Mau Mendekat ke Ka’bah, Pakailah Ihram
Mau melakukan towaf di Ka’bah, kini ada syaratnya. Yaitu harus memakai kain ihram, dua lembar kain berwarna putih. Itu untuk jemaah laki-laki. Sedang untuk perempuan, cukup dengan menutup semua anggota badan kecuali wajah dan telapak tangan. Tanpa pakaian ihram, jangan harap bisa melakukan Tawaf atau Syai, atau sholat di lantai dasar Masjidil Haram yang ada di Kota Mekah, Saudi Arabia.
Dulu, beberapa tahun lalu, siapapun, dengan pakaian apapun asal sopan, bisa masuk ke lantai dasar Masjidil Haram, entah untuk Tawaf maupun sholat, atau sekadar untuk menyentuh Ka’bah serta mencium Khajar Aswad. Pakai baju batik, pakai gamis atau pakai sarung, tidak ada yang melarang. Para askar atau tentara yang menjaga tiap pintu Ka’bah akan meloloskannya. Tapi kebebasan itu kini tak ada lagi. Karena hanya jamaah yang berpakain ihram saja yang boleh masuk, melalui satu-satunya pintu yang dibuka yaitu Pintu King Abdul Aziz, yang lokasinya persis di depan Abraj Al-Bait Tower, menara jam raksasa. Sedangkan jamaah yang tidak berihram diarahkan masuk ke lantai dua dan lantai tiga dari pintu-pintu lainnya.
Kalau diarahkan masuk ke lantai dua atau tiga Masjidil Haram, akibatnya tempat sholatnya jauh dari Ka’bah. Orang yang berpakaian bebas tidak bisa lagi sholat di tempat yang berdekatan dengan Ka’bah. Di lantai dua maupun lantai tiga memang ada jalur untuk melakukan Tawaf, tapi karena jaraknya jauh dari Ka’bah, konsekwensinya ya jarak yang harus ditempuh oleh orang yang tidak berpakaian ihram dalam sekali putaran bisa antara 1,5 kilometer sampai 2 kilometer.
Kalau untuk sekali Tawaf diperlukan tujuh kali putaran, maka sedikitnya dia harus menempuh jarak antara 9 sampai 14 kilometer. Padahal kalau Tawaf di lantai bawah dekat dengan jarak Ka’bah, maka jarak yang harus ditempuh untuk Tawaf tujuh putaran itu hanya sekitar 1 kilometer. Makin dekat dengan Ka’bah, makin dekat pula jarak jalan yang harus ditempuh oleh orang yang melakukan Tawaf.
Peraturan masuk ke lantai dasar Masjidil Haram harus berpakaian ihram ini diterapkan Kementerian Haji dan Umroh Kerajaan Arab Saudi selaku otoritas Masjidil Haram, sejak awal pandemi, untuk membatasi jumlah jemaah yang melakukan Tawaf dan Syai. Sebelumnya, Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi bahkan juga memberlakukan aturan wajib tes swab PCR atau antigen bagi setiap orang yang hendak masuk ke Masjidil Haram. Tetapi aturan wajib tes PCR dan antigen itu telah dicabut sejak 10 Maret 2022 lalu. Bahkan aturan memakai maskerpun juga sudah tidak lagi diterapkan, sehingga nyaris tidak ada lagi orang bermasker di Masjidil Haram.
Menurut Ustadz Ustadz Muhammad Yazid, pemandu Umroh dari Shafira Tour dan Travel, sebelum pandemi yang dimulai sekitar bulan April 2020, orang bebas masuk ke Masjidil Haram. Hanya jemaah yang hendak melakukan Umroh saja yang berpakaian ihram. Sedang jemaah yang hanya akan Tawaf atau hendak Tawaf Wada’, yaitu tawaf terakhir sebagai pamitan sebelum jemaah kembali ke tanah airnya, boleh berpakaian bebas. “Terakhir saya mengantarkan jemaah pada bulan Maret 2020, aturan harus berihram itu tidak ada,” kata Ustadz Mauhammad Yazid.
Kini, nampaknya aturan tersebut belum akan dicabut dalam waktu dekat. Karena memang penerapan aturan harus berihram untuk masuk ke lantai dasar Masjidil Haram ini cukup efektif membatasi jemaah yang bertawaf. Dengan aturan ini jemaah bisa melakukan Tawaf dengan sedikit santai, tidak berdesak-desakan sebagaimana sebelumnya, ketika peraturan berihram belum diberlakukan.
Tetapi tentu saja, peraturan ini masih bisa ditembus oleh para jemaah, dari mana saja, bukan hanya dari Indonesia. Caranya ya cukup memakai kain ihram, meskipun tidak berniat melaksanakan ibadah Umroh. Karena memang tidak diniatkan untuk melaksanakan Umroh, maka persyaratan-persyaratan berikhram bisa ditinggalkan mislnya memakai mewangian, memakai kopiah, atau memakai CD bagi jemaah pria, dan persaratan-pernyatan lain. Yang penting pakai ihram agar bisa masuk ke jalur khusus di dekat Pintu King Abdul Aziz, padahal niatnya hanya untuk sholat wajib berjamaah, di dekat Ka’bah.
Tapi kalau hanya untuk ikut sholat berjamaah, atau untuk baca Al Quran atau i’tiqaf, sebenarnya di dalam masjid di lantai dua atau tiga justru lebih nyaman. Tidak terganggu oleh kegiatan Tawaf para jamaah. Di lantai dua dan tiga ruangannya sejuk karena berpendingin dan karpetnya tebal. Suasananya juga lebih sunyi, hanya sekali-kali terdengar jerit dan tangis anak-anak kecil di pelukan ibunya sambil berzikir. (nis)