Margiono dan Mobil Taruna
SAYA mengenal Pak Margiono, ketika beliau jadi Pemimpin group koran Rakyat Merdeka (Jawa Pos Group) di Jakarta. Sekitar tahun1995- 2005.
Saat itu, saya di Jakarta, kerja reporter di tabloid Nyata, lanjut jadi Pimred X-file (2000-2004). Juga di bawah Jawa Pos Group.
Kami menempati satu blok kantor yang sama. Mulai di Jalan Prapanca (dekat Kemang) Jakarta Selatan. Hingga sama-sama pindah ke kantor baru; sebuah gedung bertingkat di Jalan raya Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Suatu ketika, sorak-sorai terdengar dari ruangan redaksi di kantor Rakyat Merdeka. Ada apa?
Ternyata, hari itu, Bos Margiono, bagi-bagi mobil Daihatsu Taruna. Khusus untuk jabatan "Redaktur ke atas" (Redpel, Pimpred) termasuk.
Berkat para redaktur itulah, koran lemah "Merdeka" yang kemudian berganti nama jadi "Rakyat Merdeka", maju pesat.
Melesat kuat di kalangan pembaca di Jakarta.
Iklim demokrasi dari rezim waktu itu, ikut mendukung pertumbuhan media massa.
Kabarnya, lebih 25 unit mobil Taruna (unit baru) dilepas Margiono untuk para pahlawan korannya, Redaktur.
Ternyata, geger!!!
Jawa Pos group Surabaya, tak tahu menahu bonus itu!
Rupanya, Bos Margiono, memberi bonus mobil untuk para redaktu itu, tanpa ijin Pak Dahlan Iskan dan management Jawa Pos sebagai induknya di Surabaya.
Mulai hari itu, seru, telepon dari Surabaya menyerbu kantor Rakyat Merdeka. Mau minta penjelasan Margiono soal keputusan tak masuk akal bagi Jawa Pos ini. Tapi tak berhasil. Lelaki yang doyan kuliner ini tak bisa dihubungi.
Dicoba ditelepon ke rumahnya, saluran dari Telkom, ternyata mati. Rupanya, Margiono, sengaja mencabut saluran telepon rumahnya. Biar gak bisa dihubungi Surabaya.
Berhari-hari berlalu, Bos Margono terus "diburu" para Direksi group Jawa Pos, termasuk Pak Dahlan Iskan. Margiono seperti ditelan bumi. Habis bagi-bagi Taruna, hilang begitu saja.
Sepekan itu, para redaktur koran, sudah bawa pulang mobil Taruna-nya. Saat liputan juga dibawa. Dibuat mejeng.
Wartawan media lain berdecak kagum; betapa pedulinya Jawa Pos Group, Rakyat Merdeka, khususnya Bos Margiono terhadap anak buahnya.
Pret..!
Mereka mah tidak tahu, keputusan bonus Taruna itu, murni inisiatif Margiono menggunakan hasil usaha koran yang dipimpinnya.
Seumur-umur ikut group Jawa Pos, mana ada mobil baru sekelas Taruna --waktu itu sudah mentereng-- dibagikan cuma-cuma untuk awak redaksi dari perusahaan JP Group?
Nah itu dia. Di mana Margiono? Ternyata, dia, diam di rumahnya. Semua saluran telepon sengaja diputus. Termasuk HP Motorolla --waktu itu segede terong-- juga dimatikan.
Suatu ketika, telepon berdering di rumah tetangga, sebelah rumahnya. Pembokat sebelah berlari-lari ke rumah Margiono. "Pak, ada telepon dari Tulungagung, keluarga Bapak, ada yang sakit, " katanya.
Margiono bergegas ke rumah tetangganya.
Ketika telepon di rumah tetangga diangkat, "Halloo, sapa nih?" Dari seberang, langsung dijawab dengan marah-marah.
Ternyata, Pak Dahlan yang telepon, yang mengaku-aku sebagai saudara Margiono dari Tulungagung. Hehe.. dasar wartawan !!
Apa boleh buat. Mobil sudah Dibagi-bagi. Redaktur sudah senang. Masak mau ditarik lagi?
Beginilah, Bos Margiono, jadi pahlawan anak buahnya. Ia amat dicintai anak buahnya, dari atas hingga bawah. Gak peduli meski berseberangan dengan induknya management Jawa Pos.
Bagaimana selanjutnya kisah mobil Taruna ini, saya tidak mengikuti lagi. Apakah lantas gaji redakturnya dipotong bulanan, atau ya sudah, sudah terlanjur, diberikan cuma-cuma, yang tahu cuma rekan-rekan redaktur Rakyat Merdeka, Margiono, Cik Lan dan Pak Dahlan.
Atau mungkin, kisah mobil Taruna ini, akan disimpan rapat dalam sejarah group Jawa Pos. Takut awak redaksi di 150 koran lainnya di Indonesia, berontak.!!! Gara-gara Margiono!
Ya, di group Jawa Pos yang total mengendalikan lebih 150 koran, Margiono, memang termasuk bos yang "dicintai rakyatnya."
Kenapa? Karena ya itu tadi, ia sangat "luman" (bahasa Jawa; dermawan) kepada anak buahnya.
Sehingga Rakyat Merdeka jadi group koran di Jakarta, yang solid. Bila perut prajuritnya kenyang, maka pemimpinnya akan dicintai dan dituruti sampai liang lahat.
Saat tabloid X-file resmi ditutup Jawa Pos, saya sempat beberapa kali ketemu Bos Margiono, diskusi untuk menerbitkan "pengganti"nya di Jakarta. Cuma, gak sampai deal. Saya juga sudah melihat media cetak tak punya prospek ke depan.
Lama tak terdengar kabarnya, Kamis (17/8) hari ini --pas hari Kemerdekaan Indonesi -- saya lewat Tulungagung, eh di jalan-jalan banyak baliho berkibar; Margiono nyalon Bupati Tulungagung. (lihat foto di atas).
Taruhlah nanti kepilih --semoga saja tidak, Margiono dengan sepak terjangnya yang inovatif tinggi, sangat bahaya, untuk keputusan-keputusan di pemerintahan.!
Sebenarnya lebih enjoy jadi bos media dar ipada terjun ke politik. Gak percaya, tanya Pak Dahlan. Bahkan Pak Dahlan sudah menyatakan ingin melupakan politik sama sekali.
Tapi inilah Bos Margiono, bos nyentrik yang dicintai "rakyatnya". Mungkin Bos Margiono punya kiat tersendiri.
Cuma bedanya, di pemerintahan harus taat prosedur; tak bisa, misalnya, tiba-tiba bagi2 mobil Taruna untuk SKPD atau semua Lurah, bila tanpa disetujui DPRD dan sesuai prosedur lainnya.
Mungkin, Pak Margiono, sudah lebih tertib dan punya kiat tersendiri. Yang saya tahu, bos ini, memang selalu beruntung dan dicintai rakyatnya, contohnya di koran Rakyat Merdeka.
Di hari ini, 17 Agustus 2017, semoga Bos Margiono, bisa dicintai pulakk oleh rakyat Tulungagung, kayak di Rakyat Merdeka.
Satu kata buat Bos ini; "Merdekaaaa....!!!! (Damarhuda)