Masa Transisi New Normal, Hotel di Surabaya Mulai Megap-Megap
Perhotelan menjadi salah satu yang terkena dampak Covid-19. Apalagi saat diberlakukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di Surabaya selama satu setengah bulan.
''Pengelola hotel di Surabaya sudah hampir kehabisan oksigen,'' kata Dr Yusak Anshori, Ketua Casa Grande, Asosiasi General Manager Hotel Berbintang dan Golf Club Jawa Timur kepada ngopibareng.id, Kamis, 11 Juni 2020.
Ibarat manusia, jika kehabisan oksigen mereka akan kesulitan bernapas. Bahasa Jawanya megap-megap. Ini seperti pasien Covied-19. Jika sudah akut akan kesulitan nafas dan butuh alat bantu pernafasan alias ventilator.
Yusak benar. Sejumlah hotel di Surabaya tampak jauh lebih sepi dibandingkan sebelum pandemi Covid. ''Paling banter 30 persen tamunya,'' kata petugas resepsionis Mirama Mercure Hotel Surabaya.
Padahal hotel yang terletak di Jalan Raya Darmo ini selalu ramai tamu. Baik yang menginap atau sekadar mengunjungi restoran maupun cafenya. Nasib yang sama juga menimpa sejumlah hotel bintang 5 di Surabaya.
Sejumlah hotel malah tidak membuka caffee dan restorannya. Mereka hanya melayani tamu yang datang dan hanya menyediakan layanan di kamar. Kalau pun masih membuka Coffee dan Restoran, mereka harus memberlakukan phisycal distancing sehingga pengunjungnya menjadi turun drastis.
Yusak yang juga bos PrimeBizz Hotel memperkirakan, geliat perhotelan baru mulai bisa dirasakan tahun depan. Dengan catatan, setelah PSBB Surabaya Raya berakhir ini tak ada lagi PSBB susulan.
Mewakili para manajer hotel berbintang di Surabaya, ia berharap ada beberapa langkah pemerintah. Apa itu? ''Yang mendesak adalah fleksibilitas pembayaran pajak,'' kata pegiat pariwisata yang juga doktor di bidang ekonomi ini.
Selain itu, karena hotel hidupnya dari tamu, maka diperlukan kemudahan orang masuk ke Surabaya. Dengan demikian, perputaran roda ekonomi akan kembali sehingga kegiatan meeting dan lain sebagainya akan kembali normal.
''Tentu semua itu harus tetap dengan menjalankan protokol kesehatan secara ketat,'' kata mantan Direktur Eksekutif Surabaya Tourism and Promotion Board (STPB) yang kini tak lagi diaktifkan Pemkot Surabaya.
Langkah Penyelamatan
Pakar Pariwisata dari Universitas Udayana I Komang Gde Bendesa dalam Webinar Forum Akademisi Nusantara, Rabu 10 Juni 2020, mengungkapkan dunia pariwisata merupakan sektor yang paling terpuruk oleh pandemi Covid-19 ini. Ia lantas mengungkapkan data kunjungan wisatawan secara nasional.
Menurutnya, kunjungan wisatasan mancanegara (wisman) bulan April 2020 turun 87,4 persen dibanding bulan yang sama di tahun sebelumnya. Sementara kwartal pertama 2020, wisman yang ke Indonesia sudah anjlog 45 persen di angka 2,8 juta.
Sedangkan tingkat hunian kamar (THK) hotel bintang secara nasional di bulan April 2020 rata-rata 12,7 persen. Atau turun 53,9 persen. Di bulan Maret 2020, THK secara nasional sudah merosot di angka 32,4 persen. ''Rata-rata menginap wisman di bulan April 2020 hanya 1,9 hari,'' katanya.
Dengan mengungkapkan data-data kunjungan wisata dan THK hotel berbintang di Bali, Gde Bendesa mengungkapkan jika pulau Dewata yang menjadi andalan pariwisata nasional ini betul-betul terpuruk. Ini dampak nyata pandemi Covid di dunia pariwisata.
Ia pun lantas mengajukan beberapa langkah antisipasi perubahan akibat pandemi ini. Menurutnya, nilai-nilai baru akibat pandimi ini harus diantisipasi oleh dunia pariwisata.
Apa saja? Menurut Gde Bandesa, pendemi ini akan membuat batas negara mungkin tidak terbuka untuk semua untuk sementara waktu. ''Perjalanan bisnis akan berkurang secara siginifikan karena pertemuan lewat Zoom sudah menjadi moda,'' katanya.
Selain itu, pasar MICE seperti konferensi, seminar, simposium, pameran, dan sebagainya akan terhenti untuk sementara waktu. Pelancong group dan keluarga akan menyusut. Demikian juga siswa yang belajar ke luar negeri akan berkurang.
''Wisatawan berumur seperti pensiunan akan menurun. Pariwisata meungkin lebih mengoptimalkan wisata domestik ketimbang luar negeri. Edutoirisme, pariwisata edukasi akan berkurang,'' kata pengamat pariwisata tersebut.
Dia menambahkan ramalannya bahwa pariwisata alam dan lingkungan akan dipilih ketimbang yang lain. Konsumsi makanan dan minuman (F&B) akan terpengaruh besar termasuk event sosialnya.
Menuru Gde Bendesa, sewa hotel mewah akan lebih murah. Hal ini akan mendegradasi harga yang sangat merugikan hotel kecil. Selain itu, transportasi publik bisa kurang diminati dan beralih ke personal angkutan seperti sepeda listrik.