanya dipergunakan untuk mengusir hama rayap yang biasa merusak perabot berbahan kayu.
Paimi sendiri memutuskan untuk berjualan nasi pecel tumpang dan nasi kuning di rumah, usai pensiun dari buruh rokok. Usaha itu ia lakukan sebagai upaya untuk menyambung kebutuhan hidup sehari hari. "Saya lebih suka buka usaha sendiri, jika bisa tidak sampai mengambil penghasilan dari suami," paparnya.