Masyarakat Baduy Tolak Dana Desa adalah Bentuk Kemandirian
Masyarakat Suku Baduy yang berada di Desa Kenekes, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, menolak menolak bantuan dana desa dari pemerintah pusat. Bantuan dana yang ditolak tersebut terhitung besar, yaitu Rp2,5 miliar. Desa Kenekes mendapatkan bantuan sebesar itu karena pemerintah mengkategorikan sebagai desa tertinggal.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Pemkab Lebak Rusito mengatakan bahwa dana desa tersebut ditolak karena dikhawatirkan justru merusak kelestarian adat, seperti dikutip Antara Kamis 14 Februari 2019 lalu.
Dana yang ditujukan untuk pembangunan infrastruktur sesuai program Jokowi ini, akhirnya masuk ke anggaran dana kas daerah. Dan baru bisa dikembalikan ke pemerintah pusat tahun 2020 untuk bisa dialokasikan ke desa lainnya.
Menanggapi penolakan dana desa oleh masyarakat Suku Baduy, Plt. Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Hariyono menyarankan agar pemerintah pusat tidak menyeragamkan masalah-masalah yang ada di setiap ada daerah.
Menurutnya, tidak semua komunitas atau masyarakat adat di berbagai daerah itu gila uang dan mengasumsikan semua masalah di wilayah Indonesia itu sama adalah warisan Orde Baru.
“Ada kampung yang memang butuh finansial, ada juga yang hanya butuh apresiasi. Karena uang bukan segala-galanya kan?” jelas Hariyono yang juga sebagai Guru Besar Sejarah Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang.
Dia kagum dengan apa yang sudah dilakukan oleh Suku Baduy dan masyarakat adat serta komunitas perkampungan yang selama ini berkembang secara mandiri. Menurutnya ini adalah contoh sekaligus peringatan bagi pengambil kebijakan untuk lebih hati-hati dalam pendampingan pembangunan. Menurut dia, masalah pembangunan bukan sekadar bantuan modal.
Hariyono menekankan poin penting ekonomi berbasis Pancasila adalah kemandirian, bukan menciptakan ketergantungan. “Boleh kita membantu komunitas, tapi sebatas stimulan bukan menjadikan ketergantungan, karena jika justru tergantung, gak cocok dengan nilai Pancasila,” tutupnya. (fjr)
Advertisement