Masa Depan Buram Kaum Muda Suriah, Wajah Konflik Berkepanjangan
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) menyoroti harga mahal yang harus dibayar oleh kaum muda Suriah dalam menghadapi konflik di negerinya. Kini, memasuki dekade kedua krisis di Suriah, sebuah survei diprakarsai ICRC terhadap 1.400 warga berusia antara 18-25.
Survei diadakan di Suriah, Lebanon, dan Jerman. Di ketiga negara tersebut, kaum muda berbicara tentang keluarga dan pertemanan yang terkoyak, kekhawatiran dan kesulitan ekonomi yang luar biasa, ambisi yang terputus, cita-cita yang tidak tercapai, dan korban psikologis yang mendalam dari tahun-tahun penuh kekerasan dan gangguan yang tiada henti.
“Dekade ini merupakan masa penuh kehilangan brutal bagi seluruh warga Suriah. Khususnya bagi kaum muda, sepuluh tahun terakhir ditandai dengan kehilangan orang yang dicintai, hilangnya kesempatan, dan hilangnya kendali atas masa depan mereka.
"Survei ini adalah potret suram dari sebuah generasi yang kehilangan masa remaja dan masa dewasa awal akibat konflik,”kata Robert Mardini, Direktur Jenderal ICRC di Jenewa, dalam keterangan resmi dikutip Kamis, 11 Maret 2021.
Di negara yang mana lebih dari separuh penduduknya berusia di bawah 25 tahun, survei ini memberikan gambaran tentang apa yang dialami oleh jutaan orang selama sepuluh tahun terakhir.
Di Suriah, hampir satu dari dua anak muda (47%) mengatakan, bahwa kerabat dekat atau teman mereka tewas dalam konflik tersebut. Satu dari enam anak muda Suriah mengatakan setidaknya salah satu orang tua mereka tewas atau terluka parah (16%). 12% di antaranya menjadi korban luka dalam konflik tersebut.
Sebanyak 54% kehilangan kontak dengan kerabat dekat. Di Lebanon angka ini melonjak hingga hampir tujuh dari sepuluh anak muda.62% melaporkan mereka harus meninggalkan rumah, baik di Suriah ataupun di luar negeri.
Hampir setengah dari mereka kehilangan penghasilan karena konflik (49%), dan hampir delapan dari sepuluh (77%) melaporkan kesulitan untuk mencari atau membeli makanan dan kebutuhan. Di Suriah, angka ini meningkat menjadi 85%.
57% melaporkan hilangnya pendidikan selama bertahun-tahun, itu pun bagi mereka yang sempat mengikuti pendidikan.
Satu dari lima melaporkan menunda rencana pernikahan karena konflik.
Peluang ekonomi dan pekerjaan berada di urutan teratas daftar hal yang paling dibutuhkan kaum muda Suriah, diikuti oleh perawatan kesehatan, pendidikan, dan dukungan psikologis. Kaum wanita sangat terpukul secara ekonomi, dimana hampir 30% di Suriah melaporkan tidak ada pendapatan sama sekali untuk menghidupi keluarga mereka.
Kaum muda Suriah di Lebanon menyebutkan bantuan kemanusiaan sebagai salah satu kebutuhan utama mereka.
Dampak konflik terhadap kesehatan mental juga jelas. Dalam 12 bulan terakhir, anak muda di Suriah pernah mengalami gangguan tidur (54%), cemas (73%), depresi (58%), kesendirian (46%), frustasi (62%) dan tertekan (69%) karena konflik. Di ketiga negara tersebut, anak muda Suriah mengatakan akses ke dukungan psikologis adalah salah satu hal yang paling mereka butuhkan.
“Anak-anak muda ini sekarang memasuki dekade kedua krisis yang menyiksa ini. Yang menyedihkan dari situasi mereka adalah bahwa, setelah kehilangan sebagian besar masa kanak-kanak dan masa remajanya akibat kekerasan, generasi ini kemungkinan besar akan memikul banyak tanggung jawab dan kerja rekonstruksi. Kehidupan anak-anak mereka akan ditandai oleh konflik ini juga,” kata Fabrizio Carboni, Direktur Regional ICRC untuk Timur Dekat dan Tengah di Jenewa.
Konflik di Suriah sangat brutal bagi warga sipil, ditandai dengan penghancuran kota-kota besar dan kecil dalam skala luas, pengungsian internal besar-besaran, dan krisis pengungsi yang menggema di seluruh dunia.
Dalam setahun terakhir, jutaan orang semakin terdesak ke dalam jurang kemiskinan akibat krisis ekonomi terburuk sejak konflik dimulai, yang diperparah oleh dampak perluasan sanksi dan pandemi COVID-19 global. Sekitar 13,4 juta orang (dari sekitar 18 juta) membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Terlepas dari semua itu, mayoritas anak muda Suriah yang disurvei mengatakan bahwa mereka optimis dengan masa depan.
Harapan dan ambisi mereka untuk dekade berikutnya bisa diketahui secara universal, keselamatan dan stabilitas, kesempatan untuk memiliki keluarga dan pekerjaan bergaji memadai, perawatan dan pelayanan medis yang terjangkau dan dapat diakses, dan berakhirnya pergolakan dan konflik.
Advertisement