Mayat 11 Tahun Masih Utuh, Ini Kesaksian Prof Kiai Ali Aziz
Perhatian serius Ngatimin, almarhum, dalam pembangunan masjid di kawasan Siwalankerto Surabaya, menjadi saksi kebaikannya selama hidup. Ia yang wafat pada 2009, ternyata mayatnya masih utuh hingga kini, yang terhilang sekitar 11 tahun.
"Saya melihat dan meraba secara langsung mayat Bapak Ngatimin (W. 2009) dengan tulang-tulang yang masih tersambung secara utuh, dan kain kafan yang masih baru. Hanya warnanya sedikit kecoklatan," tutur Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag.
Juru dakwah yang juga Guru Besar Ilmu Dakwah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya menuturkan kesaksian, dan beredar di media sosial, Senin 2 Februari 2020. Lewat tulisannya "Mayat Utuh 11 Tahun: Nasionalis Religius", Kiai Ali Aziz hendak mempertegas kepribadian seseorang yang jasadnya utuh itu.
"Semasa hidupnya, pria kurus bersebelahan dengan rumah saya di Siwalankerto Surabaya itu pada tahun 1980-an berdarah-darah mencari sumbangan untuk pembangunan masjid megah yang dinikmati masyarakat sekarang. Pada saat itu, ekonomi masyarakat tidak sebaik sekarang, sehingga nyaris semua panitia pembangunan menyerah," kata Kiai Ali Aziz, yang Ketua Yayasan Kiai Ibrahim Siwalankerto Surabaya.
Menurutnya, semua penduduk menjadi saksi, kakek tanpa anak itu jarang tidur untuk membetulkan kran, lampu, dan semua perlengkapan masjid. Terkadang, ia sendirian membersihkan selokan dan dekorasi kampung, pos kamling dan sebagainya tanpa imbalan sedikit pun. Ia benar-benar Muslim nasionalis-religius: all out demi masjid, demi TK dan SD Kiai Ibrahim, dan demi bangsa dan negara.
"Berkali-kali juga, pagi buta ia mencari anak-anak saya, juga anak-anak yang lain sekadar memberikan mainan tradisional bikinannya," kata Kiai Ali Aziz.
Pada hari Minggu 1 Maret 2020, ketika memakamkan istrinya, Sumiatun bersatu dalam satu liang, "Saya meneteskan air mata mengenang kemuliaan kakek Ngatimin: sosok Muslim yang cinta Allah, cinta Rasulullah, cinta bangsa, cinta keluarga dan cinta anak-anak siapapun. Allahummaghfir lahuma, warhamhuma."
Demikian kesaksian Kiai Prof Muhammad Ali Aziz.