Masyarakat Harus Bangkit, Anita Wahid: Perlu Persaudaraan Sejati
Anita Wahid, dari Seknas Jaringan Gusdurian mengatakan, meski berawal dari sebuah tragedi kemanusiaan, peristiwa teror bom harus menjadi titik tolak untuk bangkit dan memperkuat persaudaraan sejati antar anak bangsa.
“Kita mengalami sebuah tragedi yang memang sudah menyayat kita sebagai satu bangsa. Tetapi walaupun itu adalah tragedi bukan berarti kita tidak bisa mempergunakannya untuk bangkit,” tutur Putri Gus Dur ini, dikutip ngopibareng.id, Rabu 29 Agustus.
Ia mengingatkan, masyarakat, khususnya yang menjadi korban terorisme, harus segera bangkit. Kita memutuskan untuk bangkit dan menjadikannya sebagai hari Persaudaraan Sejati.
“Artinya itu mengingatkan kita lagi bahwa sebenarnya peristiwa yang kemarin terjadi itu adalah karena kita kehilangan makna diri kita sebagai saudara, kita lupa bahwa mereka yang berbeda itu juga sama loh sama kita, sama-sama satu saudara,” kata Anita Wahid.
“Ketika kita memutuskan untuk bangkit, ketika kita memutuskan untuk bangun dari tempat itu, dari peristiwa tersebut, kita tidak perlu menunggu siapa-siapa untuk saling membantu," kata Aniwa Wahid.
Anita Wahid, yang merupakan putri ketiga dari Presiden Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur, mengajak semua masyarakat saling membantu dalam mengatasi berbagai persolan yang dihadapi bangsa, sebagai sesama saudara sebangsa dan setanah air.
“Ketika kita memutuskan untuk bangkit, ketika kita memutuskan untuk bangun dari tempat itu, dari peristiwa tersebut, kita tidak perlu menunggu siapa-siapa untuk saling membantu. Kalau misalkan memang korban-korban ini membutuhkan bantuan, ayo kita bantu bareng-bareng. Toh, ketika ini dipikul oleh bareng-bareng orang, tidak akan berat,” imbuh Anita.
Seperti diketahui, masyarakat terus mengembangkan semangat toleransi dan perdamaian. Memperingati 100 Hari Tragedi Bom Surabaya, Gerakan Gusdurian (Gerdu) Suroboyo bersama Aliansi Lintas Iman Surabaya menggelar Solidaritas Melodi Tanpa Batas, Jumat 24 Agustus malam. Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia dan GPPS Jemaat Sawahan menjadi korban serangan teror bom Mei lalu.
Peringatan 100 hari tragedi bom di tiga gereja di Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel, Gereja Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jemaat Sawahan di Jalan Arjuno, malam itu, diisi dengan berbagai tampilan seni dan budaya, serta refleksi iman dan kebangsaan, dalam tajuk "Solidaritas Melodi Tanpa Batas."
Ketua Panitia, Cahaya Purnama Putra mengatakan, melalui tampilan seni dan budaya ini ingin menunjukkan bahwa persaudaraan dan kesatuan bangsa dapat disatukan oleh kebudayaan.
“Banyak yang kami tampilkan, ya paduan suara, kebudayaan tari-tarian, tari Bali tadi sudah tampil juga, terus ada tari kontemporer dari gereja yang lain juga. Ya banyak elemen yang bersedia bergabung di acara malamini, ya itu yang kami tampilka, karena sesuai dengan tajuk acara kami ‘Melodi Solidaritas Tanpa Batas’.
“Jadi kami ingin menyampaikan bahwa kebudayaan itu suatu kunci, dimana kita bisa menyatukan kembali ego-ego kita yang sudah terpecah akibat masifnya informasi-informasi yang radikalisme seperti sekarang ini,” jelasnya. (adi)