‘Manusia Perak’ Berakhir di Tangan Satpol PP
Keberadaan manusia dengan tubuh dicat warga perak tidak hanya dominasi kota-kota besar di Indonesia. Di Kota Probolinggo, “manusia perak” tiba-tiba muncul sejak beberapa hari lalu di simpang empat Brak untuk mengemis.
Tetapi debut “manusia perak” harus berakhir di tangan Satpol PP Kota Probolinggo. Dianggap mengganggu ketertiban umum, “manusia perak” pun digaruk dan dibawa ke kantor Dinas Satpol PP, Linmas, dan Damkar Kota Probolinggo, Kamis, 16 September 2021.
“Manusia perak”, warga perantauan dari Cirebon, Jawa Barat itu hanya bertahan beberapa hari. Dijumpai sering muncul di kawasan lampu lalu lintas (traffic light) Brak sejak Senin lalu, 13 September 2021 lalu.
“Atas pengaduan dari para pengguna jalan yang merasa terganggu, manusia silver itu kami amankan,” kata Kepala Dinas Satpol PP, Linmas, dan Damkar, Aman Suryaman, Kamis.
Saat diperiksa di markas “polisi pemda” di Jalan Panglima Sudirman, Kota Probolinggo, si “manusia perak” berterus terang, dirinya merantau dari Cirebon. “Saya terpaksa merantau setelah warung saya kena gusur,” katanya.
Ternyata di Kota Probolinggo, “manusia perak” kembali berhadapan dengan Satpol PP. Di Probolinggo ia mengaku, menempat rumah kontrakan di Kelurahan Jati, Kecamatan Mayangan.
Dari hasil pemeriksaan Pol PP, diketahui manusia silver itu berada di traffic light Brak sejak Senin, 14 September lalu. Ia mengaku nekad jadi pengamen jalanan lantaran tidak punya pekerjaan pasca warung tempatnya berjualan digusur.
Di manusia silver, merupakan perantauan kelahiran Cirebon, Jawa Barat. Di Kota Probolinggo, ia tinggal di sebuah rumah kontrakan di Kelurahan Jati, Kecamatan Mayangan.
Beruntung, “manusia silver” tidak sampai dijerat tindak pidana ringan atau didenda. Setelah diperiksa dan didata, ia diperbolehkan pulang.
Hari itu sebenarnya tidak hanya “manusia perak” yang terjerak razia Satpol PP. Sejumlah anak jalanan (anjal) juga terjaring razia dengan sasaran tempat-tempat umum itu.
Hanya saja sejumlah anjal ini dijerat di simpang empat King. Para anjal tidak sampai diamankan, hanya ditegur agar tidak berkerumum di lampu lalu lintas di kawasan King.
Menurut informasi, tidak mudah menjadi “manusia perak”. Risikonya, kulit yang dicat bisa mengalami iritasi (bentol-bentol) karena cat yang digunakan tidak “bersabahat” dengan kulit manusia.
“Manusia perak” biasanya bermodalkan cat warga perak dicampur minyak goreng. Untuk membersihkan kulit dari cat yang mengering, mereka menggunakan sabun cair pencuci piring.
Sebagian warga Probolinggo mengaku, prihatin dengan nasib “manusia perak”. “Meskipun dia itu mengemis, sisi lain ada nilai seninya juga,” kata Hari, warga Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo.
Sepengetahuan, pengusaha yang sering berbisnis keluar kota itu, di kawasan Kota Tua, Jakarta penampilan “manusia perak” demikian memukau. Mereka berperan artistik, miirip patung yang diam tidak bergerak.
“Karena penampilannya menarik, sebagian wisatawan mengajak ‘manusia perak” untuk berswafoto. Wisatawan pun dengan sukarela memberikan uangnya karena terpikat,” katanya.
Advertisement