Margiono, Independensi Jurnalis Pro-Kuasa Telah Pergi
Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Margiono, mantan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat meninggal dunia, Selasa 1 Februari 2022, pukul 09.45 WIB. Mantan calon bupati Tulungagung ini, mengembuskan nafas terakhir di RSPP Modular, Jakarta.
"Mohon doanya. Kita doakan semoga Almarhum mendapat tempat terbaik di sisiNya. Aamiin ya Rabbal alamiin," tutur Ny Umi Rahayu, istri Margiono, yang mengabarkan kepada kerabat dan sabahat almarhum.
Sontak keluarga dan alumni Suratkabar Jawa Pos pun mengucapkan belasungkawa. "Innalillahi wa inna ilaihi raji'un, semoga Mas MG mendapat terbaik di sisi Allah bersama orang-orang sholeh. Aamiin," tulis Andung K Kurniawan, seorang di antara sabahtnya itu.
Karir profesional Margiono dimulai dari wartawan Jawa Pos yang kemudian menjadi Pemimpin Redaksi koran itu. Lalu ia membesarkan Rakyat Merdeka -- koran Grup Jawa Pos, yang sebelumnya 'kudeta' dari suratkabar Merdeka, yang didirikan BM Diah. Di media yang baru, Rakyat Merdeka itu, Margiono menjabat mulai dari Pemimpin Redaksi hingga Direktur Utama sampai saat ini.
Margiono sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) periode 2008-2013, secara aklamasi terpilih kembali dalam Kongres ke-23 PWI di Banjarmasin, untuk periode 2013-2018.
Bagi Margiono, PWI selama kepemimpinannya, terfokus pada pendidikan dan pelatihan jurnalistik dan peningkatan kompetensi wartawan. Di bawah kepemimpinannya, media yang para anggota tergabung dalam PWI menjadi institusi penyedia informasi yang dipercaya publik dengan dukungan wartawan yang profesional.
Tantangan media ke depan, sejalan dengan proyeksi Indonesia sebagai negara maju, tidak semakin mudah. Karena itu, media harus lebih banyak menonjolkan pemberitaan mengenai ekonomi, bukan didominasi pemberitaan politik. "Ekonomi harus menjadi panglima. kalau saat ini politik masih menjadi panglima," begitulah pesan Margiono, seraya mengutip Dahlan Iskan, yang dianggap gurunya.
Pandangan Jurnalistik Pro-Kuasa
Margiono, dalam pandangan jurnalistik cukup pro-kekuasaan. Ia sempat mengingatkan agar Dewan Pers belajar soal pemaknaan independensi media. Menurut Margiono, media boleh meng-endorse calon kepala daerah yang dianggap bagus. Ketika itu, Margiono tampil sebagai calon kepala daerah Tulungagung.
“Teman-teman harus tahu, independen bukan berarti tidak boleh berpihak,” kata Margiono, saat menjadi calon Bupati Tulungagung, 13 Februari 2018.
Independen, menurut Margiono, adalah memilih atau menentukan keputusan atas dasar hati nurani dan berpihak pada kebenaran. Bahkan media harus berpihak pada kepentingan umum jika terjadi penyimpangan di masyarakat.
Dia mencontohkan, ketika terjadi penggusuran pemukiman rakyat yang tidak berdasar kemanusiaan, pers justru harus memihak kepada masyarakat dalam pemberitaannya. Pengertian inilah yang menurut Margiono kerap disalah artikan oleh jurnalis di Indonesia sehingga memaknainya secara berlebihan.
Terkait hal itu, Dewan Pers sebelumnya meminta kepada media ataupun wartawan untuk netral dalam pemilihan kepala daerah. Namun, bagi Margiono, satu-satunya yang dilarang dalam kode etik adalah menyebarkan berita bohong dan fitnah. Selama media massa bisa menyampaikan berita sesuai fakta, maka tidak akan melanggar kode etik satu pasal pun.
Di tangan Margiono, institusi pers cukup bergejolak karena pernyataannya, yang mengajak mendukung Joko Widodo dalam Pilpres 2019. Hal itu justru menunjukkan, ujian terhadap independensi pers.
Tentu ini, bertolak belakang dengan ide independensi yang diperjuangkan selama di bawah rezim Orde Baru, ketika pers begitu terkekang. Memang, dari waktu ke waktu dalam perjalanan rezim penguasa bangsa Indonesia ini, pers selalu dituntut untuk menjadi media yang netral dan mampu menjaga jati dirinya sebagai profesi yang independen, merdeka, bebas, namun tetap berimbang.
Margiono, pada 2018, pada hari perayaan ulang tahun pers nasional di Sumatera Barat, justru menghadirkan polemik yang mengguncang dunia pers nasional. Sebagai seorang Ketua PWI, Margiono melakukan kampanye terselubung dengan pernyataannya mengajak masyarakat Sumatera Barat memilih Jokowi pada Pilpres 2019.
Ketua Dewan Etik Asosiasi Media Siber Indonesia, Bagir Manan pun mengaku sedih atas sikap Margiono. Karena Margiono, membawa konsekuensi institusi PWI. Jalan keluarnya, dikembalikan pada pemahaman secara umum tentang sikap dan posisi jurnalis dalam masyarakat. Agar lebih netral, Dewan Pers bersikap lebih jernih, karena merupakan milik seluruh konstituen kewartawanan di Indonesia.
Kini, Margiono telah pergi. Betapa pun ia telah menorehkan sejarah bagi perjalanan jagat pers di Indonesia. Semoga almarhum mendapat tempat terbaik di sisi Allah Ta'ala. Amiin.