Masyarakat Panik Menghadapi Corona karena Ulah Pemerintah Sendiri
Kepanikan masyarakat menghadapi kasus virus corona, menurut pakar Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Efendi Gazali, karena diciptakan oleh pejabat pemerintah sendiri.
Menurutnya, ada pejabat yang berlebihan ketika menjelaskan tentang corona atau COVID-19. "Ada pejabat berbicara tentang corona berdasarkan asumsinya sendiri yang dikutip dari media sosial. Penjelasanyaa tidak nyambung antara pejabat yang satu dengan yang lainnya," kata Efendi Gazali saat berbincang dengan Ngopibareng.id, melalui sambungan telepon Senin 9 Maret 2020.
Guru besar UI itu mengambil contoh ketika pemerintah mengumumkan ada dua orang warga Depok, Jawa barat, yang positif corona. Nama dan alamat korban disebutkan dengan jelas dan bocor di media sosial.
Akibatnya, lanjut Efendi Gazali, masyarakat berdatangan ingin melihat rumah korban dipasang garis polisi. Warga yang tinggal di kampung itupun diberitakan akan diisolasi, tidak boleh keluar dari kampungnya selama 14 hari.
"Pasien yang terkena corona itu pun diberitakan habis-habisan dari A sampai Z sampai berhari-hari. Sedang penderitanya di rumah sakit baik-baik saja," kata Efendi Gazali.
Dua pasien yang dinyatakan positif corona, terungkap bukan temuan pemerintah, tapi atas inisiatif pasien itu sendiri yang ingin berobat ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Depok. Tanpa diberi penjelasan apa-apa, kedua pasien itu kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta.
Fakta itu lantas dibandingkan Efendi Gazali terhadap perlakukan pemerintah terhadap WNI yang dievakuasi dari Wuhan, China ke Natuna, juga evakuasi WNI ABK Diamond Princess Jepang dan kapal pesiar World Dream Hong Kong, di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Efendi Gazali menilai cara ini selain berlebihan juga seram dan menakutkan karena dijaga aparat gabungan TNI-Polri.
"Yang diperlihatkan oleh pemerintah itu menggambarkan seakan akan corona ini virus yang paling ganas dari virus yang pernah ada. Sehingga seluruh potensi digerakkan untuk melawan mahluk halus corona," ujarnya.
Sejak itu, informasi tentang corona menjadi liar dengan versi yang berbeda-beda, sehingga membuat masyarakat panik. Untuk mencegah penuluran virus corona ada yang menganjurkan masyarakat memakai masker. Lainnya bilang masker hanya diperuntukkan bagi yang sakit.
Akhirnya semua orang berburu masker hingga harga jualnya melambung dan stok habis di pasaran. Menyusul kemudian, hand sanitizer yang diburu.
"Masker dan hand sanitizer, mendadak hilang di pasaran, kalau ada yang jual harganyapun cukup mahal sampai dua tiga kali lipat dari harga normal," kata Efendi Gazali.
Sampai empon-empon, jahe, kunyit, kencur dan temu lawak harganya ikut naik dan sulit didapat. Karena masyarakat ramai-ramai memborong empon-empon jamu seduhan sebagai penangkal corona.
Empon-empon untuk menangkal corona ini dipopulerkan oleh guru besar biologi molekuler dari Universitas Airlangga, Chaerul Anwar Nidom. Sementara obat bisa menyembuhkan COVID-19 belum ditemukan.
Menurut Efendi Gazali meskipun pemerintah telah menunjuk Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto sebagai juru bicara pemerintah dalam menangani corona, tapi masih ada pejabat yang ingin tampil sendiri terutama di daerah yang tidak nyambung.
"Artinya masih suka bicara sendiri tentang corona sehingga menambah kepanikan," tegas Efendi Gazali.
Advertisement