Matangkan Persiapan, KONI Jatim Gelar Workshop Sport Science
Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Jawa Timur menggelar workshop sport science kepada pembina dan pelatih cabang olahraga yang masuk dalam program Puslatda Jatim 100/IV proyeksi Pekan Olahraga Nasional (PON) XX 2020 Papua.
Kegiatan ini rencananya diselenggarakan selama tiga hari sejak 22-25 Oktober 2019, di Hotel Swiss Bell Inn, Jalan Manyar, Surabaya.
Direktur sport science KONI Jatim, Prof Toho Cholik mengatakan, jika kegiatan ini untuk memberi penyegaran dan pemahaman lebih mendalam kepada para pelatih agar membentuk atlet berdasarkan design.
"Kita ingin mengingatkan kepada pelatih bahwa PON ini tinggal satu tahun lagi. Jadi kita harus melihat status atlet setelah puslatda selama 3 tahun," ujarnya.
Karena itu, dalam waktu tiga hari ini timnya akan melakukan diskusi dengan para pelatih terkait hasil latihan, kemudian kendala selama proses pelatihan dan rencana program latihan hingga nanti pelaksanaan PON.
Menurutnya, hingga saat ini ada mindset pelatihan yang tidak sesuai dengan sport science. Hal itu berdampak pada kondisi atlet yang akan lebih rentan cedera. Mislanya, para atlet masih digempur dengan pelatihan dengan intensitas tinggi dengan cara yang biasa.
"Karena itu, pelatih dan atlet ini harus fokus dalam latihan dan menggunakan aspek kognitif (pemikiran) dalam berlatih. Jadi tidak hanya asal latihan saja terus-terusan yang membuat atlet malah cedera," kata guru besar Universitas Negeri Surabaya itu.
Selain itu juga, para pelatih dan atlet juga harus memanfaatkan fasilitas empat pilar yang dimiliki KONI seperti pilar kesehatan, psikologi, fisik, dan biomekanik agar semua hasil latihan dapat terpantau dengan baik. Serta, agar mendapat solusi berlatih yang lebih baik.
Di sisi lain, pelatih asing ahli rehabilitasi asal Australia Barat yang dimiliki KONI Jatim, Russel Mathanda mengatakan, pelatih harus memiliki inovasi latihan yang lebih baik agar para atlet tidak rentan cedera.
Menurutnya, latihan materi yang berat dengan intensitas tinggi bukan solusi terbaik dalam latihan. Malah, itu bisa berdampak buruk bagi atlet.
Sedangkan dari hasil rehabilitasi yang ia lakukan terhadap atlet yang ada, terlihat bahwa atlet rentan cedera karena tidak melatih otot hingga otot terkecil.
Ia juga mengingatkan kepada pelatih agar benar-benar menjaga atlet dan memberikan waktu istirahat yang cukup bagi atlet agar tidak rentan cedera.
"Lebih baik berhenti (istirahat) kalau sudah mulai terasa sakit selama 6-8 minggu agar sembuh, karena kalau sudah masuk operasi maka istirahat akan lebih lama 6-8 bulan. Bahkan, dokter biasanya akan mengatakan 12 bulan istirahat termasuk rehabilitasi," katanya.
Karena itu, Russel menyarankan agar atlet tidak cepat langsung mengambil tindakan operasi untuk terlebih dulu mengikuti program rehabilitasi, mengingat waktu jelang PON hanya tersisa 1 tahun.