Masker Kain Bisa Dipakai untuk Cegah Covid-19, Kata WHO
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan jika masker buatan bisa digunakan untuk mengurangi penyebaran virus. Pernyataan ini keluar di tengah kelangkaan alat perlindungan diri (APD) yang cukup terutama bagi tenaga medis.
Seorang pejabat senior WHO mengatakan kepada wartawan bahwa ada kemungkinan penularan virus corona melalui udara. Namun,pendorong utama pandemi itu masih diyakini adalah orang sakit dengan gejala batuk dan bersin yang memapar permukaan atau orang lain.
"Kita harus menjaga pasokan masker respirator bedah medis untuk pekerja garis depan kita”, kata Mike Ryan, pakar kedaruratan utama WHO, pada konferensi pers. “Tetapi gagasan untuk menggunakan penutup penutup mulut untuk mencegah batuk atau bersin menyebarkan penyakit ke lingkungan dan terhadap orang lain ... itu sendiri bukanlah ide yang buruk," lanjutnya.
Ryan mengakui ada "debat yang sangat penting dan sehat" tentang pemakaian masker. Dia mengatakan bahwa jika digunakan, mereka harus menjadi bagian dari strategi yang komprehensif dan tidak meniadakan kebutuhan untuk mencuci tangan dan menjaga jarak sosial.
"Jadi kita tentu bisa melihat keadaan di mana penggunaan masker buatan sendiri atau kain, di tingkat masyarakat dapat membantu dalam respons menyeluruh terhadap penyakit ini," katanya.
Ryan, mengutip data dari Italia, mengatakan bahwa tampaknya tidak ada hubungan antara orang yang menggunakan obat hipertensi dengan infeksi corona atau mengalami penyakit parah.
Staf yang kelelahan dalam beberapa sistem perawatan kesehatan y bisa menjadi faktor dalam tingkat kematian. "Kita perlu mengurangi tsunami pasien yang datang. Sehingga mampu memberi waktu bagi dokter, perawat dan petugas kesehatan lain, untuk menyelamatkan lebih banyak jiwa."
Maria van Kerkhove, seorang ahli epidemiologi WHO, memperingatkan agar tidak membandingkan angka kematian antarnegara. "Apa yang benar-benar harus kita fokuskan saat ini adalah berapa usia profil orang yang berada di ICU (unit perawatan intensif)," katanya.
"Kami melihat semakin banyak orang dari kelompok usia yang lebih muda - berusia 30-an, 40-an, 50-an - yang berada di ICU dan sekarat," katanya, mengutip Italia dan China.
Secara umum orang yang lebih tua atau mereka yang memiliki kondisi medis yang lain akan menjadi sakit dan memiliki risiko kematian yang lebih tinggi, kata van Kerkhove, dilansir dari Antaranews.
“Tapi kita perlu waktu sebelum kita dapat benar-benar memahami seperti apa kematian di berbagai negara sehingga saya akan berhati-hati ketika membandingkan kematian antarnegara," katanya.