Mbah Hamid dan Guru Bangil, Wali Agung Antara Masyhur dan Mastur
Kiai Abdul Hamid bin Abdullah Umar merasa tak nyaman dengan kemasyhurannya. Suatu ketika, KH. Abdul Hamid pernah berkata: “Saya ingin sekali seperti Kiai Syarwani Abdan. Dia itu alim tapi mastur (tertutup) tidak masyhur (terkenal).
"Kalau saya ini sudah terlanjur masyhur, jadi saya ini sering kerepotan karena harus menemui banyak orang. Menjadi orang masyhur itu tidaklah mudah, bebannya itu berat. Kalau Kiai Syarwani itu enak. Jadinya tidak banyak didatangi orang orang"
Di lain kesempatan, ada kisah dari Mas Muhammad Baihaqi, putra Haji Muhdor Maksum (Ampel Surabaya). Haji Muhdor Maksum adalah tuan rumah tempat pertemuan bersejarah tersebut sekaligus juru potret fotonya. Mas Baihaqi bercerita yang didapat dari ayahnya, Haji Muhdor.
“KH Syarwani Abdan kebiasaannya bila saat Haul Kanjeng Sunan Ampel pada bulan Sya’ban, maka beliau berziarah di pagi hari, sebelum acara puncak Haul yaitu ba’da Asar. Sedangkan KH. Abdul Hamid datangnya sebelum waktu Salat Asar.
Pada waktu itu KH. Abdul Hamid datang ke Masjid Agung Ampel untuk menghadiri Haul Agung Kanjeng Sunan Ampel, dan beliau datangnya bertepatan dengan waktu orang-orang mau Salat Asar, dan rencananya setelah itu mau hadir di Makam Sunan Ampel. Kenyataannya justru tidak bisa hadir, karena sejak Kiai Hamid masuk wilayah Masjid Ampel, sudah banyak orang-orang berebut minta salaman disebabkan kemasyhurannya itu.
Untuk menghindari orang-orang bersalaman, maka oleh Kiai Hamid menjadikan salat sunnah 2 rakaat. Bila ada yang mau salaman, Kiai Hamid salat sunnah 2 rakaat lagi, sambil terus menunggu Salat Asar dimulai.
Ketika Salat Asar dimulai dan jamaah pada mengisi shaf-shaf salat. Ketika itu Kiai Hamid bersiasat bergegas keluar dari Masjid Ampel untuk pulang dan memutuskan tidak jadi menghadiri Haul Kanjeng Sunan Ampel.
Di dalam perjalanan pulang dari masjid Ampel ke jalan Raya Ampel, mau menuju mobil, ketika itu Haji Hasan, adik dari Haji Muhdor, berhasil salaman dan memberitahukan ke Kiai Hamid bahwa Guru Syarwani ada di rumah kakaknya (Haji Muhor) yang dekat saja dari Ampel.
Dan langsung seketika Kiai Hamid minta ke Haji Hasan agar diantarkan menemui Guru Syarwani Bangil.“`
Pertemuan KH Abdul Hamid dan KH Syarwani Abdan.
“Masuklah. KH Abdul Hamid masuk ke rumah kakak dari Haji Hasan yakni Haji Muhdor dengan diikuti beberapa ulama yaitu Al-Hafizh KH Dahlan Peneleh, KH Abdurrahim bin KH. Syadzily (Kiai Pendem) Malang, KH Busthomi bin KH. Husnan Surabaya dll.
Seketika itu Haji Muhdor segera memberitahukan kepada Guru Syarwani bahwa sekarang ada Kiai Hamid di ruang tamu depan. Maka langsunglah Guru Syarwani Bangil bergegas menemui Kiai Hamid yang sedang menunggu KH M Syarwani.
Maka terjadilah pertemuan kedua ulama tersebut di rumah Haji Muhdor. Saat itu Kiai Hamid dan Guru Syarwani Bangil saling merangkul dan mencium tangan.“`
Momen-momen Indah saat itu antara lain:
1. Kiai Hamid meminta agar Guru Syarwani bersedia bertukar selendang surban. Surban putih yang dipakai Guru Syarwani ditukar sama surban Kiai Hamid, maka bertukarlah surban kedua ulama tersebut.
