Mantan Dirut Pengembang Perumahan Jadi Terdakwa Kasus Penggelapan
Seorang mantan Direktur Utama perusahaan pengembang perumahan ternama di Banyuwangi, Jawa Timur, menjadi terdakwa kasus dugaan penggelapan uang perusahaan. Dia adalah Sunardi. Dakwaannya ialah menggelapkan uang perusahaan untuk kepentingan pribadinya.
Sidang kasus dugaan penggelapan dalam jabatan ini digelar di Pengadilan Negeri Banyuwangi, Senin, 13 April 2020. Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Saiful Arif, ini mengagendakan pemeriksaan saksi. Ada lima saksi yang dihadirkan termasuk saksi pelapor, Hendro Sasongko.
Dalam persidangan, Hendro Sasongko menyebut uang yang diduga digelapkan Terdakwa adalah uang perusahaan yang tidak diatur dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Dia menyebut sebagai direktur utama saat itu Sunardi seharusnya hanya menerima hak uang gaji saja.
"Yang digelapkan untuk BBM dan servis mobil," jelasnya dalam persidangan.
Hendro menyatakan, sebelum kasus ini dilaporkan ke Polisi sudah ada rentetan peristiwa lainnya. Dia menyebut sudah mengingatkan terdakwa namun tidak dihiraukan.
Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Banyuwangi terdakwa Sunardi didakwa dengan dakwaan primair dan susidair. Dalam dakwaan subsidair dia didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan dakwaan subsidair diduga melanggar Pasal 372 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam dakwaan tersebut ada empat poin dugaan penggunaan dana yang diduga dilakukan terdakwa. Dua poin merupakan dana pengisian BBM, satu poin pembayaran air PDAM dan satu poin lagi dana kegiatan santunan yatim. Totalnya mencapai Rp70.154.699.Seluruh uang tersebut dikeluarkan pada periode 2016-2017.
Ditemui usai persidangan, pengacara terdakwa, Nasmid Idris, menyatakan persoalan ini sebenarnya hanya tentang uang Rp18 juta. Sebab, uang kegiatan santunan anak yatim yang senilai Rp50 juta sudah dicabut oleh Hendro Sasongko dalam persidangan. Uang itu diambil dari dana yang kas manajemen sebelumnya.
"Karena itu memang kewenangan penuh dari pak Nardi," jelasnya.
Menurut Nasmid Idris, kasus ini merupakan persoalan tentang Perseroan Terbatas. Di mana seorang Direktur di dalam Undang-undang Perseroan Terbatas bertanggung jawab kepada RUPS. Hendro Sasongko selaku saksi pelapor sudah menyatakan tidak pernah melakukan RUPS. Dia melaporkan kasus ini atas inisiatif sendiri tanpa berkoordinasi dengan pihak lain.
Nasmid Idris menambahkan, Hendro Sasongko melaporkan kasus ini pada 31 Maret 2018. Padahal menurutnya dia diangkat sebagai Direktur Utama mengggantikan kliennya pada 17 Maret 2018. Dia mempertanyakan bagaimana cara menemukan dugaan penyimpangan tersebut dalam waktu beberapa hari saja.
"Jadi kita melihat bahwa kesimpulannya laporan ini adalah penuh rekayasa yang punya tujuan lain daripada tujuan hukum," tegasnya.