Masjid Tua Dekat Semburan Lumpur Lapindo untuk Salat Ied
Masjid tua Baitussholihin merupakan satu-satunya masjid yang masih aktif digunakan warga untuk ibadah meskipun lokasinya tidak jauh dari semburan lumpur Porong Sidoarjo.
Masjid ini terletak di Dusun Sawah, Desa Kedungcangkring, Kecamatan Jabon Sidoarjo. Selain digunakan untuk ibadah sehari-hari, masjid tua ini juga digunakan warga untuk Sholat Tarawih dan sholat Ied setiap tahun.
Bangunan masjid Baitussholihin terlihat sangat mencolok jika dilihat dari jalan raya jurusan Porong-Jabon. Bangunan di sekitar masjid sudah dirobohkan karena terdampak semburan lumpur. Dulunya, wilayah tersebut merupakan pemukiman warga namun setelah selesai proses ganti rugi, banyak warga pergi meninggalkan kampung tersebut.
Mudzakir, takmir Masjid Baitussholihin, menceritakan meskipun sudah tidak ada bangunan di sekitarnya, masjid tersebut masih terawat dan aktif digunakan ibadah selama bulan Ramadan oleh warga yang dulunya pernah tinggal di desa itu.
"Mereka yang salat ied di sini ya kebanyakan bekas warga sekitar yang saat ini pindah tidak jauh dari sini. Rata-rata mengaku kangen dengan suasana kampung halaman mereka yang kini telah tenggelam," ucap Mudzakir, saat ditemui di lokasi.
Bahkan, selama bulan Ramadan, Mudzakir yang merupakan keturunan pendiri pondok di lingkungan masjid ini selalu menyediakan takjil sederhana untuk para pengunjung.
“Kami juga masih menggelar salat Idul Fitri. Yang datang mayoritas ya bekas warga sekitar. Selain bernostalgia, mereka juga bisa bersilaturahmi dengan mantan tetangga, yang lama tidak bertemu” bebernya.
Kesan tua Masjid Baitussholihin terlihat dari tempat wudhu di samping masjid. Disitu terdapat kolam air berukuran 1,5 x 4 meter. Kesan tua yang lain adalah masih adanya jam matahari di samping kediaman Mudzakir sebelah Timur Masjid. Dia lalu menjelaskan bagaimana cara mengetahui waktu sholat dengan jam matahari ini.
“Jam ini abadi. Waktu shalat Dzuhur dan Ashar bisa ditentukan lewat kemiringan bayangan cahaya dari besi di tengah ini,” jelasnya.
Mudzakir memang sengaja tidak menjual tanah dan bangunan masjid peninggalan leluhurnya ini. Ia juga mendapat dukungan dari warga untuk mempertahankan 'kenangan' yang saat ini sudah tenggelam. “Warga juga tidak menghendaki itu,” kata Mudzakir.
Ia tidak bisa mengatakan dengan pasti, kapan masjid Baitussholihin didirikan. “Kata ayah saya, di sini dulu bekas pondok pesantren. Letaknya di Utara masjid ini. Sejak saya kecil, bangunannya ya seperti ini. Ayah bercerita, awalnya hanya mushola bambu berukuran kecil yang ada di depan. Lalu berkembang menjadi pondok pesantren,” tutup Mudzakir.
Advertisement