Masjid Lautze Karim Oei Simbol Pembauran Etnis Tionghoa
Masyarakat Tionghoa yang berkunjung di Masjid Lautze Karim Oei, di kawasan Pecinan Pasar Baru, Jakarta Pusat, tidak semuanya untuk melaksanakan sholat atau i'tikaf. Mereka ada kalanya hanya ingin melihat lihat ornamen dalam masjid yang unik.
Selain itu mereka ingin mengetahui tentang Islam yang rahmatan lil alamin itu seperti apa, sekaligus sebagai konfirmasi. Sebab mereka sering mendengar stigma negatif tentang Islam. Islam sering dikaitkan dengan terorisme, radikalisme, intoleran dan doyan kawin.
Setelah mendapat penjelasan dari para ustad yang merangkap sebagai konseling, mereka akhirnya paham bahwa Islam adalah agama yang menebar cinta kasih, serta membawa keselamatan bagi seluruh umat manusia.
"Tidak seburuk seperti yang mereka dengar selama ini," kata Ali Karim Oei pengelola masjid.
Lautze Ali adalah putra dari tokoh muslim Tionghoa, sekaligus seorang pejuang kemerdekaan yang benama Haji Abdul Karim Oei Tjeng Hien. Ayahnya itu pernah mendapat anugerah Bintang Mahaputra Utama dari Presiden SBY.
Ali Karim menuturkan keberadaan Masjid Lautze menjadi simbol toleransi bagi umat beragama di Indonesia. Sejak mulai dibangun pada awal 1990-an, warga etnis Tionghoa sekitar masjid menyambut positif, bahkan beberapa orang etnis Tionghoa ada yang tertarik untuk belajar agama Islam di dalam masjid itu.
"Sampai sekarang, sudah dua ribuan etnis Tionghoa yang bersyahadat atau menjadi mualaf," kata Ali Karim Oei.
Masjid Lautze Masjid yang dibangun warga Tionghoa ini didominasi warna merah, lazimnya masjid etnis Tionghoa seperti Masjid Muhammad Cheng Hoo di Surabaya dan Masdjid M di daratan Tiongkok.
Masjid Lautze tidak hanya unik karena memiliki arsitektur khas bangunan Tionghoa, tetapi juga karena terdapat beberapa cuplikan ayat Al-Quran dan terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Mandarin, Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam masjid juga terdapat kaligrafi China cuplikan dari ayat suci Alquran.
Keberadaan Masjid Lautze, menurut Ali, juga membawa hikmah tersendiri bagi warga sekitar. Setidaknya dalam bentuk kedamaian.
Masjid yang berada di Jalan Lautze menjadi terkenal hingga penjuru dunia. Bahkan turis mancanegara pun menjadikan Masjid Lautze sebagai salah satu destinasi wisata rohani.
"Tadinya tidak begitu terkenal, sekarang menjadi terkenal bahkan di luar negeri juga terkenal Masjid Lautze. Jadi ya kami diterima dengan baik, enggak ada penolakan, enggak ada," kata putra kedua dari tiga bersaudara pewaris Karim Oei Tjeng Hien yang akrab dengan Presiden ke-3 RI almarhum BJ Habibie ini.
"Saya pernah diajak Pak Habie ke RRC dan umroh serta berkunjung ke beberapa negara di Timur Tengah. Almarhum Pak Habibie sering membantu Masjid Lautze," puji Ali Karim.
Salah satu bukti Masjid Lautze hadir di tengah masyarakat adalah dengan banyaknya kegiatan keagamaan dan sosial, seperti menyantuni anak yatim dan kaum dhuafa.
Tak berlebihan kalau pada perkembangannya Masjid Lautze, menjadi pusat dakwah dan pembauran bagi etnis Tionghoa di Jakarta, yang dipelopori H. Abdul Karim Oei Tjeng Hien. Ia merupakan teman seperjuangan Bung Karno, kata Ali sambil memperlihatkan foto almarhum ayahnya bersama Bung Karno di Bengkulu.
Meskipun Masjid Lautze berada di daerah pecinan dan terdapat beberapa vihara dan gereja, tidak pernah terjadi gesekan. Antar umat berhubungan dengan baik dengan prinsip saling menghormati agamamu agamu, agamaku agamaku, kata Ali saat ditemui di Masjid Latze, Selasa 1 Desember 2020.
Mulanya tidak banyak yang menyangka, bangunan itu adalah masjid yang didirikan warga keturunan Tionghoa. Bentuknya tidak seperti masjid pada umumnya yang dilengkapi kubah dan menara.
Menurut Ali Karim, sebelum difungsikan menjadi tempat ibadah, Masjid Lautze ini hanya sebuah ruko. Ruko ini disewa oleh Yayasan Karim Oei. Kemudian oleh pemiliknya dijual. Kala itu harganya Rp200 juta. Sedangkan panitia hanya mempunyai dana Rp50 juta. Hanya cukup untuk uang muka saja. Namun beruntung, pemilik ruko berbaik hati. Dia memberikan tenggat waktu sampai enam bulan untuk melunasi sisanya. Untuk melunasi kekuranganya terpaksa mengajukan pinjaman ke bank.
"Mungkin baru kali ini ada yang mengajukan kredit untuk membangun masjid," kata Ali Karim mengenang perjalanan Madjid Lautze.
Dekat pintu masuk ke Masjid terdapat prasasti yang menyebutkan "Masjid Lautze Karim Oei diresmikan okeh Ketua ICMI BJ Habibie Jumat 23 Syaban1414 H, bertepatan dengan 4 Februari 1984.
"Sejarah tentang Masjid Lautze ini diawali dengan berdirinya Yayasan Haji Karim Oei. Karim Oei namanya dikukuhkan menjadi nama yayasan sebagai penghormatan. Haji Karim Oei adalah seorang tokoh nasional keturunan China.
Di era Bung Karno, Haji Karim Oei dikenal sebagai seorang pejuang. Selain aktif dalam urusan kenegaraan, Haji Karim juga aktif dalam keagamaan setelah memilih menjadi mualaf.
Haji Karim tutup usia pada tahun 1988. Untuk mengenang perjuangan Haji Karim, salah seorang anaknya yakni Ali Karim beserta sahabat-sahabatnya mendirikan Yayasan Haji Karim Oei.
Sehubungan dengan pandemi Covid-19 kegiatan di Masjid Lautze dikurangi. Sabtu dan Minggu biasanya ada pembinaan iman tauhid, belajar membaca Alquran dan tafsir untuk sementara ditiadakan. Kecuali untuk pengislaman berjalan seperti biasa.
"Contohnya tadi ada dua perempuan Tionghoa yang bersyahadat," kata Ali Kariem Oei.
Yayasan Karim Oei berkeinginan membangun sebuah masjid yang indah bernuansa arsitektur Tiongkok seperti Masjid Mohammad Cheng Hoo yang dikelola PITI Jawa Timur. Tapi keinginan itu belum bisa terwujud, terbentur persoalan klasik.
"Dananya belum ada," kata Ali Karim Oei sambil tertawa.
Advertisement