Masalah Pakan Ternak Mahal, Petani Terbiasa Jadi Obyek Penderita
Berkat seorang peternak Blitar, Jawa Timur bernama Suroto, kini harga jagung turun menjadi Rp 4.500 per kg. Para peternak sempat menjerit ketika harga jagung Rp 6.000 per kg. Suroto bak Pahlawan bagi para peternak ayam petelor meski sempat diringkus oleh polisi ketika membentangkan poster protes pada saat Presiden Jokowi.
"Pak Jokowi, Bantu Peternak membeli jagung dengan harga wajar, Telur Murah," demikian tulisan di poster yang ditulis di sebuah karton manila. Namun gara-gara poster itu juga, Suroto diundang Presiden Jokowi ke Istana Negara. Di sana, Suroto bersama para peternak lain berkeluh kesah kepada Jokowi.
Di sisi lain, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sumrambah justru petani jadi obyek penderita dengan turunnya harga pakan ternak itu.
"Seharusnya yang ditekan bukan petani, akan tetapi perusahaan-perusahaan besar yang mempunyai modal dan stok bahan baku pakan ternak dengan segala teknologi penyimpanan yang dimilikinya," jelasnya kepada Ngopibareng.id saat berada Gubuk Kebun Durian Desa Ngaglik, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, milik Anna Luthfi, adik Anas Urbaningrum, pada Sabtu 18 September 2021.
Sumrambah yang menjabat Wakil Bupati Jombang ini menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang memerintahkan menterinya untuk menekan harga jagung di tingkat petani.
"Seharusnya pemerintah bahagia kalau harga jagung petani naik, terkait mahalnya biaya pakan ternak seharusnya yang ditekan untuk menurunkan harga pakan yaitu pabrik pakan atau perusahaan pakan ternak," tegas dia.
Sumrambah merinci bahwa bahan baku pakan ternak yang utama bukan jagung. Ada beberapa varian bahan pakan, jagung hanya bahan tambahan 50 persen dari total kebutuhan pakan ternak.
Masalah Permendag No. 07 tahun 2020, tentang harga jagung Rp 4.500, lanjut Sumrambah, merupakan harga dasar dan bukan harga tertinggi
"Kalau bicara harga jagung yang tinggi, petani seharusnya mendapatkan keuntungan, hanya saja keuntungan itu bukan kepada petani tetapi terletak kepada keuntungan di tengkulak. Walaupun sekarang harga jagung mahal, belum waktunya panen. Sudah menjadi siklus tahunan. Ketika panen raya harga jagung selalu murah, dan disela-sela tidak ada panen harga jagung mahal. Sehingga petani tidak mempunyai posisi nilai tawar yang kuat," bebernya.
Sumrambah menjelaskan, permasalahan jagung mahal sebetulnya terletak kepada kontinuitas keberadaan pasokan jagung yang harus menjadi prioritas pemerintah. Sebab Jagung ditingkat petani daya tampung simpannya dengan menggunakan gudang biasa kemampuannya hamya tiga bulan.
Pemerintah harus menserasikan antara kebutuhan waktu panen dan ketika kondisi tidak panen. "Harga jagung per hari ini (Sabtu, 18 September) mencapai Rp 6.100, petani tidak sedang panen, ketika panen raya harga jagung hanya Rp 4.000 bahkan bisa anjlok Rp 3.200," keluhnya
Bagaimana caranya menserasikan harganya? Sumrambah menyebut, pemerintah harus memfasilitasi daerah-daerah mana yang menjadi sentra jagung dengan dryer atau alat pengering, cielo atau alat penyimpanan hampa udara.
"Jagung merupakan bahan pakan yang tidak bisa bertahan lama, masa penyimpanan dengan memakai gudang biasa hanya bertahan tiga bulan saja," sambung Sumrambah.
Menurut Sumrambah, petani selalu menjadi korban. Apapun yang menyangkut fluktuasi harga dan ketika inflasi yang dikorbankan selalu petani. "Tidak bisa dong seperti itu. Bahkan agar gaji buruh bisa murah yang ditekan juga petani," tegasnya.
Sumrambah berharap Perusahaan pakan tidak boleh ikut memainkan harga telur seperti saat ini. "Yang beredar di masyarakat telur infertil (telur untuk penetasan). Harganya jauh lebih murah. Pemerintah harus bijak untuk melindungi peternak kecil.
Mahalnya harga jagung tidak menjadi alasan untuk mengimpor jagung walaupun sudah dilakukannya setiap harga mahal dengan operasi pasar," tegasnya.
Produksi jagung dalam negeri sebetulnya untuk kebutuhan pakan terna tidak mengalami kekurangan. Banyak sentra-sentra jagung di pulau Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat hingga Nusa Tenggara Timur.
"Tentang ketersediaan bahan baku pakan ternak, selama pemerintah serius, akan bisa dilakukan. Kalau tidak serius permasalahan kelangkaan bahan baku pakan akan terus berulang setiap tahunnya," beber Sumrambah.
Di wilayah lain di propinsi Jawa Timur yang bukan meruapakan sentra peternak ayam petelur, melalui pemerintah propinsi juga bisa dikoordinasikan wilayah-wilayah sentra jagung, seperti Tuban, Lamongan, Nganjuk, Jombang, Tulungagung.
"Perhitungan saya seharunya harga yang saling menguntungkan antara petani dan peternak menurutnya diangka Rp 5.000 sampai Rp5500, petani dan peternak sudah sama-sama untung," jelas Sumrambah.
Tetapi selama ini, lanjut Sumramba, petani sudah terbiasa menjadi obyek penderita atas fluktuasi. “Inflasi tinggi sedikit (harga) beras sudah disuruh untuk diturunkan, ketika harga telur rendah yang disalahkan dan dikorbankan juga petani lagi,” tutur dia.