Mbah Hasyim dan Mencium Pantat Sapi Betina, Ini Kisah Hikmah
Jamaah: Jo sekarang lagi trend murid melawan gurunya, karena dianggap gurunya tidak punya adab dalam memperlakukan muridnya. Bagaimana menurutmu Jo?"
Paijo : "Sejak dulu murid itu ada yang baik dan ada yang nakal. Anggap saja mereka murid yang sedang keluar nakalnya. Nanti kalau bosan dia pasti akan kembali jadi murid yang baik."
Jamaah : "Bagaimana dengan gurunya Jo. Nggak adil kalau kita tidak mengevaluasi kesalahan gurunya."
Paijo : "Guru juga manusia kang, bisa juga salah. Apalagi jika melihat tingkah muridnya yang nakal dan tidak taat aturan. Maka guru pun bisa terdorong untuk melanggar aturan demi menegakkan aturan. Inilah yang sekarang banyak terjadi. Tapi saya yakin guru itu tidak benar-benar ingin melanggar aturan. Karena tujuannya untuk menanamkan ahlaq pada muridnya."
Jamaah : "Wah aku tidak paham Jo apa maksudmu?"
Paijo : "Saya yakin kamu pernah dengar nama pendiri NU KH. Hasyim Asy'ari. Konon menurut para murid beliau jika ada santri yang tidak sholat jamaah, santri itu akan di takzir mencium pantat sapi betina. Dimana seringkali kalau dicium akan dikencingi oleh si sapi."
Jamaah : "Waduh kejam sekali Jo, itu tidak manusiawi dan kalau itu dilakukan sekarang bisa dituntut sama wali murid ke pengadilan."
Paijo : "Wakakaka itulah kang murid zaman sekarang. Padahal dalam pandangan saya Mbah Hasyim itu sedang melakukan perintah Allah membebaskan si santri dari kemungkaran. Mbah Hasyim ingin mendidik santri itu bahwa meninggalkan sholat berjamaah itu jauh lebih hina dari mencium pantat sapi."
Jamaah : "Kok bisa begitu Jo, sholat berjamaah kan Sunnah atau paling tinggi fardhu kifayah hukumnya?"
Paijo : "Shalat berjamaahnya memang sunnah dan atau fardhu kifayah. Tapi mendidik santri menjadi calon kiai atau orang Saleh bagi Mbah Hasyim Asy'ari adalah Fardu ain kang. Itulah kenapa para santri saat itu tidak ada yang berani memaki Mbah Hasyim dan wali muridnya pun malah mendukung anaknya dihukum beliau."
Jamaah : "Astaghfirullah ..aku faham sekarang Jo. Ya Allah ampunilah aku. Dulu aku sering berpikir jelek tentang guru-guruku ketika mereka menghukum dan meledek kenakalanku di kelas . Benar kamu Jo aku dulu termasuk murid super telo. Alhamdulillah bisa ketemu kamu Jo jadi sekarang aku bisa tobat dan kirim doa untuk semua guru dan kiaiku."
Paijo : "Alhamdulillah, begitulah kang kita harus hati-hati memahami konsep kritis dengan alasan nahi mungkar. Nahi mungkar sering kita pahami dengan mencegah kemungkaran. Memang tidak ada yang salah dengan arti itu, tetapi kadang kita membatasi makna itu dalam tindakan "kuratif" (Pengendalian sosial yang dilakukan pada saat terjadi penyimpangan sosial).
"Misalkan protes, demo terus melakukan sweeping, pengrusakan, caci maki, dan tindakan kebencian lainnya kepada mereka yang tidak sejalan dengan kita. Kalau ada orang atau kelompok yang tidak melakukan tindakan-tindakan tersebut, kita menganggapnya lawan. Sehingga kita merasa hanya kita yang kuat dan hebat dalam memberantas maksiat.
"Padahal sebenarnya konsep nahi mungkar jauh lebih efektif dan bermakna pada tindakan "preventif". Mendidik anak supaya jadi anak yang berbudi luhur, beriman kuat sehingga bisa menjauhi maksiat jauh lebih baik dari pada memarahi, menghukum dan mengurung mereka yang terlanjur jadi anak nakal.
"Para kiai pesantren, dosen dan guru yang mengajar santri/mutidnya merupakan tulang punggung utama penegak nahi mungkar. Karena mereka bisa melakukan pencegahan dini terhadap munculnya penyakit sosial masyarakat sejak anggota masyarakat masih anak-anak dan remaja.
"Jutaan santri mahasiswa dan murid madrasah didikan para kiai, dosen dan guru telah berhasil menjadi orang yang berahlaq mulia.
"Dengan gerakan senyap, mereka menyelamatkan masa depan ummat dari jebakan maksiat. Tidak perlu sorotan media, apalagi puja puji massa. Inilah sebenarnya sumber kekuatan nahi mungkar yang sesungguhnya.
"Sadarlah kang bahwa yang membuat kita bisa membedakan mana baik dan mana maksiat adalah para kiai, dosen dan guru kita. Nahi mungkar tak harus dilakukan dengan cara preman yang mengumbar amarah di jalanan dengan jubah, pentungan, pedang dan teriakan lantang atas nama Tuhan." #SeriPaijo
Demikian seperti dikisahkan Muhammad Khodafi, Akademisi UIN Sunan Ampel Surabaya. Dipetik dari akun facebook-nya.