Maspion Teken Kontrak Kerjasama dengan Dubai Port World
Uni Emirat Arab berencana menanamkan modal di sektor pembangunan infrastruktur, yakni pengembangan pelabuhan peti kemas dan kawasan industri di Gresik, Jawa Timur.
"Sekarang sudah ada persiapan, paling lambat 2021 mulai konstruksi. Saya lagi mau minta mereka sudah mulai lebih awal," kata Budi Karya Sumadi Menteri Perhubungan ditemui di Istana Kepresidenan Bogor, seperti dilansir Antara.
Menurut Budi, investasi yang akan mereka tanamkan itu nilanya sekitar 1,2 miliar dolar AS.
Dia menjelaskan pembagian investasi antara pihak swasta Indonesia dan UEA, yakni 51 persen berbanding 49 persen.
Sebelumnya, Joko Widodo Presiden bersama Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan Putra Mahkota Abu Dhabi telah menyaksikan pertukaran surat perjanjian kerja sama antara pelaku bisnis kedua negara.
Salah satu perjanjian yakni MoU antara DP World dan Maspion oleh CEO Maspion Alim Markus dengan CEO DP World Sultan bin Sulayem.
Menurut Alim Markus, pembangunan pelabuhan ditargetkan dapat menampung 3 juta teus.
Dengan investasi sebesar 1,2 miliar dolar AS akan mengembangkan pelabuhan kontainer di kawasan industri Maspion di Gresik.
Investasi dari negara-negara Timur Tengah di Jawa Timur dalam sektor pelabuhan sebenarnya bukan barang baru. Sebelumnya Dubai Port World (DPW) sebelumnya juga pernah berinvestasi di Terminal Peti Kemas Surabaya selama 20 tahun. Namun terhitung per-akhir April 2019 masa privatisasi oleh Dubai Port World (DPW) sudah berakhir.
Dubai Port World menanamkan investasi ke Terminal Peti Kemas Surabaya sejak 1999. Saat itu mereka memiliki 49 persen saham TPS yang dijual oleh pemerintah (Kementerian BUMN/Tanri Abeng) kepada asing (Paninsuler & Orient Port/ P&O Port-Australia) yang kemudian di-hand over kepada Dubai Port World (DPW).
Keterbukaan perusahaan asing untuk berinvestasi di sektor pelayaran didukung oleh Undang-undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Dalam undang-undang ini menegaskan pemerintah telah membuka peluang investasi swasta, termasuk asing untuk mengelola pelabuhan di Indonesia.
Sebelum ada undang-undang itu, investasi dan pengelolaan pelabuhan di Indonesia dimonopoli PT Pelabuhan Indonesia Pelindo, mulai Pelindo I sampai Pelindo IV.