Perwali New Normal Surabaya Dianggap Amatir karena 'Dianulir'
Kebijakan Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya, Irvan Widyanto yang juga Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya (BPB Linmas) dianggap bertentangan dengan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 28 Tahun 2020 Tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Kota Surabaya.
Irvan Widyanto, sebelumnya diketahui mengeluarkan kebijakan untuk melarang tempat hiburan umum untuk beroperasi selama pandemi. Irvan bahkan menyebut sudah mengirimkan surat permohonan kepada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk menutup tempat rekreasi dan hiburan umum selama masa pandemi. Surat permohonan ini sudah diajukan sejak tiga hari yang lalu.
Tak hanya itu. Irvan juga meminta Kasatpol PP Surabaya sesuai dengan Surat BPB Linmas nomor 443/4739/436.8.4/2020 tertanggal 12 Juni 2020, untuk juga melakukan penghentian kegiatan rekreasi dan hiburan umum di Kota Surabaya. Ia juga meminta Satpol untuk menindak apabila masih ada tempat rekreasi dan hiburan umum yang buka.
Padahal, dalam Perwali tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Kota Surabaya, sudah jelas memperbolehkan tempat rekreasi dan hiburan umum untuk buka dengan sejumlah syarat.
Sayangnya, atas kebijakan yang dianggap bertentangan itu, Irvan terkesan tutup mulut. Dia tak mau berkomentar.
Tindakan ini malah memancing reaksi dari DPRD Kota Surabaya. Sekretaris Komisi B DPRD Kota Surabaya Mahfudz, menganggap surat dinas dari Irvan tersebut tidak relevan. Kata dia, sebagai anak buah Walikota Surabaya, tak seharusnya menganulir Perwali yang ditandatangani langsung oleh Tri Rismaharini.
"Itu ya jadi tidak relevan. Karena ketika perwali dikaji, pasti sudah melibatkan banyak unsur di Pemkot. Aneh jika kemudian dianulir oleh Wakil Sekretaris Gugus Tugas," kata Mahfudz kepada Ngopibareng.id, Senin 15 Juni 2020 di DPRD Kota Surabaya.
Ia mengingatkan kepada mantan Kasatpol PP itu bahwa, sebuah Perwali hanya bisa batal mana kala Walikota menerbitkan Perwali baru. Bukan dibatalkan dengan surat dari Kepala Badan OPD Pemkot.
"Kalau sekarang diterbitkan, lalu kemudian akan dikaji kembali, itu menunjukkan proses pembahasan terbitnya Perwali New Normal tersebut amatir," katanya.
Mahfudz mengatakan, tujuan dari Perwali yang diterbitkan oleh Risma itu semata-mata untuk membuka kran ekonomi agar kembali bergeliat. Maka jika muncul tiba-tiba surat dari dinas milik Irvan, adalah tindakan yang diskriminatif.
Padahal menurut Mahfudz, kalangan pengusaha RHU sudah menyambut baik dengan suka cita kebijakan dari Risma itu. Lalu ada surat yang diduga maladministrasi. Para pengusaha hiburan menganggap seperti oase palsu di padang pasir.
Ia mengatakan, dalam Perwali pasal 20 ayat 3 (a) pengelola RHU wajib menyusun protokol kesehatan. Menurut Mahfudz itu adalah indikator boleh buka dan tidaknya suatu RHU. Menurutnya, tugas pemerintah memastikan tegaknya protokol kesehatan, bukan malah menutup dengan surat yang terkesan mobility of authority.
"Yang paling penting, Satpol PP itu penegak Perda dan Perwali. Bukan penegak Surat Kepala Badan," katanya.
Ia mengaku sangat sepakat, jika tim Satpol PP dikerahkan secara total untuk menyisir RHU yang tak sesuai dengan Perwali. Pihaknya tak masalah, ketika tempat usaha tersebut tidak menjalankan protokol kesehatan, maka harus diberi sanksi tegas. Mulai dari ditutup sementara atau dicabut izinnya.
"Mestinya pastikan saja pemilik RHU menerapkan protokol kesehatan. Kasihan cleanning services, security dan lainnya yang sudah menganggur selama 3 bulan. New Normal ini kan semangatnya adalah menggerakkan roda ekonomi yang sudah lumpuh selama tiga bulan terakhir. Tentunya tetap menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Mari kita jaga semangat ini bersama. Baik pemerintah, pengusaha dan masyarakat," pungkasnya.
Advertisement