Masalah Upeti Kopi Jadi Penyebab Teror Pembakaran Rumah di Jember
Misteri teror perusakan dan pembakaran rumah di Dusun Baban Timur, Desa Mulyorejo, Kecamatan Silo, Jember akhirnya terkuak. Aksi itu dilatarbelakangi persoalan upeti yang terjadi di kalangan petani kopi.
Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo mengatakan, berdasarkan pengakuan sembilan tersangka, teror pembakaran dan perusakan rumah dilatarbelakangi faktor ekonomi. Para tersangka yang merupakan warga Kalibaru mengaku sering dipaksa untuk membayar upeti kepada para korban.
Diketahui, korban dan tersangka sama-sama petani kopi. Hanya saja tersangka yang merupakan warga Kalibaru juga memiliki lahan garapan yang berada di Dusun Baban Timur.
Tersangka maupun korban sama-sama menggarap lahan kebun kopi di atas tanah milik Perhutani. Mereka menanam kopi sudah bertahun-tahun.
“Ini konflik antar petani kopi. Tersangka warga Kalibaru memiliki lahan garapan di Desa Mulyorejo. Tiap panen, tersangka selalu diminta membayar upeti kepada korban,” kata Hery, Sabtu, 6 Agustus 2022 malam.
Persoalan itu sudah berlangsung lama, sekitar tiga tahunan. Hanya saja tidak ada warga yang berani melaporkan pungutan liar itu kepada aparat kepolisian.
Tidak hanya persoalan upeti yang dinilai memberatkan, menurut pengakuan tersangka kopi miliknya yang berada di lahan wilayah Dusun Baban Timur juga sering dicuri.
Dari akumulasi konflik yang tak kunjung ada penyelesaian itu, warga mulai merasa resah. Keresahan para tersangka bertambah saat salah satu petani kopi asal Kalibaru bernama Suhar dibacok oleh petani kopi dari Dusun Baban Timur bernama Ali.
Pemantik pembacokan itu karena Suhar merasa pisang di kebunnya dicuri oleh Ali. Karena tuduhan itu kemudian terjadi cekcok hingga berujung penganiayaan.
Atas persoalan itu, salah satu tersangka berinisial J mempengaruhi petani kopi lainnya untuk melakukan perlawanan. Setelah rencana perlawanan dinilai cukup, mereka mulai beraksi membakar rumah warga pada 3 Juli 2022 lalu.
Menurut tersangka J, rumah yang mereka sasar adalah milik para petani kopi Dusun Baban Timur yang kerap melakukan pungutan liar.
Setelah merasa aksi pertama aman-aman saja, mereka melanjutkan upaya perlawanan. Mereka kembali melakukan aksi pembakaran dan perusakan rumah pada tanggal 30 Juli 2022.
Mereka kembali lagi pada 3 dan 5 Agustus 2022 sebelum akhirnya berhasil ditangkap polisi.
Polisi mendalami dugaan pungutan liar
Sejak saat ini seluruh laporan polisi terkait teror dan pembakaran rumah di Dusun Baban Timur ditarik ke Polres Jember. Selain akan mengusut tuntas teror perusakan dan pembakaran rumah, polisi juga sedang mendalami dugaan pungli yang dilakukan warga Dusun Baban Timur.
“Kami tuntaskan seluruhnya termasuk dugaan pungli yang terjadi di Dusun Baban Timur. Perkembangannya akan kami sampaikan di kemudian,” tegas Hery.
Polres Jember juga akan berkoordinasi dengan Pemkab Banyuwangi melalui Pemkab Jember. Sebab, konflik antar petani karena persoalan lahan sangat rawan terjadi, terutama di Dusun Baban Timur, Desa Mulyorejo.
“Hari Senin besok akan menghubungi Pemkab Banyuwangi agar turut serta menuntaskan persoalan yang ada, agar tidak timbul persoalan dan masalah yang lebih besar lagi,” lanjut Hery.
Konflik antar petani di Dusun Baban Timur, Hery melihat ada oknum dan kelompok yang memanfaatkan menciptakan rasa takut terhadap warga. Seperti pencurian kopi dan hewan ternak.
Saat petani kopi yang lahannya berjauhan dari rumahnya merasa khawatir dan ketakutan, kelompok itu menawarkan jasa pengamanan terhadap warga. Sehingga warga kemudian bersedia membayar uang kepada oknum tersebut.
Atas dasar itulah kelompok itu dengan seenaknya sendiri menarik upeti. Warga (petani kopi asal Kalibaru) sering mengeluh soal upeti itu, namun selali diselesaikan oleh sekelompok orang itu.
Dengan kondisi sosial tersebut, saat terjadi suatu persoalan tidak pernah dilaporkan ke aparat kepolisian. Malah itu diselesaikan sendiri dengan melibatkan kelompok yang memanfaatkan warga.
Peristiwa itu akhirnya tidak muncul ke permukaan. Ditambah secara geografis, lokasi Dusun Baban Timur termasuk pedalaman.
Dari Polsek Sempolan untuk sampai ke sana membutuhkan waktu perjalanan dua jam menggunakan kendaraan roda dua.
“Karena ada olah sekelompok preman itu, saat terjadi masalah selalu diselesaikan dengan bantuan preman itu. Sehingga tidak pernah dilaporkan ke polisi,” pungkas Hery.