Manuver Politik Kebangsaan NU, Ini Sorotan Greg Barton
Kontestasi Pemilihan Presiden Republik Indonesia pada 2019 dinilai ada keunikan tersendiri. Demikian pandangan Profesor Greg Barton, seorang Indonesianis dan pengamat politik Islam.
Alasannya begini. Ada sosok KH Ma’ruf Amin, yang sebelumnya merupakan Rais ‘Am PBNU. Dan kini dia dipilih menjadi calon wakil presiden untuk mendampingi petahana Joko Widodo sebagai calon presiden.
Pandangan Greg Barton ini disampaikan sela-sela acara workshop Capacity Building di Bangkok Thailand pada pertengahan Desember 2018. Kendati menuai pro kontra di kalangan nahdliyin, bagi Greg, langkah Kiai Ma’ruf memang termasuk dalam situasi yang rumit, namun hal ini tentu saja tidak bisa dilihat secara hitam putih. Demikian ngopibareng.id mengutip catatan M. Zidni Nafi’, aktivis PMII Kota Bandung.
“Jadi saya setuju dengan Mbak Yenny Wahid yang mau kerjasama dengan Tim Sukses Jokowi, tapi masuk akal juga untuk sementara dia mengundurkan diri dari Wahid Foundation.”
Selengkapnya berikut ini catatannya:
Menurut profesor bidang Politik Islam Global itu, bahwa keterlibatan nahdliyin dalam politik adalah sudah biasa dan sangat wajar. Tetapi, apabila atas nama ormas baik itu NU, Muhammadiyah maupun ormas lain, sebaiknya jangan terlibat dengan partai politik atau calon presiden. Ormas bahkan agama tertentu harus hati-hati mendukung partai politik atau calon presiden tertentu karena bisa terlibat dengan isu-isu.
“Jadi saya setuju dengan Mbak Yenny Wahid yang mau kerjasama dengan Tim Sukses Jokowi, tapi masuk akal juga untuk sementara dia mengundurkan diri dari Wahid Foundation.”
“Setuju juga dengan Mbak Alissa Wahid, sebaiknya Gusdurian juga tidak usah terlibat politik atas nama organisasi. Tetapi, sudah wajar juga banyak dari Gusdurian akan lebih mendukung Jokowi, karena Jokowi sudah jelas mendukung prinsip Gus Dur.”
Begitu ucapan Greg yang selalu mengenakan kemeja batik selama acara di Bangkok. Greg memandang terpilihnya Kiai Ma’ruf Amin sebagai calon wakil presiden sebagai langkah yang sangat baik dan wajar. Dengan langkah politik itu, Greg mengira kebanyakan Nahdliyin akan mendukung Jokowi.
Lebih lanjut, mungkin kalau Prabowo menjadi presiden, dia bisa menjadi presiden yang baik. Hanya saja bagi Greg masih belum jelas dan belum ada komitmen pada prinsip-prinsip itu. Jadi, dari tafsiran seperti itu sangat wajar apabila Nahdliyin banyak mendukung prinsip Gus Dur, tapi hati-hati atas nama jika mengatasnamakan ormas, apalagi atas nama Gus Dur.
Politik Praktis dan Politik Kebangsaan
Soal keseimbangan politik praktis dan politik kebangsaan, sebagai seorang peneliti NU, Greg mewanti-wanti warga nahdliyin supaya jangan memilih salah satu partai atas nama NU. Kalau ada nahdliyin merasa harus lebih aktif di dunia politik atau mengikuti koalisi partai tentu itu langkah yang sangat wajar.
Akademisi asal Deakin University Australia itu mengatakan bahwa politik dan demokrasi itu penting, tapi harus cari cara yang arif, sopan, dan jangan terpancing dan jangan adu reaksi. Dan dalam kampanye pun kalau sebagai individu hendak mendukung Jokowi boleh juga, tapi jangan mengkritik Prabowo misalnya dengan cara yang kurang ajar, apalagi atas nama agama.
Greg mengungkapkan salah satu daya tarik Joko Widodo saat kampanye Pilpres tahun 2014 adalah sosoknya yang sangat terlihat sopan, sabar, dan tidak terpancing walaupun ada kampanye hitam. Di samping mengagumi sosok Jokowi, Greg mengagumi pula sosok Prabowo yang saat ini juga menjadi calon presiden.
Menghidupkan Spirit Gus Dur
Dalam obrolan sore selepas penutupan sesi acara pada hari pertama itu, M. Zidni Nafi’, aktivis PMII Kota Bandung, mengaku penasaran untuk menggali wawasan Greg Barton tentang ajaran Gus Dur yang bisa dihidupkan di tengah suasana politik Indonesia saat ini. Sudah jamak diketahui, Greg adalah orang yang pernah sering menemani Gus Dur selama bertahun-tahun.
"Di benak Greg, Gus Dur merupakan sosok yang sangat mencintai bangsa, negara dan umat. Tentu yang paling penting menurut Gus Dur adalah umat manusia. Bahkan sebelum wafat, Gus Dur sendiri yang meminta ingin dibuatkan tulisan di batu nisannya sebagai seorang humanis."
Bagi Gus Dur, agama yang paling murni itu agama jujur, ramah, dan paling mengakui semua manusia. Gus Dur cinta pada umat Islam, cinta pada orang Jawa, cinta kepada orang Jombang. Cintanya bukan cinta eksklusif, tapi cinta yang lebih murah hati, bisa menikmati budaya lain, bahasa lain, dan mengapresiasi umat agama yang lain.
Dalam tafsiran Greg atas pemikiran Gus Dur, bahwa Allah memang sengaja tidak hanya satu umat, namun dengan sengaja menjadikan beragam umat, seperti umat Islam, Kristen, Buddha, dan umat lainnya. Yang demikian adalah tujuan dan kehendak Tuhan.
Dari spirit Gus Dur tersebut, Greg mengingatkan walaupun kita cinta dan bangga pada keluarga atau bangsa sendiri, namun manusia memang yang paling penting. Sebab, kita punya harga yang sama di mata Tuhan.
Demikian ulasan obrolan M. Zidni Nafi’, yang juga penulis buku Menjadi Islam, Menjadi Indonesia, dengan Greg Barton. "Jika ada yang kurang berkenan, itu sah-sah saja. Yang jelas, Greg mempunyai kapasitas sebagai pakar dan pengamat dinamika politik dan Islam Indonesia sejak tahun 80-an hingga sekarang. Saat itu Greg memberi bocoran kepada saya, bahwa tidak lama ia akan menerbitkan buku tentang Demokrasi Indonesia." (adi)