Masjid
Masjid
Oleh: Rusdi Zaki
Tersiar kabar sebuah masjid di Mesir dibom. Hancur berantakan. Lebih dari 300 orang wafat. Lantas orang-orang berkomentar. Pengebom masjid dianggap biadab.
Belum lama berselang Masjid Amir Hamzah di Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, dibongkar. Hancur jugalah. Sampai kini belum ada pengganti. Bulan Oktober lalu, Masjid Assakinah di Kompleks Balai Pemuda Surabaya juga dibongkar. Alasan demi perluasan gedung DPRD. Ntar masjidnya berada di bawah gedung berlantai delapan. Apakah penggusur masjid Amir Hamzah dan Assakinah termasuk biadab? Wallahualam.
Penggusuran masjid pertama kali barangkali “akan” dilakukan Abrahah al-Asyram al-Habsy, penguasa Yaman pada abad kelima. Tidak tanggung-tanggung, Abrahah, gubernur perwakilan Abyssina di Habasyah (kini Etiopia), berencana menghancurkan Kabah.
Pasalnya, saat tiba di Yaman, Abrahah heran akan kebiasaan warganya yang rutin berziarah ke Hijaz. Mereka pergi ke negara lain, sementara Yaman sepi pelancong. Ternyata, mereka beribadah haji ke bangunan yang didirikan nabi Ibrahim dan Ismail. Abrahah penasaran. Bangunan macam apakah Kabah itu?
Abrahah spontan membuat tempat ibadah tandingan. Lebih megah dari Kabah. Jadilah Al-Qullais. Pintunya terbuat dari emas. Lantainya dari perak. Fondasinya dari kayu cendana. Siapa pun takjub melihatnya. Namun orang Arab tak sedikit pun tertarik. Tak ada yang beribadah di situ. Keinginan Abrahah menghancurkan Kabah pun menjadi-jadi. Apalagi ketika tempat ibadahnya dihina. Seseorang membuang hajat besar di dalam Al Qullais. Geramlah ia.
Abrahah segera mengumpulkan prajurit. Ia pun mengimpor pasukan gajah dari Etiopia. Pada hari yang ditentukan, ribuan gajah dan bala pasukan berangkat menuju Makkah. Abrahah memimpin sendiri pasukan itu. Ia menunggangi gajah terbesar. Setiba di Mughammas, kawasan dekat Kota Makkah, mereka berhenti. Abrahah mengutus kurir menemui penguasa Makkah. Saat itu, pemuka ternama Kota Makkah adalah Abdul Muthalib.
Abdul Muthalib menerima utusan Abrahah. “Demi Allah, kami tak ingin berperang. Kami tak punya kekuatan untuk melawan kalian. Jika Abrahah ingin menghancurkan Baitullah, lakukan sesuka hati. Namun, aku yakin, Allah tak membiarkan rumah-Nya dihancurkan,” ujarnya.
Karena cukup lama pasukan beristirahat di Mughammas. Mereka merampas harta benda kaum Quraisy untuk kebutuhan logistik. Termasuk harta Abdul Muthalib. Mendengar 200 ekor untanya dirampas, Abdul Muthalib menemui Abrahah. Mendapat tamu dari pemuka Makkah, berbangga hatilah Abrahah. Ia menyangka Abdul Muthalib cemas Kabah akan dihancurkan.
“Apa keperluan Anda ke mari?” tanya Abrahah dengan congkak.
“Kembalikan 200 ekor untaku yang telah dirampas anak buahmu,” ujar Abdul Muthalib.
Abrahah terheran-heran. “Mengapa kau lebih mengkhawatirkan untamu, padahal kami datang ke sini untuk menghancurkan Kabah? Mengapa kau tidak mengkhawatirkan Kabah?”
“Unta-unta yang kau rampas itu adalah miliku, sementara Kabah adalah milik Allah. Maka, Allahlah yang akan berurusan denganmu,” jawab Abdul Muthalib ringan.
Abrahah terdiam, namun geram.
Dikembalikanlah unta Abdul Muthalib. Saat kembali ke Makkah, Abdul Muthalib pun memperingatkan warga kota. “Tinggalkanlah Makkah, berlindunglah ke bukit. Sungguh aku melihat pasukan Abrahah yang besar. Mustahil kita lawan!”
Bergegaslah warga Makkah meninggalkan kota. Kabah tetap berdiri. Tak satu pun warga yang melindungi. “Ya Allah, kami menyelamatkan diri kami. Lindungilah rumah-Mu ini,” doa Abdul Muthalib di depan Kabah sebelum meninggalkan kota.
Pasukan Abrahah pun bergegas menuju Makkah. Hentakan kaki gajah membuat bulu kuduk warga merinding. Mereka berpikir, inilah hari akhir Makkah. Abrahah pun memerintahkan untuk menyerang. Tapi pasuka gajah enggan melangkah. Mereka terdiam. Meski dicambuk berkali-kali, gajah-gajah itu justru enggan menuju Kabah. Mereka hanya berputar-putar di lembah Muhassir, dekat Kabah. Abrahah geram dan terus memerintahkan pasukannya mencambuk gajah-gajah agar menurut.
Pasukan Abrahah kehabisan akal menangani gajah yang konon telah terlatih. Mendadak, dari langit muncul serombongan burung ababil. Setiap burung di paruhnya membawa batu kecil. Konon batu-batu itu dibawa dari neraka Sijjil.
Burung-burung itu melemparkan batu kecil membara. Setiap yang terkena batu tubuhnya hancur tercerai-berai. Melihatnya, pasukan Abrahah panik. Mereka berlarian mencari tempat berlindung. Namun, tak ada yang selamat. Abrahah terpontang-panting dengan tubuh hancur sepotong demi sepotong sampai dia meninggal dunia di Yaman.
Dongeng kebiadaban Abrahah tertulis dalam Al Quran. Adakah pengebom masjid di Mesir, penggusur Masjid Amir Hamzah dan Masjid Assakinah, akan diabadikan dalam kitab suci? Semoga mereka lekas bertobat dari kebiadabannya!
27 November 2017
* Rusdi Zaki, pengajar, penulis, seniman, tinggal di Surabaya