Massa, Amputee Ingin Bermanfaat dan Memberikan Manfaat
Mempunyai keterbatasan, membuat Massa tidak percaya diri. Tapi seiring waktu dan dukungan keluarga, Massa mulai bangkit lagi. Tidak lagi menarik diri dari lingkungan sosial.
Justru Massa ingin “menonjol” dan “pamer” ke semua orang. Tapi bukan untuk tujuan sombong. “Bukan pamer dalam arti negatif. Malah sebaliknya. Saya mau orang melihat saya semangat, ceria, dan punya “hidup” meskipun saya harus menggunakan satu kaki palsu,” bilang pria kelahiran Maret 1977 ini.
Sebenarnya, Massa dilahirkan normal seperti orang kebanyakan. Kehidupannya pun berjalan normal dan menyenangkan. Lahir di kota Kendal, Jawa Tengah lantas menempuh pendidikan kuliah di UPN Veteran Jogjakarta.
Saat-saat masih sekolah SMP dan SMA bahkan kuliah, Massa masih sering menggunakan sepeda sebagai alat transportasi hariannya. “Saat di Jogjakarta itu saya beli sepeda dari ibu kos harganya hanya 30 ribu rupiah tahun 1995,” tutur mahasiswa jurusan hubungan internasional UPN Veteran Jogjakarta.
Selepas kuliah, tahun 2000, Massa mulai meninggalkan sepeda. Seperti anak lain, mulailah melirik mobil dan motor. Apes, tahun 2014, Massa mengalami kecelakaan motor. Menyebabkan harus kehilangan kaki kanannya. Ya, Tuhan ini cobaan terberat dalam hidupnya…..
“Kapok main motor. Ganti main mobil. Sempat ikut komunitas mobil juga. Tapi akhirnya saya dikeluarkan karena saya tidak aktif,” bilangnya lantas tertawa. Mulailah tergoda ke cinta lama, sepeda.
“Gara-gara saya lihat postingan teman baik masa kuliah di instagram. Dia jadi makin slim dan nampaknya dia menikmati gowes. Membuat saya bertekad gowes,” tuturnya.
Pucuk cinta ulampun tiba, saya bisa bertemu dia dan istrinya saat menengok kantor cabang Semarang. “Saya konsultasi soal sepeda dengannya. Tapi dia malah bilang jika kamu serius gowes, saya kirimkan sepeda,” bilangnya.
Akhirnya, sejak awal 2019, sepeda lipat Tern Link C7 berpindah ke rumahnya di Kendal. “Benar-benar seperti cinta lama. Saya semangat gowes,” kenang lulusan S2 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Undip Semarang. Apalagi, Massa merasakan gowes makin membuat dirinya makin bugar.
Awal-awal gowes dengan kaki palsu sebelah kanan membuat Massa kagok. Berulang kali jatuh bersama sepeda ketika kaki kanan tidak bisa digunakan sebagai tumpuan.
“Jadi saya tidak boleh jatuh ke kanan. Karena kaki kanan tidak bisa jadi tumpuan,” bilang Massa yang tiap hari gowes 5-30 km di sekitar rumah di Kendal, Jawa Tengah.
Lama kelamaan setelah latihan akhirnya terbiasa. Apalagi kaki kanan (stump) terasa semakin mengecil, kenceng dan rasa sakit yang tadinya sering dia rasakan, berangsur-angsur jarang datang.
Salah satu kesulitan Massa saat gowes adalah kaki kanannya kerap lepas dari pedal. “Akhirnya saya pasang tali di pedal kanan. Juga crank kanan saya modifikasi sedikit,” tutur anggota KESEL (Kendal Sepeda Lipat).
Massa juga tidak bisa mengikuti teknik bersepeda yang benar. Karena kaki palsunya hingga pangkal paha. Jadi jika terlalu tinggi maka gesekan antara kulit paha dan kaki palsu membuatnya terluka.
Massa juga merasa cocok dengan sepeda lipat. Karena tuntutan pekerjaan yang mengharuskan dirinya keluar kota, bisa membawa Tern dan gowes. “Malam-malam bisa gowes keliling kota di tempat saya bekerja,” kekeh konsultan di Sparkassenstiftung fur Internationale Kooperation Jerman.
Dengan gowes, ayah Fabian ini merasa banyak teman. Sering teman-teman memberi pinjaman sepeda ketika saya berkunjung dalam rangka kerja ke kota tertentu. Seperti Palembang, Jakarta, Bandung, dan lainnya.
Selain dukungan positif dari keluarga, teman, dan komunitas gowes, banyak dukungan yang masuk ke DM Instagram pribadinya. Membuat dirinya makin percaya diri dan semangat gowes.
Bahkan, pernah Massa harus melayani chatting dengan followernya tentang kaki palsu untuk keluarganya. Berdasarkan pengalaman dulu ketika awal amputasi, Massa tidak tahu harus konsultasi dengan siapa. Dengan dokter kurang nyaman karena dokter cenderung tergesa-gesa.
“Jadi sekarang saya berusaha menjelaskan semaksimal mungkin berdasarkan pengalaman saya kepada orang-orang yang mengalami amputasi,” tutur pemilik akun instagram @massa_amputee ini.
Pernah saat gowes di Jogja, malamnya Massa didatangi goweser perempuan yang baru saja mengalami amputasi kaki. Bersama suaminya, mereka konsultasi pengalaman dengan Massa.
Bahkan, saat gowes di pagi hari pun pernah dirinya diberhentikan oleh ibu-ibu hanya karena ingin konsultasi soal kaki palsu untuk keluarganya. “Saya melayani semua itu dengan sepenuh hati hingga tuntas. Itu bentuk pengabdian dan rasa syukur saya,” bangga Massa.
Meski begitu, ada saja satu atau dua komentar negatif yang dilontarkan padanya. “Kaki palsu kok dipamerkan” atau “Sombong banget pakai kaki palsu lalu gowes.”
Hingga hari ini, Massa memang selalu memamerkan kaki palsunya ketika foto. Pun ketika gowes, tidak menggunakan celana panjang. Biarkan terekspos. Memang niat Massa pamer untuk kebaikan. Artinya Massa berharap untuk orang yang diberikah keutuhan jasmani harus lebih bersemangat dari dirinya. Khususnya dalam hal gowes.
Dia juga ingin orang yang sehat dan utuh bisa memperhatikan keberadaan difabel.
“Buat yang amputee seperti saya, tidak boleh putus asa. Saya ingin memompa semangat mereka. Bahwa saya bisa berarti anda juga bisa,” jelas warga kawasan Bimasakti perumahan Kendal Persada Asri, Kendal, Jawa Tengah ini.
Karena semangat Massa yang tinggi, sang istri, Yustica mulai gowes lagi. “Saya belikan sepeda lipat juga,” kekehnya. Terpenting, Massa merasa badan bugar, kaki kanan yang tersisa juga lebih nyaman. Quality time dengan istri makin intens.
Massa juga beberapa kali ikut even. Seperti Gamago 100 km dan launching Semarang Gust Owner (Sego). Intinya Massa ingin bisa bermanfaat dan memberikan manfaat di tengah-tengah keterbatasanya. “Tidak ada yang terbatas. Yang terbatas itu hanya pikiran kita saja!” tutupnya.