May Day, Ini Beberapa Tuntutan Buruh pada Khofifah
Kelompok buruh di Jawa Timur secara resmi tidak akan melakukan kegiatan aksi turun ke jalan untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day yang jatuh setiap tanggal 1 Mei. Aksi ditiadakan karena saat ini dalam masa penanganan virus corona.
Meski tak menggelar aksi secara langsung, namun serikat buruh tetap menyuarakan aspirasinya secara virtual melalui media sosial.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jawa Timur, Nuruddin Hidayat menyebut, ada beberapa poin utama yang menjadi perhatian. Seperti tuntutan agar pemerintah menarik draf Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law), menolak PHK serta kebijakan yang tak menguntungkan bagi buruh di tengah masa pandemi corona ini.
Nuruddin mengatakan, tuntutan itulah yang diharapkan para buruh dapat didengar dan diperjuangkan oleh Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa. Sebab sejumlah poin itu dirasa tidak adil bagi para buruh.
Ia mencontohkan dengan adanya pandemi corona ini, banyak kebijakan dari perusahaan yang mematikan pendapatan para buruh, seperti langsung mengambil langkah PHK daripada memilih alternatif lain.
“Hal tersebut tentu sangat tidak adil bagi pekerja/buruh, mengingat para pekerja/buruh tersebut telah bekerja puluhan tahun dan telah memberi keuntungan besar bagi pengusaha. Namun karena adanya wabah yang baru beberapa bulan, pengusaha mengambil langkah praktis dengan mem-PHK atau merumahakan pekerja yang upahnya tidak dibayar atau dibayar sebagian,” kata Nuruddin, Jumat 1 Mei 2020.
Nuruddin menjelaskan, sesuai aturan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 19 tahun 2011 melarang pengusaha melakukan PHK dengan alasan efisiensi seperti saat ini.
Seharusnya, katanya, sebelum melakukan PHK pengusaha melakukan langkah-langkah efisiensi biaya produksi, mengurangi upah pekerja/buruh di tingkat manajerial (top manajemen), mengurangi waktu kerja lembur, merumahkan untuk sementara waktu pekerja/buruh secara bergantian dengan membayar upah penuh.
“Sehingga PHK merupakan pilihan terakhir ketika perusahaan memang tidak dapat diselamatkan (tutup permanen),” ungkapnya.
Tak kalah pentingnya, buruh juga menuntut Khofifah agar membuat Surat Edaran kepada pengusaha terkait pemberian tunjangan hari raya (THR). Sebab, diketahuinya banyak pengusaha yang justru mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk mencicil pemberian THR karena alasan keuangan yang terpuruk.
Berikut Empat Tuntutan FSPMI Jawa Timur kepada Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Jawa Timur:
Tolak Omnibus Law: Pemerintah Pusat harus menarik kembali draf RUU Cipta Kerja (Omnibus Law).
STOP PHK: Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Jawa Timur harus tegas terhadap pengusaha yang melakukan PHK disaat wabah dengan tidak memberikan isentif maupun stimulus ekonomi.
Untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 serta untuk efektivitas penerapan PSBB di Jawa Timur, maka perusahaan wajib meliburkan pekerja/buruhnya dengan tetap membayar upah dan THR secara penuh.
Meminta kepada Gubernur Provinsi Jawa Timur agar membuat Surat Edaran (SE) yang ditujukan kepada Pengusaha untuk wajib membayar THR tepat waktu dan tanpa mengurangi nilainya sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundangan-undangan.
Advertisement