Masyarakat Jenuh, Partisipasi Masyarakat di Pilkada Jatim hanya 69 Persen
Tingkat partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2024 di Jawa Timur tidak setingkat pelaksanaan pemilu 2024. KPU Jatim mencatat angkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada 2024 di Jawa Timur hanya mencapai 69 persen.
Hal ini disampaikan Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Jawa Timur Habib M Rohan, saat memantau rekapitulasi tingkat kabupaten di Hotel Luminor, Jember, Kamis, 5 Desember 2024.
Menurut Habib seluruh tahapan pemungutan hingga penghitungan suara pada Pilkada Jatim berlangsung aman dan kondusif. Hingga saat ini tidak ada pemungutan suara ulang (PSU), namun hanya ada penghitungan suara ulang (PSSU).
Pelaksanaan PSSU dilakukan atas rekomendasi dari Bawaslu. Sebab, sejak awal KPU berkomitmen melaksanakan seluruh rekomendasi Bawaslu.
Penilaian tersebut berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan pimpinan KPU Jatim dalam proses rekapitulasi tingkat kabupaten di berbagai kabupaten di Jawa Timur.
Hingga saat ini, telah ada beberapa kabupaten di Jawa Timur yang telah menyelesaikan rekapitulasi tingkat kabupaten dan menyerahkan D Hasil ke KPU Jatim. Kabupaten yang telah selesai tersebut di antaranya Pasuruan, Magetan, dan Bondowoso.
“Semua pimpinan monitoring lapangan. Kemarin saya ke Lumajang dan Bondowoso. Saat ini di Jember. Kita menyaksikan rekapitulasi. Sampai saat ini yang terkonfirmasi menyerahkan D Hasil ke KPU Jatim ada Pasuruan, Magetan, dan Bondowoso,” terangnya.
Terkait angka partisipasi masyarakat dalam Pilkada, KPU Jatim menilai masih rendah. Berdasarkan data sementara, partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada di Jawa Timur hanya mencapai 69 persen. Sejauh ini, partisipasi tertinggi tingkat provinsi di Indonesia hanya 73 persen.
Angka partisipasi tersebut cukup rendah dibandingkan partisipasi saat pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden dan pemilih legislatif.
Habib menilai, rendahnya angka partisipasi bukan hanya karena model C6 KWK atau pemberitahuan pelaksanaan pemungutan suara yang tidak tersebar dengan baik. Namun, berdasarkan hasil survei angka partisipasi menurun karena masyarakat mengalami kejenuhan.
“Model C6 KWK yang kurang tersebar bukan menjadi penyebab rendahnya partisipasi masyarakat. Sebab masyarakat telah mengetahui adanya pemungutan suara. Sehingga selanjutnya bergantung pada nurani mereka untuk menyalurkan hak pilihnya. Ada temuan survei bahwa partisipasi masyarakat menurun karena faktor kejenuhan,” pungkasnya.