Mayat Pria di Depok Sulit Diidentifikasi
Oleh: Djono W. Oesman
Penemuan mayat pria telanjang, penis terpotong, di Depok, Jabar, menyulitkan polisi. Diduga itu korban pembunuhan, ada luka tusuk di perut dan pinggul, serta kedua tangan terikat. Tapi membusuk, sulit diidentifikasi meski dengan teknologi.
—--------
Sidik jari mayat, kata Kasat Reskrim Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno kepada pers, Jumat, 19 Mei 2023, sudah diidentifikasi dengan teknologi modern. Tapi belum teridentifikasi juga.
AKBP Yogen: “Sidik jari, maksimal 60 persen yang bisa dilihat, karena kondisi mayat yang sudah membusuk dan jari juga sudah gembung banyak cairan.”
Mayat ditemukan di kebun luas di Tapos, Kota Depok, Kamis, 11 Mei 2023 sore. Penemunya pria pencari rumput. Lantas ia lapor ke Ketua RT 1, RW 13 Kelurahan Tapos, Yahya.
Yahya kepada wartawan mengatakan: “"Jadi, dia lapor ada mayat perempuan dalam keadaan tangan terikat tanpa busana. Lalu kami cek, lalu lapor polisi.”
Polisi tiba di TKP, langsung membawa mayat ke RS Polri untuk diotopsi. Ternyata itu mayat pria, bukan wanita seperti dikatakan penemu. Saat ditemukan, tubuh mayat sudah rusak, sehingga sulit dikenali. Setelah diotopsi diketahui, penis mayat terpotong.
Tinggi badan mayat 162 sentimeter. Usia diprediksi sekitar 49 sampai 65 tahun.
Lalu, Polri mengidentifikasi dengan teknologi canggih. AKBP Yogen menceritakan, sidik jari diidentifikasi. Caranya, jari menggembung itu dibekukan dengan larutan kimia khusus. Didiamkan beberapa waktu. Akhirnya sidik jari terdeteksi.
Yogen: “Tapi sidik jari terbaca sekitar 60 persen. Lantas kami cocokkan. Hasilnya, ada delapan pria dengan sidik jari yang mirip dengan mayat. Dan semua pemiliknya masih hidup.”
Kini Polri masih mencari cara lain untuk mengidentifikasi. Waktu sudah berjalan lebih dari sepekan sejak penemuan. Sedangkan mayat diperkirakan mati pada sekitar lebih dari sepekan sejak sebelum ditemukan.
Soal identifikasi mayat membusuk, polisi Jerman paling ahli se-dunia. Identifikasi di sana dilakukan tiga jenis. Sidik jari. Cetakan gigi dan kemungkinan ada logam penyambung tulang, jika orang yang jadi mayat itu pernah patah tulang dan diberi pen.
Pada pen itulah ada data tanggal pemasangan dan rumah sakit tempat pemasangan.
Di Indonesia, sangat jarang orang punya cetakan gigi. Kalau pun punya, belum terdata di Polri. Pada mayat di Depok itu tidak ada pen. Sehingga satu-satunya jalan cuma sidik jari.
H. J. Jelen dalam bukunya bertajuk: “Forensic quirks. Problems in identifying and determining the time of death of dead bodies in water” (1990) menyebutkan, dalam identifikasi sidik jari pada mayat membusuk tingkat lanjut, sangat sulit. Nyaris mustahil. Tapi bukan berarti tidak mungkin. Cuma rumit.
Pada interval post-mortem (orang mati) yang panjang di lingkungan yang kering atau lembab, bantalan jari dan telapak tangan dipilih sebagai target identifikasi mayat.
Caranya merekonstruksi volume dan ketegangan bantalan jari dengan mengekstraksi cairan dari jaringan (khususnya dalam kasus interval postmortem yang lama di lingkungan yang lembab) untuk menciptakan permukaan kulit yang kering agar sidik jari teridentifikasi.
Dalam praktik bodydactyloscopic tradisional, volume bantalan jari dapat ditingkatkan dengan berbagai cara. Antara lain, dengan kepingan magnetik dan pembekuan. Tapi, tidak selalu sukses.
Sidik jari mayat pria di Depok itu dibekukan. Persis seperti cara yang diungkap di buku karya H. J. Jelen itu. Dan, hasilnya juga tidak sukses.
Itu cara lama di Jerman. Teknologi identifikasi mayat di sana terus berkembang, dengan pembaruan teknologi.
Dikutip dari Bundeskriminalamt Referat (Divisi Kriminal, Kepolisian Jerman) bertajuk: “Crime scene work information. Federal and state information sheet” (2007) dipaparkan cara yang lebih baru dibanding buku di atas.
Prosedur yang sederhana, dengan mencelupkan tangan ke dalam air panas. Tetapi airnya belum mendidih. Dicelupkan selama beberapa detik. Lalu diangkat, dicelupkan ke air dingin. Diulangi celup ke air hangat-dingin sampai tiga kali. Biasanya sidik jari bakal muncul.
Metode lainnya dengan injeksi pada bantalan jari. Larutan injeksi tidak disebut. Tapi, ini disebut teknik Thanatoprint. Dalam beberapa detik sidik jari mayat akan tampak.
Disebutkan, tingkat keberhasilan Thanatoprint maksimal 76,75 persen. Masih cukup jauh dari tingkat akurat. Tapi, lebih tinggi dibanding teknik Polri yang kata AKBP Yogen, sekitar 60 persen, sehingga menyasar ke sidik jari delapan pria yang semuanya masih hidup.
Polisi pasti akan fokus pada saksi-saksi. Juga konsentrasi pada mutilasi penis. Yang dalam teori kriminologi disebut Sexual Homicide. Sebab, mutilasi penis mengerucut pada jenis pembunuhan spesifik, yang teorinya sudah sering dipraktikkan Polri, dan sukses.
AKBP Yogen mengatakan, penyidik kini mendalami beberapa saksi. Sebab, salah satu saksi sudah ditandai polisi, sebagai terduga pelaku. Jenis kelamin terduga pelaku belum disebutkan polisi. Karena dalam proses penyelidikan.
Tapi yang bersangkutan sangat dicurigai, karena memberikan pernyataan yang tak sesuai ketika dilakukan pemeriksaan silang.
Yogen: "Ini masih kita dalami lagi, untuk bagaimana kita bisa menguak identitas korban. Meskipun ada seorang yang kita duga pelaku, tapi kalau identitas korban kita belum bisa.”
Polisi sudah mencurigai seseorang sebagai calon tersangka, tapi identitas korban belum terungkap, maka tidak mungkin perkaranya masuk prose penyidikan. Identitas korban harus jelas dulu.
Tapi, polisi melakukan proses simultan. Sambil berupaya keras mengidentifikasi mayat. Juga, menunggu laporan orang hilang dari masyarakat. Selama ini sudah ada dua laporan orang hilang. Tapi, ciri-ciri tidak sesuai dengan kondisi mayat tersebut.
Dari sini masyarakat bisa menghormati, betapa rumit tugas polisi menegakkan kamtibmas. Jangan cuma dikritik.
*) Wartawan senior
Advertisement