Masih Ruwet Kasus ABK WNI, RI Dorong Mutual Legal Assistance
Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri RI, Andy Rachmianto mengatakan, adanya Mutual Legal Assistance (MLA) atau Perjanjian Saling Bantuan Hukum, akan membuka peluang kerja sama kedua negara dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang dihadapi ABK.
"Meskipun proses ini akan cukup memakan waktu, namun dengan MLA ini, kita akan membuka peluang-peluang kerja sama tentang penyelesaian masalah hukum. Kita akan menggandeng khususnya Kemenkumham sebagai "focal point" nasional dari isu MLA," ungkap Andy Rachmianto ketika menggelar press briefing secara daring, dikutip Selasa 12 Januari 2021.
Ia mengungkapkan hal itu, terkait isu mengenai Warga Negara Indonesia (WNI) yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) di kapal-kapal perikanan berbendera Tiongkok. Mereka kerap dihadapkan dengan permasalahan yang membuat publik prihatin. Bahkan, kasus ini dirasa masih ruwet dan pelik diatasi.
Sebut saja salah satu kasus yang terjadi pada ABK asal Indonesia di atas kapal perikanan Tiongkok, yaitu pelarungan jenazah atas nama Herdianto. ABK WNI itu bekerja di kapal Lu Qing Yuan Yu, meninggal pada 16 Januari 2020 dan dilarung di perairan Somalia pada 23 Januari 2020.
Belum lagi terdapat sejumlah ABK yang terdampar di atas kapal-kapal perikanan hingga mereka yang tidak mendapatkan perlakuan manusiawi.
Atas kompleksnya kasus yang menimpa ABK itu, pemerintah memiliki wacana untuk mendorong adanya kerja sama dengan pemerintah Tiongkok melalui mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) atau Perjanjian Saling Bantuan Hukum.
Pada bagian lain, Andy menegaskan bahwa MLA juga akan menjadi suatu mekanisme yang secara langsung memberikan tekanan kepada Tiongkok, untuk secara serius menyelesaikan persoalan kasus ABK.
"Tahun ini kita coba dorong MLA dengan Tiongkok dan ini kita harapkan akan memberikan tekanan dan desakan kepada Tiongkok untuk bisa menyelesaikan kasus ABK," tutur Andy.
Andi memaparkan kasus yang menimpa ABK WNI menjadi salah satu pembahasan penting pada pertemuan Menlu RI dan Menlu RRT di Yunnan, Beijing, 9 Oktober 2020 lalu
"Untuk dengan Tiongkok, kasus ABK WNI menjadi perhatian kasus level tinggi. Paling tidak misalnya merujuk pada pertemuan Menlu RI-Tiongkok beberapa bulan yang lalu pada waktu Ibu Menlu berkunjung ke Tiongkok. Masalah ini diangkat langsung oleh ibu Menlu dan Alhamdulillah Tiongkok juga merespon positif, meskipun kita menganggap belum maksimal," ujar Andi.
Menurut Andy tekanan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada pihak Tiongkok pada akhir 2020 dinilai membuahkan hasil, dengan direpatriasinya lebih dari 200 ABK meski terdapat tiga lainnya yang harus pulang dengan tak lagi bernyawa.
"Penyerahan ABK kita yang tertahan di kapal-kapal Tiongkok dan sudah diserahkan kepihak kita melalui proses serah terima di tengah laut. Pertama di perairan Utara Sulawesi ada 157 dengan 155 yang hidup dan dua yang meninggal. Itu kita lakukan bulan November. Akhir tahun lalu proses penyerahan dari kapal ikan Tiongkok di Perairan Batam jumlah total 56, 55 ABK dan satu jenazah," ucapnya.
Sayangnya, hingga awal Januari 2021 berdasarkan data Kementerian Luar Negeri terdapat 90 ABK asal Indonesia yang masih terdampar di atas kapal-kapal perikanan Tiongkok.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Mohammad Abdi Suhufan menilai, MLA bersama RRT sangat diperlukan dalam penyelesaian permasalahan terkait ABK, menyusul selama ini penindakkan hukum terhadap pihak kapal sulit dilakukan.
"Selama ini kalau terjadi permasalahan dengan narkoda atau pemilik kapal, pemilik kapal Tiongkok tidak bisa dihukum dengan ketentuan hukum di Indonesia. Karena, mereka keberadaan kooperasinya di luar negeri. Mungkin dengan adanya MLA akan ada status kedudukan para pihak di depan hukum," sebut Abdi.
Abdi mengharapkan jika terbentuk nantinya MLA antara RI-RRT akan berjalan maksimal.
"(MLA-red) Lebih kepada aspek advokasi dan perlindungan hukum kepada ABK dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses perekrutan ketenagakerjaan," pungkasnya.
Sepanjang 2020 DFW Indonesia mendata setidaknya terdapat 40 pengaduan korban ABK WNI, yang bekerja di kapal perikanan dalam maupun luar negeri.
Dimana dari 40 pengaduan tersebut sekitar 64.32% merupakan kasus di luar negeri dengan masalah yang sering diadukan antara lain terkait gaji dan upah yang tidak dibayarkan atau dipotong, asuransi, serta kesehatan dan keselamatan kerja.
12 - 13 Januari 2021 dijadwalkan Menteri Luar Negeri RRT Wang Yi akan melakukan kunjungan ke Indonesia.
DFW Indonesia mengharapkan kunjungan Wang Yi itu, akan dimanfaatkan oleh Indonesia untuk membahas berbagai permasalahan yang masih dihadapi oleh ABK WNI di kapal-kapal perikanan Tiongkok.