Marshel Diperiksa, Tanya: Apa Salahku?
Oleh: Djono W. Oesman
Komika Marshel Widianto beli video porno Dea OnlyFans, diperiksa polisi. Apakah pembeli video porno salah? Sedangkan pria konsumen pelacur (sudah ngeseks) bukan pelanggar hukum, asal belum kawin. Apalagi cuma nonton.
------------
Lebih jauh, pria konsumen pelacuran yang sudah kawin pun, bebas hukum, asal tidak dilaporkan oleh istrinya.
Kalau pria pembeli pelacuran dilaporkan oleh istrinya ke polisi, barulah masuk ke Pasal 284 KUHP tentang Perzinaan. Bunyinya:
"Laki-laki yang beristri, berbuat zina, sedang diketahuinya, bahwa pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum perdata (sipil) berlaku padanya." Dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan."
Dilanjut, ayat 2, menegaskan bahwa itu delik aduan, berbunyi:
"Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan suami (istri yang mendapat malu dan jika pada suami (istri) itu beriaku pasal 27 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (sipil) dalam tempo 3 bulan sesudah pengaduan itu, diikuti dengan permintaan akan bercerai atau bercerai tempat tidur dan meja makan (scheiding van tafel en bed) oleh perbuatan itu juga."
Marshel, selaku pembeli video porno Dea, diperiksa selama sekitar empat jam di Polda Metro Jaya, Kamis, 7 April 2022. Maka, Marshel kepada pers dengan malu-malu mengatakan, "Memang, gue beli konten bokep Dea. Apa salahnya?"
Tapi, arah bidik polisi tidak ke situ. Tidak ke pembelian konten video porno. Tidak. Melainkan mengarah ke Pasal 4 ayat 1 UU Pornografi, isinya:
"Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
a) Persenggamaan, termasuk yang menyimpang.
b) Kekerasan seksual.
c) Masturbasi atau onani
d) Ketelanjangan atau yang mengesankan telanjang.
e) Alat kelamin, atau
f) Pornografi anak."
Polisi fokus dugaan pada kata "menyebarluaskan",atau setidaknya pada kata "memperjualbelikan". Karena itulah Marshel diperiksa.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes E Zulpan kepada wartawan, seusai memeriksa Marshel, Kamis, 7 April 2022, mengatakan:
"Penyidik sampai hari ini masih menetapkan status Marshel sebagai saksi. Tapi, kemungkinan apabila dibutuhkan untuk kebutuhan kelengkapan berkas perkara kasus ini, akan kita panggil lagi."
Dilanjut: "Dalam pemeriksaan tadi, disampaikan kepentingan saksi pembelian itu untuk kepentingan pribadi saksi. Jadi tidak dipublikasikan lagi kepada pihak lain atau media sosial."
Soal dugaan 'menyebarluaskan', Marshel kepada wartawan mengatakan: "Ya... bokep itu gue beli Rp1,4 juta. Masak gue sebarin gratis? Enak aja."
Marshel seolah menawarkan logika kepada publik: Barang sudah dibeli, kok digratiskan?
Seumpama Marshel sudah bosan nonton video tersebut, lalu ia menjualnya, bisa muncul pertanyaan: "Mengapa pembeli tidak langsung membeli ke Dea? Mengapa membeli barang Dea yang (bekas) dimiliki Marshel?"
Agar jelas, simak pernyataan Marshel kepada pers, seusai ia diperiksa di Polda Metro Jaya, begini:
"Gue beli itu setelah lihat Dea tampil di podcast Deddy Corbizier. Mengapa gue beli? Karena, selain penasaran, juga kasian sama Dea."
Dilanjut: "Karena niat gue pengen bantu Dea, gue langsung bayarkan ke Dea. Tidak melalui OnlyFans. Karena gue pikir, kalo lewat OnlyFans mestinya ada potongan. Ada fee. Sehingga uangnya ke Dea bakal berkurang. Kalo gue gak pengen bantu, cari yang gratisan juga bisa. Banyak malah."
Dilanjut: "Mengapa gue bantu Dea? Karena jujur saja, gue asalnya orang susah (miskin). Gue tau banget. Ngeliat wanita jual konten gitu, pastinya butuh ekonomi. Jadi, gue bisa bantu ekonomi. Rp1,4 juta."
Setelah Marshel transfer pembayaran langsung ke Dea, ia diberi password, untuk membuka Google Drive. Itu segepok. Isinya 76 video porno Dea.
Marshel membuka, menonton satu konten. Asyik. Setelah itu, ia tutup, ia hapus password. Kemudian ia masuk lagi tidak bisa. Sebab, password sudah dihapus. Jadi hilang. "Nah, Rp1,4 juta cuman buat nonton satu video doang. Udah, gitu aja," ujarnya.
Ditanya, di mana kenal Dea? Dijawab: Lewat Twitter. "Di situ gue liat, Dea banyak dibully netizen. Trus, gua cari tau nomor telepon Dea, akhirnya dapet. Gue hubungi Dea lewat WA. Dia banyak curhat. Karena itu, gue beli konten dia."
Marshel: "O... ya. Dea bilang, pusing. Mau bunuh diri. Buktinya ada di WA gue."
Dalam hukum disebutkan, seseorang bisa dipidana jika punya niat jahat (mens rea) sejak awal, sebelum yang bersangkutan melakukan perbuatan melanggar hukum pidana.
Jadi, tidak cukup hanya perbuatan melanggar pidana saja, melainkan juga harus dinilai niat. Misal, tindak kekerasan bela diri akibat terjepit, nyawa yang bersangkutan terancam. Maka, tindak kekerasan oleh yang bersangkutan, bukan pelanggaran pidana.
Sementara itu, Kombes Zulpan kepada pers mengatakan, setelah penyidik memeriksa Marshel, masih akan ditelusuri, pembeli video porno Dea lainnya, selain Marshel.
Zulpan: "Ini sedang didalami penyidik. Kan akun Google Drive-nya sudah disita oleh penyidik, sehingga nanti akan ketahuan siapa saja yang pernah membeli video-video, ataupun gambar-gambar yang bersifat pornografi dari Saudari Dea. Nanti akan diambil keterangan."
Artinya, polisi mengkhawatirkan, pihak pembeli video porno Dea menyebarluas video tersebut. Maka, masuk pasal pelanggaran penyebaran video porno.
Dari penjelasan Marshel kepada pers, logikanya sudah gamblang. Kecil kemungkinan menggratiskan (sebar-luas) barang yang sudah dibeli Rp1,4 juta. Seandainya, barang itu dijual lagi, ada kemungkinan. Bisa dijual sekarang, atau di masa depan.
Atau, jika ada pihak yang menyebarkan konten video porno, semestinya bakal tertangkap oleh patroli Cyber Crime milik Polri. Tinggal crek...
Tapi, begitulah langkah Polri dalam kehati-hatian. Hati-hati, jangan sampai ada pelanggar hukum yang lolos dari jerat hukum. (*)