Surban bekas Guru Syarwani oleh Kiai Hamid dipakai imamah (di atas kepala), sedangkan surban bekas Kiai Hamid oleh Guru Syarwani diselempangkan diletakkan di pundak leher.
Setelah itu dibawalah Kiai Abdul Hamid dan Guru Syarwani menuju ke dalam ruang keluarga Haji Muhdor.
2. Setelah itu Kiai Abdul Hamid meminta Siwak bekas yang baru saja dipakai Guru Syarwani Bangil agar diberikan kepada KH Hamid.
3. Kiai Hamid tidak mau minum kopi yang baru, malahan justru meminum bekas kopi yang diminum Guru Syarwani. Setelah tahu kopinya diminum, Guru Syarwani meminum kembali kopi yang bekas diminum KH Hamid itu.
Pada saat perbincangan kedua wali tersebut, Haji Muhdor mengabadikan momen tersebut dengan difoto-foto, tapi alangkah terkejutnya kamera tidak bisa dipencet (seperti macet).
Melihat Haji Muhdor kebingungan, maka Kiai Hamid berkata, "Kenapa? Apakah kameranya rusak ya?"
Dijawab Haji Muhdor: "Iya macet Kiai".
Lalu Guru Syarwani bilang kepada Kiai Hamid bahwa itu dilakukan untuk kenang-kenangan foto.
Kemudian Kiai Hamid menyuruh Haji Muhdor untuk menyerahkan kamera agar bisa dipegang sama Kiai Hamid. Sambil dipegang dan diputar putar, kamera yang ada di tangan Kiai Hamid, setelah itu baru menyerahkan kembali kamera kepada Haji Muhdor. Dan Haji Muhdor menyuruh keponakannya untuk mencoba kembali foto dan ternyata kamera tidak macet lagi.
Sambil berkata Kiai Hamid: ”Gawe (untuk) kenangan ya …”
Ketika Kiai Hamid mau pamit pulang, maka Guru Syarwani minta doa kepada Kiai Hamid dan bilang kepada Haji Muhdor, saudara dan keluarganya yang hadir di rumah itu, bahwa Kiai Hamid ini Waliyyullah.
Mendengar ucapan tersebut dibalas langsung oleh Kiai Hamid, "Yang Wali itu ya...yang ada di sampingku ini." Sambil menunjuk ke Guru Syarwani Abdan. Jadi, minta doanya sama beliau saja (Kiai Syarwani).
Karena kedua ulama ini saling tawadhu dan tidak mau berdoa, akhirnya Haji Muhdor memberanikan diri menengahi, dengan bilang, "Kalau begitu bergantian saja yang mendoakan, kita-kita yang di sini ikut mengamini saja."
Akhirnya mereka berdua bersedia berdoa bergantian. Kemudian Kiai Hamid minta bila ada pintu keluar yang lain, maka beliau maunya keluar dari selain pintu masuk yang awal.
Oleh Haji Muhdor, Kiai Hamid diantarkan keluar rumah bersama Guru Syarwani dari pintu belakang rumah sesuai permintaan Kiai Hamid, karena di pintu depan sudah penuh orang-orang menunggu Kiai Hamid keluar rumah hanya untuk sekadar bersalaman.
Di tengah perjalanan menuju mobil, Kiai Hamid memberitahukan kepada Kiai Busthomi bahwa "Guru Syarwani ini bagaikan Rumah yang pagarnya terbuka lebar”.
Kiai Busthomi spontan bertanya, "Apa maksudnya Kiai Hamid berkata itu?
Kiai Hamid menjawab, "Kalau maqam derajat Guru Syarwani itu tinggi tetapi tidak mau dikenal orang, tapi siap menerima tamu kapan saja".
Berpuluh tahun kemudian, akhirnya ketika kedua wali besar ini telah wafat terjadi ikatan kekerabatan (besanan). Yakni Cucu Kiai Hamid (putra Gus Nasih) menikahi cucu Guru Syarwani (Putri dari Guru Kasyful Anwar ).
Semoga Allah menjadikan kita sebagai penerus, pengamal ajaran ajaran Kiai Abdul Hamid Pasuruan dan Guru Syarwani Abdan Bangil. Amin.
Keterangan: Foto ini sangat terkenal bagi para murid dan jamaah dari KH Syarwani Abdan (Guru Bangil). Sebuah foto kenangan tentang pertemuan 2 Wali agung yang saling mencintai.